Kamis, 21 Juni 2012
NIKMATNYA BERIBADAH
Alangkah beruntungnya orang yang mampu meraih atau merasakan nikmatnya beribadah,kebahagiaan dan ketentraman yang hanya
bisa diketahui oleh orang yang merasakannya. Bahkan, kesempurnaan
ibadah seseorang ditandai kalau dia bisa merasakan bahwa ibadah itu
nikmat. Karenanya, ia akan mengesampingkan segala kenikmatan dunia untuk
mencapai kenikmatan tersebut.
Kenikmatan
ibadah merupakan buah dari keimanan yang menancap kuat dalam diri
seorang hamba lalu dibuktikannya dengan melaksanakan ibadah dan beramal
shalih. Maka dalam ibadah dan amal shalih yang didasari iman dan muncul
dari keimanan yang bisa melahirkan kenikmatan dan kelezatan serta
kebahagiaan.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda berkaitan dengan kenikmatan ibadah yang artinya:
“Pasti akan merasakan manisnya iman orang yang ridla Allah sebagai Rabb, Islam sebagai dien/aturan hidup, dan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al Abbas bin Abdil Muthalib).
Kenikmatan ibadah merupakan buah dari keimanan yang menancap kuat dalam diri seorang musliem,
Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah,
kalau tiga keridlaan ini ada dalam diri seseorang maka dia menjadi
orang yang benar-benar jujur dalam beriman. Hal ini sesuai dengan firman
Allah,yang artinya:
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu lagi, dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah
orang-orang yang benar.” (QS. al Hujurat: 15)
Dalam Shahihain, dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “tiga
hal yang terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya
iman: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya,
tidaklah ia mencintai seseorang kecuali karena Allah, dan ia benci
kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia
benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.”
Dalam riwayat Imam Ahmad, dari Abu Razin al ‘Uqaili rahimahullah, “apabila
kamu seperti itu maka benar-benar iman sudah masuk ke dalam hatimu
sebagaimana masuknya kecintaan kepada air bagi orang yang kehausan di
tengah hari yang terik.”
Makna manisnya iman adalah nikmatnya melaksanakan ketaatan dan menanggung beban berat dalam melaksanakan sesuatu yang diridlai Allah an Rasul-Nya serta mengutamakan hal tersebut atas tawaran dunia.
Makna
manisnya iman adalah nikmatnya melaksanakan ketaatan dan menanggung
beban berat dalam melaksanakan sesuatu yang diridlai Allah 'Azza wa Jala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam serta mengutamakan hal tersebut atas tawaran dunia.
Ibnul
Qayim bercerita tentang gurunya, Ibnu Taimiyah: “sungguh aku pernah
mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “sesungguhnya di dalam
dunia ada sebuah surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka ia
tidak akan bisa memasuki surga akhirat.”
sesungguhnya di dalam dunia ada sebuah surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan bisa memasuki surga akhirat.” Ibnu Taimiyah
Pada
suatu hari ia juga bercerita kepadaku, “apa yang yang akan dilakukan
oleh musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya surgaku dan tamanku ada di
dalam dadaku. Kemanapun aku pergi ia selalu bersamaku. Sungguh penjaraku
adalah khalwat (menyepi)ku bersama Allah, kematianku adalah kesyahidan,
dan pengusiran diriku dari negeriku adalah tamasya.”
Dalam
penjaranya di sebuah benteng, Ibnu Taimiyah berkata, “jika benteng
bersama isinya ini diganti dengan emas, tentu itu tidak imbang dengan
nilai syukurku kepada Allah atas nikmat ini.” Atau dengan ungkapan lain,
pahala kebaikan dari ibadah yang dilakukannya di dalam benteng
penjaranya tidak bisa diukur dengan banyaknya kemewahan dunia.
Dalam
sujud di tempat penjaranya, beliau berdoa, “Ya Allah mudahkanlah diriku
untuk berdzikir kepadamu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbagus ibadah
kepada-Mu.” Kemudian beliau berkata kepadaku, “penjara adalah untuk
orang yang ingin memenjarakan hatinya hanya buntuk Allah, sedangkan
istana adalah untuk orang yang ingin mengumbar nafsunya.”
Ketika
Ibnu Taimiyaha sudah ke dalam benteng penjara dan ia melihar pagar
tembok tinggi yang memagarinya, maka ia membaca ayat Al Qur’an,
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ
“lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di bagian dalamnya ada rahmat dan di bagian luarnya ada adzab.” (QS. Al Hadid: 13)
Demi
ilmu Allah, dan aku tidak melihat seseorang pun yang hidupnya lebih
bahagia daripada Ibnu Taimiyah, walaupun ia berada pada sempitnya
penghidupan, tiadanya kesejahteraan dan kenikmatan. Justru aku melihat
kebalikannya. Memang ia berada dalam penjara, intimidasi dan siksaan,
namun ia adalah manusia yang paling bahagia hidupnya, paling lapang
dadanya, paling kuat hatinya dan paling tenang jiwanya sampai
kebahagiaan dan kedamaiannya memancarkan cahaya di wajahnya.
Demi ilmu Allah, dan aku tidak melihat seseorang pun yang hidupnya lebih bahagia daripada Ibnu Taimiyah, walaupun ia berada pada sempitnya penghidupan, tiadanya kesejahteraan dan kenikmatan.
Jika
kami dihantui ketakutan dan dihimpit urusan dunia, maka kami datang
kepadanya. Tatkala kami melihatnya dan mendengarnya petuahnya, maka
hilanglah segala ketakutan dan kehinaan. Setelah itu kami menjadi
bahagia, kuat, yakin, dan tenang. Mahasuci Allah yang telah menunjukkan
surga kepada hamba-hamba-Nya sebelum mereka bertemu dengan-Nya. Maha
Suci Allah yang telah membukakan pintu-pintu surga di dunia sehingga
mereka merasakan kedamaian, kebahagiaan, dan kebaikan selama mereka
terus berusaha dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya.” (Al Wabilush Shayyib, karya Ibnul Qayim, hal. 63)
Sebagian
ulama mengatakan, “orang miskin di dunia yang sebenarnya adalah orang
yang meninggalkan dunia, sementara mereka belum pernah merasakan yang
paling indah di dalamnya, yaitu cinta kepada Allah dan beribadah
kepada-Nya.”
Orang miskin di dunia adalah orang yang belum pernah merasakan cinta kepada Allah dan nikmatnya beribadah kepada-Nya.
Orang-orang
shaleh merasakan kebahagiaan hidup dengan shalat, ibadah dan dzikir
malam. Karena itu ada ada salah seorang dari mereka sampai mengatakan,
“selama empat puluh tahun aku tidak meras sedih melainkan sedih atas
datangnya waktu siang.”
Al
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “ketika matahari terbenam, aku
akan menjadi bahagia. Karena dalam kegelapan malam aku bermunajat kepada
Allah.”
. . . kenikmatan yang dirasakan orang-orang yang beribadah pada malam hari lebih terasa nikmat daripada hiburan orang-orang yang berfoya-foya di siang hari. . .
Abu Sulaiman ad Darani rahimahullah
berkata, “kenikmatan yang dirasakan orang-orang yang beribadah pada
malam hari lebih terasa nikmat daripada hiburan orang-orang yang
berfoya-foya di siang hari. Jika bukan karena waktu malam, maka aku
tidak suka berlama-lama hidup di dunia.”
Demikianlah sekilas tentang kenikmatan ibadah,seorang hamba akan merasakan nikmatnya ibadah jika dalam hatinya tertanam rasa ikhlas dalam beribadah yaitu semata-mata hanya mencari ridho Alloh SWT semata,tanpa ada udzur riya dalam hatinya,marilah kita melatih diri untuk menanamkan semua itu dalam hati kita agar kita merasakan begitu nikmatnya beribadah pada Alloh SWT.
Langganan:
Postingan (Atom)