tag:blogger.com,1999:blog-28757838812636769532024-03-14T01:45:41.178-07:00fahmi religion programFAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.comBlogger34125tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-15388820347013150452013-10-02T19:39:00.001-07:002013-10-02T19:39:45.069-07:00FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-15435326423693348462012-06-21T20:07:00.001-07:002012-06-21T20:07:45.268-07:00FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-85481146732821836862012-06-21T20:02:00.007-07:002012-06-21T20:08:26.588-07:00NIKMATNYA BERIBADAH<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-_xUy67i-pHM/T-Pf0hP2dfI/AAAAAAAAAD4/x5Khq3kxtGM/s1600/solat-di-mana-jua.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-_xUy67i-pHM/T-Pf0hP2dfI/AAAAAAAAAD4/x5Khq3kxtGM/s320/solat-di-mana-jua.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-size: x-small;"><u><b><span style="font-size: x-large;"> A</span></b></u>langkah beruntungnya orang yang mampu meraih atau merasakan nikmatnya beribadah,kebahagiaan dan ketentraman yang hanya
bisa diketahui oleh orang yang merasakannya. Bahkan, kesempurnaan
ibadah seseorang ditandai kalau dia bisa merasakan bahwa ibadah itu
nikmat. Karenanya, ia akan mengesampingkan segala kenikmatan dunia untuk
mencapai kenikmatan tersebut. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Kenikmatan
ibadah merupakan buah dari keimanan yang menancap kuat dalam diri
seorang hamba lalu dibuktikannya dengan melaksanakan ibadah dan beramal
shalih. Maka dalam ibadah dan amal shalih yang didasari iman dan muncul
dari keimanan yang bisa melahirkan kenikmatan dan kelezatan serta
kebahagiaan. </span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: x-small;">Nabi <i>shallallahu 'alaihi wasallam</i> pernah bersabda berkaitan dengan kenikmatan ibadah yang artinya:</span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">“Pasti akan merasakan manisnya iman orang yang ridla Allah sebagai Rabb, Islam sebagai dien/aturan hidup, dan Muhammad <i>shallallahu 'alaihi wasallam</i> sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al Abbas bin Abdil Muthalib).</span></div>
<blockquote>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-large;"><b>K</b></span>enikmatan
ibadah merupakan buah dari keimanan yang menancap kuat dalam diri
seorang musliem, </span></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Menurut Ibnul Qayyim <i>rahimahullah</i>,
kalau tiga keridlaan ini ada dalam diri seseorang maka dia menjadi
orang yang benar-benar jujur dalam beriman. Hal ini sesuai dengan firman
Allah,yang artinya:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">“<i>Sesungguhnya
orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu lagi, dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah
orang-orang yang benar.</i>” (QS. al Hujurat: 15)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Dalam <i>Shahihain</i>, dari Anas bin Malik, Rasulullah s<i>hallallahu 'alaihi wasallam</i> bersabda, “<i>tiga
hal yang terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya
iman: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya,
tidaklah ia mencintai seseorang kecuali karena Allah, dan ia benci
kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia
benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.</i>”</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-_xUy67i-pHM/T-Pf0hP2dfI/AAAAAAAAAD4/x5Khq3kxtGM/s1600/solat-di-mana-jua.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Dalam riwayat Imam Ahmad, dari Abu Razin al ‘Uqaili <i>rahimahullah</i>, “<i>apabila
kamu seperti itu maka benar-benar iman sudah masuk ke dalam hatimu
sebagaimana masuknya kecintaan kepada air bagi orang yang kehausan di
tengah hari yang terik.</i>”</span></div>
<blockquote>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: x-small;"><i><b><span style="font-size: x-large;">M</span></b></i>akna
manisnya iman adalah nikmatnya melaksanakan ketaatan dan menanggung
beban berat dalam melaksanakan sesuatu yang diridlai Allah <i></i>an Rasul-Nya serta mengutamakan hal tersebut atas tawaran dunia.</span></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Makna
manisnya iman adalah nikmatnya melaksanakan ketaatan dan menanggung
beban berat dalam melaksanakan sesuatu yang diridlai Allah <i>'Azza wa Jala</i> dan Rasul-Nya <i>shallallahu 'alaihi wasallam</i> serta mengutamakan hal tersebut atas tawaran dunia. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Ibnul
Qayim bercerita tentang gurunya, Ibnu Taimiyah: “sungguh aku pernah
mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “sesungguhnya di dalam
dunia ada sebuah surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka ia
tidak akan bisa memasuki surga akhirat.”</span></div>
<blockquote>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: x-small;">sesungguhnya
di dalam dunia ada sebuah surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya,
maka ia tidak akan bisa memasuki surga akhirat.” Ibnu Taimiyah</span></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Pada
suatu hari ia juga bercerita kepadaku, “apa yang yang akan dilakukan
oleh musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya surgaku dan tamanku ada di
dalam dadaku. Kemanapun aku pergi ia selalu bersamaku. Sungguh penjaraku
adalah khalwat (menyepi)ku bersama Allah, kematianku adalah kesyahidan,
dan pengusiran diriku dari negeriku adalah tamasya.” </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Dalam
penjaranya di sebuah benteng, Ibnu Taimiyah berkata, “jika benteng
bersama isinya ini diganti dengan emas, tentu itu tidak imbang dengan
nilai syukurku kepada Allah atas nikmat ini.” Atau dengan ungkapan lain,
pahala kebaikan dari ibadah yang dilakukannya di dalam benteng
penjaranya tidak bisa diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Dalam
sujud di tempat penjaranya, beliau berdoa, “Ya Allah mudahkanlah diriku
untuk berdzikir kepadamu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbagus ibadah
kepada-Mu.” Kemudian beliau berkata kepadaku, “penjara adalah untuk
orang yang ingin memenjarakan hatinya hanya buntuk Allah, sedangkan
istana adalah untuk orang yang ingin mengumbar nafsunya.” </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Ketika
Ibnu Taimiyaha sudah ke dalam benteng penjara dan ia melihar pagar
tembok tinggi yang memagarinya, maka ia membaca ayat Al Qur’an, </span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: small;">فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">“<i>lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di bagian dalamnya ada rahmat dan di bagian luarnya ada adzab.</i>” (QS. Al Hadid: 13)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Demi
ilmu Allah, dan aku tidak melihat seseorang pun yang hidupnya lebih
bahagia daripada Ibnu Taimiyah, walaupun ia berada pada sempitnya
penghidupan, tiadanya kesejahteraan dan kenikmatan. Justru aku melihat
kebalikannya. Memang ia berada dalam penjara, intimidasi dan siksaan,
namun ia adalah manusia yang paling bahagia hidupnya, paling lapang
dadanya, paling kuat hatinya dan paling tenang jiwanya sampai
kebahagiaan dan kedamaiannya memancarkan cahaya di wajahnya.</span></div>
<blockquote>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: x-small;">Demi ilmu
Allah, dan aku tidak melihat seseorang pun yang hidupnya lebih bahagia
daripada Ibnu Taimiyah, walaupun ia berada pada sempitnya penghidupan,
tiadanya kesejahteraan dan kenikmatan.</span></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Jika
kami dihantui ketakutan dan dihimpit urusan dunia, maka kami datang
kepadanya. Tatkala kami melihatnya dan mendengarnya petuahnya, maka
hilanglah segala ketakutan dan kehinaan. Setelah itu kami menjadi
bahagia, kuat, yakin, dan tenang. Mahasuci Allah yang telah menunjukkan
surga kepada hamba-hamba-Nya sebelum mereka bertemu dengan-Nya. Maha
Suci Allah yang telah membukakan pintu-pintu surga di dunia sehingga
mereka merasakan kedamaian, kebahagiaan, dan kebaikan selama mereka
terus berusaha dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya.” (<i>Al Wabilush Shayyib</i>, karya Ibnul Qayim, hal. 63)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Sebagian
ulama mengatakan, “orang miskin di dunia yang sebenarnya adalah orang
yang meninggalkan dunia, sementara mereka belum pernah merasakan yang
paling indah di dalamnya, yaitu cinta kepada Allah dan beribadah
kepada-Nya.” </span></div>
<blockquote>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: x-small;">Orang miskin di dunia adalah orang yang belum pernah merasakan cinta kepada Allah dan nikmatnya beribadah kepada-Nya.</span></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Orang-orang
shaleh merasakan kebahagiaan hidup dengan shalat, ibadah dan dzikir
malam. Karena itu ada ada salah seorang dari mereka sampai mengatakan,
“selama empat puluh tahun aku tidak meras sedih melainkan sedih atas
datangnya waktu siang.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Al
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “ketika matahari terbenam, aku
akan menjadi bahagia. Karena dalam kegelapan malam aku bermunajat kepada
Allah.”</span></div>
<blockquote>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: x-small;">. . .
kenikmatan yang dirasakan orang-orang yang beribadah pada malam hari
lebih terasa nikmat daripada hiburan orang-orang yang berfoya-foya di
siang hari. . . </span></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Abu Sulaiman ad Darani <i>rahimahullah</i>
berkata, “kenikmatan yang dirasakan orang-orang yang beribadah pada
malam hari lebih terasa nikmat daripada hiburan orang-orang yang
berfoya-foya di siang hari. Jika bukan karena waktu malam, maka aku
tidak suka berlama-lama hidup di dunia.” </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"> <b><span style="font-size: x-large;">D</span></b><span style="font-size: x-large;"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: x-small;">emikianlah sekilas tentang</span><span style="font-size: x-small;"> kenikmatan ibadah,seorang hamba akan merasakan nikmatnya ibadah jika dalam hatinya tertanam rasa ikhlas dalam beribadah yaitu semata-mata hanya mencari ridho Alloh SWT semata,tanpa ada udzur riya dalam hatinya,marilah kita melatih diri untuk menanamkan semua itu dalam hati kita agar kita merasakan begitu nikmatnya beribadah pada Alloh SWT.</span></span></span> </span></div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-79651350252372574242012-05-17T21:10:00.001-07:002012-05-17T21:10:45.242-07:00BURAQ & ISRAK MIKRAJ NABI<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-2C44Wx_XQT4/T7XLOimDRMI/AAAAAAAAADs/ntiGwveoqBk/s1600/buraq2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="218" src="http://1.bp.blogspot.com/-2C44Wx_XQT4/T7XLOimDRMI/AAAAAAAAADs/ntiGwveoqBk/s320/buraq2.jpg" width="320" /></a></div>
<h4 style="font-family: inherit; text-align: center;">
<span style="font-size: small;"><b>J</b></span><span style="font-size: small;">ika kita berbicara tentang Buraq semua itu tidak terlepas dari terjadinya peristiwa Israk dan Mikraj,dan peristiwa itu terjadi adalah kerana bumi merasa
bangga dengan langit. Berkata dia kepada langit, "Hai langit, aku lebih
baik dari kamu kerana Allah SWT telah menghiaskan aku dengan
berbagai-bagai negara, beberapa laut, sungai-sungai, tanam-anaman,
beberapa gunung dan lain-lain." Berkata langit, "Hai bumi, aku juga
lebih elok dari kamu kerana matahari, bulan, bintang-bintang, beberapa
falah, buruj, Arasy, Kursi dan syurga ada padaku."<br /><br />Berkata bumi,
"Hai langit, ditempatku ada rumah yang dikunjungi dan untuk bertawaf
para nabi, para utusan dan arwah para wali dan solihin (orang-orang yang
baik)." Bumi berkata lagi, "Hai langit, sesungguhnya pemimpin para nabi
dan utusan bahkan sebagai penutup para nabi dan kekasih Allah seru
sekalian alam, seutama-utamanya segala yang wujud serta kepadanya
penghormatan yang paling sempurna itu tinggal di tempatku. Dan dia
menjalankan syari'atnya juga di tempatku."<br /><br />Langit tidak dapat
berkata apa-apa apabila bumi berkata demikian. Langit mendiamkan diri
dan dia mengadap Allah SWT dengan berkata, "Ya Allah, Engkau telah
mengabulkan permintaan orang yang tertimpa bahaya apabila mereka berdoa
kepada Engkau. Aku tidak dapat menjawab soalan bumi, oleh itu aku minta
kepadaMu ya Allah supaya Muhammad Engkau dinaikkan kepadaku (langit)
sehingga aku menjadi mulia dengan kebagusannya dan berbangga."<br /><br />Lalu
Allah SWT mengabulkan permintaan langit, kemudian Allah SWT memberi
wahyu kepada Jibrail pada malam tanggal 27 Rejab, "Janganlah engkau
(Jibrail) bertasbih pada malam ini dan engkau Izrail jangan engkau
mencabut nyawa pada malam ini." Jibrail bertanya, " Ya Allah, apakah
kiamat telah sampai?" Allah SWT berfirman, maksudnya, "Tidak, wahai
Jibrail. Tetapi pergilah engkau ke syurga dan ambillah buraq dan terus
pergi kepada Muhammad dengan buraq itu." <br /><br />Buraq adalah seekor
binatang yang rupanya seperti kuda. Saiznya kecil sedikit daripada kuda
tapi lebih besar dari keldai. Lariannya sepantas kilat. Selangkah
lompatannya, sejauh mata memandang jaraknya. Buraq akan memanjangkan
kaki belakangnya ketika ia mendaki manakala akan memanjangkan kaki
depannya pula apabila ia menurun. Menggerak-gerakkan telinga dan kakinya
adalah tabiat semulajadi buraq. Di samping rupanya yang cantik,
terdapat sayap pada kedua-dua pehanya. Sayap ini adalah untuk membantu
kecepatan lompatannya.<br /><br />Kemudian Jibrail pun pergi dan dia melihat
40,000 buraq sedang bersenang-lenang di taman syurga dan di wajah
masing-masing terdapat nama Muhammad SAW. Di antara 40,000 buraq itu,
Jibrail terpandang pada seekor buraq yang berwarna putih sedang menangis
bercucuran air matanya. Jibrail lalu menghampirinya lalu bertanya,
"Mengapa engkau menangis, ya buraq?" Berkata buraq, "Ya Jibrail,
sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad SAW sejak 40 tahun, maka
pemilik nama itu telah tertanam dalam hatiku dan sesudah itu aku menjadi
rindu kepadanya dan aku tidak mahu makan dan minum lagi. Aku laksana
dibakar oleh api kerinduan."<br /><br />Berkata Jibrail, "Aku akan
menyampaikan engkau kepada orang yang engkau rindukan itu." Kemudian
Jibrail memakaikan pelana dan kekang kepada buraq itu dan membawanya
kepada Nabi Muhammad SAW. Ketika sampai di bumi, buraq yang dibawa oleh
Jibrail itu menojang-nojangkan kakinya. Ia seolah-olah enggan
ditunggangi. Melihat demikian, malaikat Jibrail memegangnya dan berkata:
"Wahai buraq! tidak malukah engkau? Demi Allah, orang yang akan
menunggangi engkau adalah orang yang paling mulia di sisi Allah SWT".
Mendengar perkataan Jibrail itu maka bercucuranlah peluhnya. Ia
kelihatan kemalu-maluan dan tidak lagi resah. Nabi SAW pun naik ke
tempat yang tersedia di atas badan buraq, sebagaimana dilakukan oleh
nabi-nabi sebelum baginda nabi SAW.<br /><br />Setelah siap segalanya,
terbanglah buraq membawa nabi Muhammad SAW memulakan Israk. Dalam
perjalanan itu, Jibrail mendampingi nabi SAW di sebelah kanan baginda
SAW manakala Mikail di sebelah kiri.</span></h4>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-75487988063188828932012-04-23T20:22:00.001-07:002012-04-27T07:57:33.022-07:00MENYAMBUT MAUT<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-eSrK2Mjrf78/T5qz0TdqPRI/AAAAAAAAADQ/bGswUIW3TLs/s1600/akal.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-eSrK2Mjrf78/T5qz0TdqPRI/AAAAAAAAADQ/bGswUIW3TLs/s1600/akal.jpeg" /></a></div>
<span style="font-size: x-large;"> S</span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: inherit;">udah menjadi keyakinana kita semua bahwa setiap awalan pasti juga ada akhiran,begitu juga dengan kehidupan di dunia ini baik itu tumbuh-tumbuhan,hewan,bahkan manusia sekalipun.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: inherit;">Kita manusia lahir kedunia dengan awalan,yaitu keluar dari alam kandungan seorang ibu,kemudian lahir kedunia ini dengan wujud bayi merah tidak punya daya apapa,tidak membawa bekal apapun.jadi alangkah bodohnya manusia yang sombong dalam menjalani kehidupan didunia ini tanpa memiliki sifat andap asor(rendah hati/tawaduk),kita dari balita kemudian tumbuh menjadi anak-anak dengan penuh keceriaan dan kebahagiaan,dari masa anak-anak kita beranjak menuju kemasa pubertas atau remaja.di masa remaja kita mempunyahi kulit yang kencang,mulus,bersih.dimasa remaja kita mempunyai rambut yang hitam pekat dan lebat,kita mempunyahi senyum yang menawan dan memikat setiap orang yang melihatnya.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: inherit;">Lalu dari masa remaja kita menuju kemasa tua yang dimana kenikmatan semakin menurun dan hilanh,dulu dimasa muda kita mempunyahi kulit yang mulus,kencang.Tetapi ketika kita beranjak kemasa tua kulit kita menjadi kusam,keriput dan tidak berbentuk seindah masa muda kita dulu.Dimasa muda kita mempunyai senyum yang menawan dan memikat orang yang melihatnya,tetapi ketika kita masuk kemasa tua senyum yang menawan itu hilang begitu saja tanpa bekas.Dimasa muda kita memiliki rambut yang hitam pekat dan lebat,tetapi ketika kita beranjak kemasa tua rambut kita helai demi helai mulai rontok.Gigi yang dulunya utuh bisa menguyah apa saja,dimasa tua gigi-gigi kita satu-persatu mulai pamitan kekita,MASYA'ALLOH.....</span></span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: small;"><span style="font-size: x-large;">S</span>etelah nikmat yang kita dapat satu-persatu mulai hilang meninggalkan kita,entah tu satu bulan,satu tahun,ataupun dua tahun,mau tidak mau ajalpun datang menjemput kita,atau yang sering kita sebut dengan maut.Maut datang bersama dengan malaikat utusan ALLOH SWT yaitu malaikat izrail.Dikatakan dia berwajah empat, satu wajah di muka, satu wajah
di kepala, satu dipunggung dan satu lagi di telapak kakinya. Dia
mengambil nyawa para nabi dari wajah kepalanya, nyawa orang mukmin
dengan wajah mukanya, nyawa orang kafir dengan wajah punggung dan nyawa
seluruh jin dengan wajah tapak kakinya. <br />Dari kepala hingga kedua telapak kakinya berbulu Za'faran dan di setiap
bulu ada satu juta muka di setiap satu juta muka mempunyai satu juta
mata dan satu juta mulut dan tangan. Ia memiliki 4.000 sayap dan 70.000
kaki, salah satu kakinya di langit ketujuh dan satu lagi di jembatan
yang memisahkan Surga dan Neraka.
Setiap mulut ada satu juta lidah, setiap lidah boleh berbicara satu
juta bahasa. Jika seluruh air di lautan dan sungai di dunia disiramkan
di atas kepalanya, niscaya tidak setitikpun akan jatuh melimpah Wallahu'aklam,hanya Alloh SWT lah yang mengetahui tentang semua itu.selain itu malaikat izrail juga di beri kemampuan yang amat luar biasa dari ALLLOH SWT,yaitu berupa dapat menjangkau dari barat ke timur begitu juga dengan sebaliknya dengan mudah,inilah jawaban untuk pertanyaan bagaimana seorang bisa menyabut nyawa begitu banyak kehidupan di dunia ini terutama juga manusia. </span><br />
<span style="font-size: x-large;"> K</span>etika Allah SWT mencipta Al-Maut (kematian) dan menyerahkan
kepada malaikat Izrail, maka berkata malaikat Izrail: "<i>Wahai Tuhanku, apakah Al-Maut itu?</i>".<br />
Maka Allah SWT menyingkap rahasia Al-Maut itu dan memerintah seluruh malaikat menyaksikannya.<br />
Setelah seluruh malaikat menyaksikannya Al-Maut itu, maka tersungkurlah semuanya dalam keadaan pingsan selama seribu tahun.<br />
<span style="font-size: small;">Setelah para malaikat sadar kembali, bertanyalah mereka: "Ya Tuhan kami, adakah makhluk yang lebih besar dari ini?" Kemudian Allah SWT berfirman: "Akulah yang menciptakannya dan Aku-lah yang lebih Agung dari padanya. Seluruh makhluk akan merasakan Al-Maut itu".<br />
Kemudian Allah SWT memerintahkan Izrail mengambil Al-Maut Allah telah
menyerahkan kepadanya. Walau bagaimanapun, Malaikat Izrail khawatir
jika tidak terdaya untuk mengambilnya sedangkan Al- Maut lebih agung
daripadanya. Kemudian Allah SWT memberikannya kekuatan, sehinggalah
Al-Maut itu menetap di tangannya.<br />
Disebutkan pula, setelah seluruh makhluk hidup sudah dicabut nyawanya
pada hari kiamat kelak dan yang tersisa tinggal malaikat Izrail lalu
Allah SWT menyuruhnya untuk mencabut nyawanya sendiri, demi melihat
dahsyatnya sakarataul maut yang sedang terjadi terhadap dirinya, beliau
mengatakan "Ya Allah seandainya saya tahu ternyata pedih sekali sakaratul maut ini, tidak akan tega saya mencabut nyawa seorang mukmin".<br />
Malaikat Izrail diberi kemampuan yang luar biasa oleh Allah hingga
barat dan timur dapat dijangkau dengan mudah olehnya seperti seseorang
yang sedang menghadap sebuah meja makan yang dipenuhi dengan pelbagai
makanan yang siap untuk dimakan. Ia juga sanggup membolak-balikkan
dunia sebagaimana kemampuan seseorang sanggup membolak-balikkan uang.<br />
Sewaktu malaikat Izrail menjalankan tugasnya mencabut nyawa
makhluk-makhluk dunia, ia akan turun ke dunia bersama-sama dengan dua
kumpulan malaikat yaitu Malaikat Rahmat dan Malaikat 'Azab. Sedangkan
untuk mengetahui dimana seseorang akan menemui ajalnya itu adalah tugas
dari Malaikat Arham.<br />
Walau bagaimanapun, Izrail bersama Jibril, Israfil dan Mikail pernah
ditugaskan ketika Allah menciptakan Nabi Adam. Israil juga adalah
antara Malaikat yang sering turun ke bumi untuk bertemu dengan para
nabi antaranya ialah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Idris a.s.</span><br />
<span style="font-size: small;"> <span style="font-size: x-large;">M</span> anusia terdiri dari dua unsur,yaitu unsur jazad dan ruh,.manusia tidak akan dapat hidup tanpa adanya ruh,sedangkan jazad itu bersifat materi sehingga dapat berupa dengan seiringnya zaman dan berputarnya waktu berbeda dengan ruh,yang akan selalau tetap tanpa perubahan dan tidak akan termakan zaman dan waktu.Jadi manusiatidak dapat membanggakan akan ketampannan dan kecantiakan dirinya semua itu akan berubah sesuai dengan apa yang saya uraikan diatas,dan akhirdari semua itu iyalah kematian, dan maut akan menghampiri kita,baik mau ataupun tidak, toh semua itu akan datang tidak mengenal tua atau muda,remaja ataupun anak-anak,maka dari itu kita harus siap menyambutnyadengan iman dan takwa,agar kita mendapatkan keadaan mati dalam keadaan khusnul khotimah.Ini beberapa arti dari beberapa surah dalam AL Qur'an tentang kematian semoga dapat menyadarkan kita bahwa hidup itu hanyalah tempat singgah kita sementara dan tempat untuk mencari bekal untuk kehidupan yang hakiki yaitu akhirat.</span><br />
<br />
<br />
<span style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; font-size: small;"><i><b> " Al Baqarah"</b></i></span><br />
<br />
019. atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit
disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya
dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan
mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.<br />
<br />
028. Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu
Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya
kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?<br />
<br />
094. Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga)
itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah
kematian (mu), jika kamu memang benar.<br />
<br />
095. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu
selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh
tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang
yang aniaya.<br />
<br />
<i><b> "Al An’aam"</b></i>
<br />
002. Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya
ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk
berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya),
kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).<br />
<br />
122. Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan
Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia
dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang
yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat
keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu
memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.<br />
<br />
061. Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua
hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga
apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia
diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu
tidak melalaikan kewajibannya.<br />
<br />
093. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan
terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya",
padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang
berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah".
Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang
zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat
memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di
hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena
kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan
(karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.<br />
<br />
<br />
<br />
<b><i>" Al Ahzaab"</i></b><br />
<br />
016. Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika
kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu
terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan
kecuali sebentar saja<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><i><span style="font-size: x-large;"> " <span style="font-size: small;">Alloh mencitakan manusia dari tanah dan manusiapun akan kembali kedalam tanah(kubur),maka jangan sekali-kali kamu menyombongkan apa yang kamu dapat didalam dunia ini karna itu semua hanyalah bersifat semu,dan kematian pasti akan datang tanpa kita ketahui kedatangannya"</span></span></i></b></div>
</div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-16772433901494952532012-04-23T07:58:00.000-07:002012-04-23T08:00:18.811-07:00MALU DALAM ISLAM<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-PFMfmd3VOAc/T5VtxL-_Z2I/AAAAAAAAADI/eSEMEI2h8Ng/s1600/thumbnail.aspx.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-PFMfmd3VOAc/T5VtxL-_Z2I/AAAAAAAAADI/eSEMEI2h8Ng/s1600/thumbnail.aspx.jpeg" /></a></div>
<span style="font-size: x-large;"><b> <i>K</i></b><span style="font-size: small;">ita hidup didunia ini harus memepunyahi rasa malu,baik malu kepada diri sendiri,malaikat sesama,yang lebih penting lagi </span><b> <span style="font-size: small;">ra</span></b><span style="font-size: small;">sa malu kita pada ALLOH SWT yang maha melihat atas segala hal yang kita lakukan,</span><b> malu/</b></span> al-hayaa’u berasal dari perkataan al-hayaatu (hidup).
Hujan disebut kehidupan kerana dengan danya hujan bumi dan
tumbuh-tumbuhan dapat hidup. Begitu juga dengan malu iaitu disebut
sebagai kehidupan dunia dan akhirat. Oleh itu, mereka yang tidak
mempunyai sifat malu dianggap mati didunia dan akan menderita di
akhirat.<br />
Ini kerana, malu adalah merupakan kunci kepada kebaikan: Hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dalam kita Al-ADAB, sabda Rasulullah s.a.w
yang bermaksud:“ malu itu hanya mendatangkan kebaikan “<br />
Malu merupakan asas yang kuat untuk membentuk iman yang utuh. Allah
s.w.t mengkhususkan sifat malu ini kepada manusia agar mereka terhindar
dari keburukan dan kehinaan agar mereka tidak sama seperti binatang yang
menerkam segala yang diingininya tanpa rasa malu.<br />
2 Jenis Sifat Malu<br />
- Malu Jibiliyyun, iaitu malu yang bersifat semulajadi. Contoh malu yang
bersifat fitrah ini ialah malu untuk telanjang. (Nabi Adam dan Siti
Hawa a.s pada awal lagi mereka malu untuk mendedahkan aurat
masing-masing lantas apabila terdedah cepat-cepat mereka tutup dengan
daun anggota tertentu.)<br />
- Malu Kasabiyyun, iaitu malu yang diusahakan. Pada asalnya malu
bukanlah bersifat diusahakan namun untuk menyempurnakannya ia boleh
diusahakan. Contohnyahasil usaha dan kajian yang membentuk sifat
makrifatullah, iaitu menjadikan seseorang itu malu kerana takut akan
keesaan Allah s.w.t. Malu imani ini dapat mencegah seseorang itu
daripada membuat dosa.<br />
<i><b><span style="font-size: x-large;">D</span></b></i>iantara Kebaikan Sifat Malu Ialah:<br />
<ol style="text-align: center;">
<li>
- mencegah keburukan dan sebarang perbuatan dan pertuturan yang mendatangkan fitnaH -Memelihara diri dari melakukan kemungkaran dengan memastikan diri
sentiasa terhidar dari aktivitAS yang tidak sehat serta bahan-bahan
bacaan serta hiburan yang boleh merosakkan akidah.</li>
</ol>
- Menjadikan diri istiqamah dalam membuat kebaikan.<br />
- Menjadikan diri sebagai anak yang baik serta masyarakat yang bertanggungjawab.
Diantara Keburukan Sifat Malu Ialah:<br />
- Malu kepada manusia melebihi malu kepada Allah s.w.t contohnya: ketika
berseorangan abaikan solat kerana tidak malu kepada yang maha melihat
dan ketika bersama kawan mula timbul perasaan malu untuk menunaikan
solat.<br />
- Malu yang tidak kena pada tempatnya, contohnya malu untuk bertanya arah sesuatu perjalanan yang menyebabkan sesat jalan.<br />
- Malu dengan kekurangan diri dan tidak bersyukur. Menjadikan diri
rendah diri dan tidak bersyukur dengan nikmat ujian Allah s.w.t.<br />
RASA MALU PARA SAHABAT WANITA<br />
Setiap wanita di wajibkan menjaga aurat mereka daripada terdedah kepada
mereka yang tidak sepatutnya. Mereka juga hendaklah menjaga pandangan
dan perbuatan daripada sebaramg perbuatan yang menimbulkan fitnah.<br />
Para sahabat sama ada lelaki mahupun wanita mengambil ketauladanan
Rasulullah Berikut adalah contoh akhlak dan perilaku mereka. : Fatimah
r. a dating kepada Rasulullah ingin bertanya tentang khadim (pembantu
laki-laki) tetapi ia malu untuk bertanya pasal lelaki itu lantas ia
menanyakan tentang kesejahteraan baginda.<br />
Dari Ummul Mukminin Aisyah r. a berkata “ saya masuk ke kawasan di mana
Rasulullah saw dan ayahku (Abu Bakar r. a) dimakamkan. Aku tanggalkan
kainku sambil; berkata “ ditempat ini hanya ada suami dan ayahku. Dan
ketika umar r. a dimakamkan disitu, demi Allah aku tidak masuk ke situ
melainkan kainku dalam keadaan terikat kuat kerana malu kepada jenazah
Umar.<br />
RASA MALU PARA SAHABAT LELAKI<br />
Umar r. a berkata: ‘ barangsiapa yang sedikit rasa malunya, maka sedikit
pula pertahanan dirinya. Barang siapa yang sedikit pertahanan dirinya,
maka hatinya akan mati. ” Selanjutnya baginda berkata, “ barangsiapa
malu hendaknya ia menutup, barangsiapa yang takut ia akan dilindungi”.<br />
Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda, “ uthman itu seorang
laki-laki pemalu, saya khuatir apabila saya izinkan dia masuk sedang
keadaan saya seperti itu, ia tidak jadi menyampaikan keperluannya
menemuiku. ” Ini adalah tentang keadaan Rasulullah yang terselak kainnya
hingga menampakkan betisnya ketika Abu Bakar dan Umar menemui baginda
namun diperbetulkan kedudukannya ketika Uthman dating untuk menemui
baginda.<br />
Dalam hadis lain Nabi bersabda: “ malu itu sebahagian dari iman, orang yang paling malu di antara umatku adalah uthman.<br />
<i><b>MALU PADA DIRI SENDIRI</b></i><br />
Orang yang malu kepada manusia lain dan tidak malu kepada diri
sendiribeerti dirinya lebih hina dari orang lain. Oleh itu, bila ada
dorongan untuk membuat kejahatan, maka hendaknya ia membayangkan
seseorang sedang melihatnya.<br />
Manusia biasanya malu kepada orang yang lebih tua dari yang muda. Kerana
itu mereka tidak malu pada anak kecil atau haiwan. “orang yang malu
melakukan sesuatu pekerjaan secara terang-terangan namun ketika
berseorangan secara diam-diam dia mengerjakannya. , maka orang itu tidak
mempunyai harga diri. ”<br />
Sesungguhnya rasa maluseseorang pada dirinya adalahrasa malu jiwa yang
mulia, terhormat dan agung. Barangsiapa yang reda terhadap kekurangan
dirinya dan puas terhadap kemuliaannya, maka dirinya akan malu pada
jiwanya sendiri, sehingga seolah-seolah ia memiliki dua jiwa yang satu
malu pada jiwa yang lainnya. Ini yang dinamakan malu sempurna. Seseorang
yang malu kepada dirinya maka rasa malunya terhadap orang lain lebih
besar.FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-50033454600009465962012-04-12T19:07:00.001-07:002012-04-12T19:08:58.618-07:00SEJARAH TENTANG KEHIDUPAN SEKITAR SHOHABAT NABI<div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;"><span id="goog_378241087"></span>Di antara sahabat Nabi saw yang terkenal paling pemberani adalah paman beliau sendiri, Hamzah bin Abdul Muthalib. Beliau seorang lelaki Arab yang paling berani, pejuang yang pantang mundur, dan komandan perang Islam yang cerdas dalam beberapa peperangan yang sangat menentukan masa depan Islam, seperti perang Badar dan Uhud. Dengan keahlian perangnya yang mumpuni, dia menjadi salah seorang penentu kemenangan perang Badar dengan beberapa sahabat Nabi lainnya yang gagah berani, meskipun saat itu jumlah pasukan kaum Muslimin sedikit. </span> </div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hamzah senantiasa berada di sisi kemenakannya sendiri, Nabi Muhammad saw dan di saat tersulit pun ia selalu setia membela risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Pemimpin dan pembesar Quraisy takut dan khawatir akan keberanian beliau. Dan ketakutan itu membuat mereka tidak punya nyali untuk mencegah laju dakwah Rasulullah saw. Sehingga bisa dikatakan, Hamzah memainkan peran penting dalam mempertahankan dan menjaga Islam serta membela Nabi demi keberlangsungan dan keabadian ajaran suci Islam. </span></div><div></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Selama di Mekkah, Hamzah membantu Rasulullah saw di saat-saat genting dengan sepenuh jiwa. Beliau rela berkorban dan tak segan-segan menjadikan dirinya sebagai tumbal saat berhadapan langsung dengan kaum musyrikin</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Beliau adalah putra Abdul Muthalib dan paman Rasulullah saw. Beliau lahir pada tahun keempat sebelum peristiwa pasukan gajah (Tahun Gajah) di kota Mekkah. Di tengah masa Jahilah dan tersebarnya akidah syirik pada penduduk Hijaz, beliau tetap berpegang pada ajaran lurus Nabi Ibrahim dan dikenal sebagai pemuda yang senantiasa memberikan perlindungan kepada orang-orang lemah</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Ayahnya adalah Abdul Muthalib dan ibunya anak perempuan dari Amru bin Zaid bin Lubaid yang bernama Salmi. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><b><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Saudara Sepersusuan Rasulullah saw</span></b></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hamzah sangat dekat dengan Nabi saw. Kedekatan ini tidak hanya dari sisi spiritual namun juga dari sisi material. Tsubah, budak Abu Lahab pernah menyusui Hamzah dan sewaktu menyusui anaknya yang bernama Masruh, ia juga menyusui Nabi saw selama beberapa hari. Sehingga dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Hamzah dan Nabi adalah saudara sepersusuan</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Sewaktu Nabi saw memulai menyebarkan ajaran sucinya dan masyarakat secara bertahap menerima ajaran tauhid dan pesan-pesan Al-Qur’an, Hamzah pun sebenarnya telah mengetahui dan tertarik dengan kebenaran ajaran Ilahi dan dakwah kemenakannya, Muhammad saw. Namun demi kemaslahatan saat itu ia belum menampakkan keimanan dan keyakinannya. Ia seolah menunggu moment yang tepat untuk menunjukkan ketertarikan dan kecintaannya terhadap Islam dan Nabi Muhammad saw serta mendukung risalah Ilahi secara terang-terangan</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Karena Hamzah hidup bersama kaum musyrikin maka ia mengetahui pelbagai konspirasi mereka terhadap Nabi saw. Hal itulah yang membuatnya semakin tergugah dan tegar untuk membela Rasul saw. Setiap dakwah Islam semakin bertumbuh dan jumlah kaum Muslimin semakin bertambah maka perlawanan kaum musyrikin pun semakin hebat. Keteguhan dan ketegaran Nabi saw di jalan kebenaran dan syariat Ilahi begitu menggugah perasaan Hamzah. Beberapa tahun setelah masa pengangkatan Nabi berlalu, terbuka kesempatan bagi Hamzah untuk menunjukkan keimanan dan akidahnya. Sebagian mengatakan bahwa Hamzah masuk Islam pada tahun kedua pasca <i><span style="font-family: Tahoma;">bi’tsah</span></i> (masa pengangkatan Nabi), sebagiannya lagi menyakini pada tahun keenam pasca <i><span style="font-family: Tahoma;">bi’tsah</span></i>. Kisah mengenai masuk Islamnya beliau sangat menarik</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">:</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Setelah pengangkatan Muhammad saw menjadi Nabi, Hamzah juga mengucapkan syahadat dengan menyakini keesaan Allah Swt dan kebenaran agama yang dibawah oleh putra saudaranya. Setelah Hamzah masuk Islam, kaum Quraisy mengajukan beberapa permintaan/usulan kepada Rasulullah saw. Sebab mereka sadar bahwa laki-laki yang paling berani kini telah menyatakan keimanannya di hadapan Nabi saw, sehingga karena itu mereka tak lagi dapat mengharapkan dukungannya. Namun Nabi saw tak memenuhi satupun dari permintaan mereka. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Usai Abu Jahal menyampaikan pidatonya di tengah-tengah Kabilah Quraisy, mereka memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Suatu hari Abu Jahal melihat Nabi di bukit Safa, lalu ia memaki Rasul. Nabi tetap saja berjalan menuju ke rumah beliau tanpa memperdulikan makian Abu Jahal. Budak Abdullah bin Jad’an yang menjadi saksi mata atas peristiwa tersebut melaporkannya kepada Hamzah. Tanpa berpikir panjang dan memikirkan akibatnya, Hamzah memutuskan untuk membalas perlakukan buruk yang didapat oleh kemenakannya. Di tengah perjalanan ia menemui Abu Jahal yang berada di tengah kerumunan orang-orang Quraisy. Tanpa memberikan kesempatan kepada yang lain untuk berbicara, ia mendekati Abu Jahal dan langsung menghantam kepalanya dengan cambuk, sehingga kepala Abu Jahal bersimbah darah. Hamzah pun berkata, “Berani kau menghina Rasulullah? Saya beriman dengan apa yang dikatakannya dan akan mengikuti jalan kemanapun dia pergi. Jika kau berani, silakan berhadapan denganku!” Dengan menghadap kepada orang-orang Quraisy, Abu Jahal berkata, “Saya telah berbuat buruk pada Muhammad, dan wajar Hamzah marah.” </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Ketika penyiksaan kaum Musyrikin kepada pengikut Nabi Muhammad saw semakin menjadi-jadi, beberapa sahabat beliau berhijrah ke Habasyah. Tidak berapa lama kemudian Nabi saw pun akhirnya memutuskan untuk berhijrah ke Madinah. Beberapa kelompok kaum Muslimin Yatsrib bertemu dengan Nabi saw di Mina saat mereka melaksanakan ibadah haji. Mereka berjanji bahwa jika sekiranya Rasulullah saw dan kaum Muslimin lainnya berhijrah ke Madinah maka mereka akan memberikan perlindungan terhadap umat Islam yang teraniaya tersebut. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Demi kelancaran pertemuan dan keberlangsungan perjanjian tersebut, Hamzah melindungi dan menyembunyikan pertemuan tersebut dari kaum Musyrikin. Akhirnya, setelah satu dua tahun kemudian kaum Muslimin mendapat kesempatan dan peluang untuk berhijrah. Sebelum Rasulullah saw berhijrah, beberapa kelompok terlebih dahulu berhijrah ke Yatsrib dan Hamzah ikut di antara mereka. Setibanya di Madinah, mereka menunggu detik-detik kedatangan Nabi saw.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Akhirnya Nabi saw hijrah ke Madinah. Hijrah Nabi saw ini membuat kekuatan umat Islam semakin bertambah, sekaligus membuat permusuhan kaum Musyrikin melemah. Sampai akhirnya umat Islam dan kaum musyrikin saling berhadap-hadapan pada perang Badar. Pada perang yang pertama kali ini Sayyidina Hamzah mendapat gelar <i><span style="font-family: Tahoma;">asadullah wa asadurrasul</span></i> (singa Allah dan Rasul-Nya). Saat itu beliau diserahi amanah oleh Rasulullah untuk menjadi komandan perang dimana bendera perang ada di tangannya. Hamzah memimpin pasukan Islam yang hanya berjumlah 30 orang untuk berhadapan dengan 300 orang dari laskar Quraisy. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan, tahun pertama hijriyah. Meskipun tidak terjadi kontak fisik antara kedua kubu namun Hamzah merasa terhormat dan bangga ketika ditunjuk oleh Nabi sebagai pimpinan pasukan.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><b><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Epik kepahlawanan dalam Peperangan </span></b></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Perkembangan dakwah Islam yang pesat membuat kaum Quraisy semakin murka dan semakin meningkatkan penyiksaan dan permusuhan mereka terhadap umat Islam. Bahkan Abu Lahab, paman Nabi saw dan istrinya berkali-kali bersikap buruk terhadap Rasulullah saw, utamanya ketika mereka bertetangga dengan beliau. Nabi saw tidak mampu berbuat apa-apa ketika kepala dan wajah beliau dilempari berbagai kotoran dan sampah serta kotoran kambing. Hamzah pun membalas tindakan setimpal yang dilakukan oleh Abu Lahab.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Sariyah (perang yang tidak diikuti Nabi saw) pertama: Rasulullah saw berhijrah dari Mekah ke Madinah pada hari Senin 12 Rabiul Awal dan bendera pertama Rasulullah saw yang berwarna putih, pada bulan Ramadhan, awal bulan ketujuh tahun pertama Hijriyah, diserahkannya kepada Hamzah, pamannya. Abu Marshad Kannas bin Hushain Ganawi, termasuk orang pertama yang masuk Islam dan sekaligus teman sebaya Hamzah, mengikatkan bendera itu di pundaknya. Rasulullah saw mengutus Hamzah dengan 30 sahabat Muhajirin menuju ke medan perang untuk menghadapi 300 orang pasukan Quraisy. Pasukan Quraisy ini dipimpin oleh Abu Jahal. Saat itu pasukan musuh telah melakukan perjalanan dari Syam dan ingin kembali ke Mekah. Di salah satu desa di tepi laut merah dua pasukan ini bertemu. Mujaddi bin Amru Jahni yang memiliki hubungan baik dengan kedua belah pihak menjadi mediator dan berusaha keras agar kedua kelompok berunding dan mencegah terjadinya peperangan. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Pada bulan Safar tahun awal Hijriyah, Rasulullah saw ikut serta dalam <i><span style="font-family: Tahoma;">Ghazwah</span></i> Abwa (perang yang diikuti Nabi saw) Abwa untuk pertama kalinya. Abwa adalah tempat yang berjarak 37 km di antara Mekah dan Madinah (3). Saat itu beliau memberikan bendera putih kepada Hamzah. Dalam <i><span style="font-family: Tahoma;">Ghazwah</span></i> ini, Rasulullah saw bertekad untuk menghadapi kafilah Quraisy, namun beliau tidak bertemu langsung dengan pasukan musuh</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Pada bulan Jumadil Akhir tahun kedua Hijriyah, Rasulullah saw berangkat menuju Gazhwa Dzul’asyirah dan lagi-lagi beliau memberikan bendera putih kepada Hamzah. Beliau bergerak bersama 150 pasukan sukarelawan Muhajirin. Kelompok pasukan ini memiliki 30 ekor unta dan mereka saling bergantian mengendarainya. Ketika Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya tiba di Dzul’asyirah, pasukan kaum kafir Quraisy telah melewatinya sejak beberapa hari sebelumnya. Ketika kembali pun, pasukan musuh melewati tepian pantai sehingga tidak bertemu dengan Rasulullah saw dan para sahabatnya</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;"> </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah terjadi perang antara kaum Muslimin dengan kaum kuffar Quraisy yang dikenal dengan nama perang Badar. Sewaktu Rasulullah saw merapikan barisan kaum Muslimin, tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan angin kencang ini bertiup berulang sampai beberapa kali. Angin kencang ini sebagai pertanda kedatangan para malaikat. Yang pertama, Malaikat Jibril dengan seribu malaikat lainnya datang menghadap Rasulullah saw, yang kedua Malaikat Mikail dengan seribu malaikat di sebelah kanan Rasulullah saw dan yang ketiga Malaikat Israfil dengan seribu malaikat disisi kiri Rasulullah saw. Kesemua malaikat ini mengenakan sorban (ikat kepala) yang terbuat dari cahaya yang berwarna hijau, kuning dan merah yang menggelantung sampai di pundak mereka, dan mereka menggantungkan bulu dan rambut di dahi unta-unta mereka. Rasulullah saw bersabda kepada sahabat-sahabatnya, bahwa mereka adalah malaikat-malaikat yang akan memberikan bantuan dan dukungan kepada kaum Muslimin. Para malaikat telah menandai diri mereka, maka kalian pun hendaklah melakukan hal yang sama. Lalu para sahabat mendandai topi besi yang dikenakan di kepala mereka dengan bulu onta</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Orang yang pertama kali tiba di medan pertempuran dari kaum Muslimin adalah Muhajja` (budak yang dimerdekakan oleh Umar bin Khattab). Kaum musyrikin berteriak dengan keras, “Hai Muhammad, siapa saja yang punya hubungan dengan kami, kirimlah dia untuk berperang dengan kami.” Nabi Muhammad saw berkata kepada Bani Hasyim, “Bangkitlah! Berperanglah demi kebenaran yang dengannya Nabi kalian diutus dan mereka datang untuk memadamkan cahaya kebenaran itu.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">!!!”</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib dn Ubaidah bin Harits bin Muthalib keluar dari barisan dan menuju mereka. Karena ketiga orang tersebut mengenakan penutup kepala sehingga sulit untuk dikenali. Utbah berkata, “Berbicaralah sehingga kami dapat mengenali suara kalian!” Hamzah berkata, “Sayalah Hamzah, putra Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya.” Utbah berkata, “Ya, kamu adalah pembesar, lantas siapa dua orang bersamamu ini?” Hamzah menjawab, “Ali bin Abi Thalib dan Ubaidah bin Harits”. Utbah berkata, “Dua orang bersamamu juga adalah juga orang-orang besar</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Waktu itu Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Walid bin Utbah dan berhasil membunuhnya. Sementara Hamzah berduel dengan Utbah dan juga berhasil membunuhnya dengan hanya dua pukulan. Dan Ubaidah bin Harits sahabat Nabi yang paling muda saat itu berdiri menghadapi Syaibah. Syaibah memukulkan pedangnya pada kaki Ubaidah dan membuat pergelangan kaki Ubaidah terpotong. Melihat itu Hamzah, singa Allah dan Rasul-Nya bersama Ali segera menyerang Syaibah dan mereka berhasil membunuhnya.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Dalam perang ini, Abdurrahman bin Auf dan Bilal Habasyi berhasil menawan Umayyah bin Khalf dan anaknya. Bilal berkata, ”Waktu itu saya berada diantara Umayyah dan anaknya, kemudian saya menangkap mereka. Umayyah bertanya kepada saya, “Siapa diantara kalian yang menandai dadanya dengan bulu onta?”. Saya menjawab, “Hamzah bin Abdul Muthalib.” Ia berkata, “Hamzah membawa malapetaka atas diri kami.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Pertengahan Syawal tahun kedua Hijriyah. Kabilah Bani Qainuqa’, kelompok yang paling berani diantara kelompok kaum Yahudi yang berprofesi sebagai pandai besi memiliki ikatan perjanjian dengan Abdullah bin Ubay dan juga Rasulullah saw. Ketika terjadi perang Badar, kebencian dan rasa dengki membuat mereka memutuskan untuk membatalkan perjanjian. Allah Swt menurunkan surah Al-Anfal ayat 58 kepada Rasulullah saw, <i><span style="font-family: Tahoma;">“Dan jika engkau (Muhammad) khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berkhianat.”</span></i> </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Dengan turunnnya ayat ini, Rasulullah menjadi waspada terhadap Bani Qainuqa’. Beliau menyerahkan bendera ke tangan Hamzah dan memerintahkannya dengan beberapa pasukan untuk menghadapi mereka. Bani Qainuqa’ adalah kelompok Yahudi yang pertama kali melakukan pengkhianatan kepada Islam. Ketika Rasulullah saw baru melakukan pengepungan, kontan saja mereka merasa ketakutan, sehingga mereka pun menyerah kepada kaum Muslimin dan menyerahkan harta-harta mereka. Rasulullah saw bersabda, “Bebaskan mereka, Allah Swt telah melaknat mereka dan Abdullah bin Ubay”.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;"> </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Perang Uhud: Akhir Syawal tahun kedua Hijriyah menjelang terjadinya perang Uhud. Hamzah, sebagai panglima perang—sebelum memulai perang— berkata, “Demi Allah Swt yang telah menurunkan Al-Qur’an, hari ini saya tidak akan menyentuh sedikit pun makanan sampai saya menghadapi lawan dalam peperangan.”</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><b><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Hamzah bersama Kaum Muslimin</span></b></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Di malam hari perang Uhud, Rasulullah saw tahu bahwa tidak lama lagi pamannya akan gugur sebagai syahid. Beliau pun berbincang dengan Hamzah dan menanyakan kembali keyakinannya mengenai ketauhidan dan kenabian serta risalah yang dibawanya. Hamzah kemudian menjawab dengan tegas dan kembali mengucapkan syahadat dengan lidahnya. Akhirnya Rasulullah saw bersabda kepadanya, “Hamzah adalah pemimpin para syuhada, singa Allah dan singa Rasul-Nya dan paman Nabi.” Sabda Nabi ini menebar aroma kesyahidan dan membuat dada Hamzah bergemuruh. Hamzah pun meneteskan air mata kebahagiaan. Rasulullah saw berdoa agar pamannya tetap tegar berdiri di jalan tauhid dan segala keraguan di dalam hatinya segera sirna.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;"> </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Menjelang Perang Uhud, Hamzah berkata kepada Nabi saw, “Saya bersumpah atas nama Allah, tidak akan sedikitpun menyentuh makanan sebelum mengeluarkan semua musuh dari kota Madinah.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Perang Uhud terjadi pada bulan Ramadhan, kaum Muslimin berbaris dengan rapi di kaki gunung Uhud di bagian utara Madinah. Setelah perang satu lawan satu, maka dimulailah perang secara terbuka. Hamzah bertempur dengan gagah berani dan penuh dengan keimanan yang meluap-luap. Dengan dua pedang di tangannya, ia menyerang dengan penuh keberanian sambil berteriak, “Saya adalah singanya Allah.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">” </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Thalhah bin Abi Thalhah pembawa bendera kaum Musyrikin berteriak sambil menantang, “Siapakah yang berani berhadapan denganku?” Ali bin Abi Thalib bergegas mendekatinya dan menebaskan pedang ke arah kepalanya. Tebasan itu membuatnya keningnya terbelah dan mengucurkan darah sehingga akhirnya ia pun terjatuh dan terkulai ke tanah. Melihat itu, Rasulullah saw tersenyum seraya mengumandangkan takbir. Kaum Muslimin pun serentak mengumandangkan takbir yang sama. Bendera kaum musyrikin tersebut kemudian beralih ke tangan Utsman bin Abi Thalhah. Hamzah segera berlari ke arahnya, dan mengayungkan pedang ke bahunya. Tebasan pedang Hamzah mematahkan tangan dan bahunya, pedangnya terlepas dan paru-parunya terburai keluar. Hamzah kemudian kembali sembari mengumandangkan syair, “Saya putra pemberi minum jamaah haji.” (10)</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Banyak kaum musyrikin yang terbunuh di perang tersebut di tangan Hamzah. Diantaranya adalah pemegang bendera laskar Bani Abduddar, Atha’ bin Abdu dan Utsman bin Abi Thalhah dan juga Saba’ bin Abdul `Uzzah dan Amru bin Fadlah. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><b><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Wahsyi Habasyi</span></b></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Jabir bin Mut’im mempunyai budak yang bernama Wahsyi yang sebagaimana orang-orang Habasyah lainnya terkenal pandai menombak dan jarang gagal mengenai sasaran ketika melemparkan tombaknya. Pada perang Uhud Jabir berkata kepada budaknya, “Pergilah bersama pasukan ini, dan jika kamu melihat pamannya Muhammad maka bunuhlah dia. Aku ingin membalas dendamku atas kematian pamanku Ta’imah bin Addi di perang Badar. Jika kamu berhasil membunuhnya maka kamu kubebaskan.” Hindun, anak Utbah juga meminta Wahsyi untuk membunuh salah satu dari Muhammad, Ali atau Hamzah untuk membayar kematian bapaknya. Wahsyi pun menjawab, “Saya sama sekali tidak bisa menemukan cara untuk membunuh Muhammad ataupun Ali pun. Mereka begitu lincah dan tangkas di medan perang. Namun Hamzah mudah terjebak dalam kemarahan dan emosional saat terjadi peperangan sehingga ia tidak memperhatikan lagi kondisi sekitarnya. Mungkin aku bisa membunuhnya dengan cara licik.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Wahsyi bercerita, “Saya pada perang Uhud selalu mengikuti Hamzah dari belakang. Dia berperang bagaikan singa liar yang menerkam jantung musuh-musuhnya. Saya bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan sehingga dia tidak bisa melihatku. Ketika dalam keadaan sibuk menghadapi musuh-musuhnya, saya pun semakin mendekat ke arah Hamzah. Dengan jarak yang menyakinkan sayapun melemparkan tombakku ke arahnya. Tombak itupun tertancap di tubuhnya. Ia hendak menyerang ke arahku, namun karena rasa sakit yang sangat ia pun berteriak tak berdaya hingga ruhnya terpisah dari badannya. Dengan penuh kehati-hatian saya pun mendekat ke arahnya. Setelah mengambil senjatanya, sayapun bergegas kembali ke pusat pasukan kaum Quraisy sembari menunggu saya dibebaskan.” </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Setibanya kembali di Mekkah, Wahsyi pun mendapat imbalan kebebasan setelah ia menjalankan tugasnya dengan baik. Pada hari Fathul Mekkah (penaklukan kota Mekkah) dia melarikan diri ke Thaif. Pada tahun ke Sembilan Hijriyah penduduk Thaif datang berbondong-bondong ke Madinah untuk menyatakan keislamannya. Wahsyi pun berencana kembali melarikan diri ke Syam atau Yaman. Namun ia mendapat kabar, siapapun yang bersyahadat benar dengan lidahnya dan menyatakan keislaman maka Nabi Muhammad saw tidak akan membunuhnya. Ia pun bergegas menghadap kepada Nabi Muhammad saw dan kemudian mengucapkan syahadat sebagai pernyataan keislamannya. Rasulullah saw memintanya untuk menceritakan bagaimana ia bisa membunuh Hamzah. Setelah diceritakan Rasulullah saw pun bersedih dan berkata kepada Wahsyi, “Mulai sekarang jangan perlihatkan lagi wajahmu di hadapanku.” Atas permintaan Rasulullah saw, Wahsyi pun menjauh dan tidak menampakkan diri di hadapan Rasulullah saw sampai kemudian beliau saw wafat. Sepeninggal Rasulullah saw, Wahsyi pun berkesempatan mengikuti perang melawan Musailamah. Dengan dibantu seorang sahabat dari kaum Anshar, Wahsyi berhasil membunuh Musailamah. Dengan penuh haru ia berkata, ”Saya telah membunuh manusia terbaik setelah Rasulullah saw, dan juga telah membunuh manusia paling buruk di dunia.”(12)</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Akibat dari masa lalu yang gelap, Wahsyi sampai akhir hayatnya enggan untuk berhubungan dengan kaum Muslimin. Namanya dihapus dari deretan laskar kaum Muslimin karena sikapnya yang tidak baik dan karena banyak meminum minuman keras ia pun sering dijatuhi hukuman cambukan. Umar bin Khattab berkata, “Pembunuh Hamzah tidak akan lagi mendapat pembebasan dan tidak layak masuk dalam daftar orang-orang baik.” (13)</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><b><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Istri Abu Sufyan dan Kebenciannya terhadap Hamzah</span></b></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hindun, anak perempuan Utbah memerintahkan kepada Wahsyi untuk membunuh Hamzah sebagai penebus darah ayahnya. Dan Wahsyi pun menyanggupinya. Hindun banyak membuat gelang kaki dan kalung leher dari telinga dan hidung para syuhada Islam yang gugur pada perang sebelum perang Uhud. Ia memberikan dan mengenakan semuanya itu pada Wahsyi dan meminta agar hati Hamzah diserahkan kepadanya. Mengenai perbuatan yang sangat tidak pantas dan menjijikkan ini, Abu Sufyan berkata, “Saya tidak pernah menyetujui perbuatan ini dan juga tidak pernah memerintahkannya.” Karena perbuatan buruk Hindun ini, ia mendapat julukan “pemakan hati”. Anak-anaknya pun dikenal dengan julukan anak dari si pemakan hati.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Nama Hindun semakin menjijikkan ketika ia yang notebene masih saudara sepupu Hamzah dan putri dari Utbah bin Abdul Muthalib berdiri di atas batu dan dengan penuh rasa dendam ia menguyah-nguyah hati Hamzah dan menelannya. Abu Sufyan pun ikut mendekati jasad Hamzah dan bertindak tidak senonoh tehadap mulut Hamzah. Pada saat itu Hulais bin Zabban yang kebetulan lewat di tempat itu melihat perbuatan yang tidak senonoh Abu Sufyan lalu ia berteriak, “Wahai orang-orang, lihatlah tokoh besar kabilah Quraisy ini dengan tanpa hati ia memperlakukan tidak senonoh kepada anak pamannya sendiri.” Abu Sufyan merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan berkata, “Apa yang saya lakukan ini tidak pantas kau lihat, dan ini juga bukan sebuah kesalahan besar.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><b><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Kesedihan Rasulullah atas Syahidnya Hamzah</span></b></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah saw pada perang Uhud berkali-kali menanyakan tentang keadaan pamannya. Salah seorang sahabat Rasulullah bernama Harits bin Shamah bermaksud untuk memberikan kabar kepada Rasulullah saw. Namun mengingat kondisi jenazah Hamzah yang begitu memprihatinkan, ia tidak sampai hati menyampaikannya kepada Rasulullah saw. Karena belum juga ada kabar, Rasulullah saw memerintahkan Sayidina Ali untuk mencarinya. Namun sewaktu Ali juga melihat jenazah Hamzah dalam kondisi tidak utuh lagi, ia pun terduduk disamping jenazah tersebut dengan penuh kesedihan. Beliau pun berat menyampaikan berita duka tersebut kepada Rasulullah saw</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah akhirnya mencari sendiri jasad Hamzah. Beliaupun menemukan jasad Hamzah penghulu para syuhada yang begitu mengenaskan. Beliau saw bersabda, “Tidak ada musibah yang lebih besar dari kematianmu dan tidak ada kesedihanku yang lebih sulit dari ini.” Setelah itu, beliau berkata, “Jika sekiranya Allah memberiku kekuatan, aku akan membalas kematian Hamzah dan akan kubunuh 70 orang Quraisy dan akan kupong tubuh mereka.” Pada saat itu malaikat Jibril datang dan membacakan sebuah surah yang berbunyi, <i><span style="font-family: Tahoma;">“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.”</span></i> </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah saw setelah mendengar ayat tersebut bersabda, “Saya akan bersabar dan tidak akan membalas dendam.” Rasulullah saw pun mengambil jubahnya dan menutupi wajah Hamzah. Namun jubah itu terlalu pendek bagi Hamzah. Jika jubah itu menutupi kepala maka kaki Hamzah terlihat jelas, namun jika ditarik untuk menutupi kakinya, kepalanya akan terlihat. Karenanya Rasulullah menarik jubah tersebut menutupi kepala Hamzah dan menutupi kaki Hamzah dengan rerumputan dan ilalang. Rasulullah saw bersabda, “Sekiranya perempuan-perempuan Abdul Muthalib tidak bersedih, saya akan meninggalkan dia dalam keadaan seperti ini dan membiarkan binatang-binatang padang pasir memangsa dagingnya hingga sampai hari kiamat ia akan tetap berada dalam perut mereka. Semakin besar musibah yang dihadapinya, maka akan semakin besar pula pahala yang akan didapatnya.”</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah saw berdiri beberapa saat di sisi jenazah Hamzah dan berkata, “Jibril datang di sisiku dan memberikan kabar bahwa diantara penghuni tujuh lapisan langit tertulis, Hamzah bin Abdul Muthalib asadullah wa asadur rasuluhu (17) (Hamzah bin Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya).</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;"> </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Diriwayatkan dari Rasulullah saw, “Barang siapa yang berziarah kepadaku namun tidak berziarah kepada pamanku Hamzah, sama halnya menyatakan permusuhan kepadaku.” (18)</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah saw memberikan gelar kepada Hamzah, Sayyidul Syuhada (penghulu para syuhada). Rasulullah saw begitu memuliakan kesyahidan Hamzah. Sewaktu meninggalkan bukit Uhud ingin kembali ke kota Madinah, Rasulullah saw menangis dan juga memerintahkan kepada keluarga kaum Anshar untuk pergi ke rumah Hamzah guna menangis dan meratap di sana. Kepada kaum Muslimin Rasulullah saw bersabda, “Pergilah kalian berziarah ke makam Hamzah”. Rasulullah saw pun selalu berkunjung dan menziarahi para syuhada Uhud, khususnya di makam Hamzah dan beliau selalu menyampaikan salam kepadanya.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Sewaktu kaum musyrikin meninggalkan gunung Uhud, Rasulullah saw mendekati para syuhada. Beliau tidak memandikan jenazah Hamzah dan juga para syuhada lainnya. Beliau saw bersabda, “Kuburkanlah mereka bersama dengan darah-darah mereka tanpa harus dimandikan. Saya yang akan menjadi saksi mereka.” Jenazah Hamzah adalah jenazah yang pertama kali Rasulullah saw mengumandangkan takbir empat kali atasnya. Setelah itu, beliau memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk meletakkan jenazah para syuhada lainnya di sebelah Hamzah. Rasulullah saw melakukan sholat untuk setiap syuhada. Dan khusus untuk Hamzah, Rasulullah melakukan shalat sampai tujuh puluh kali. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Atas perintah Rasulullah saw, Hamzah bersama Abdullah bin Jahasy, syuhada Uhud yang juga dimutilasi dimana telinga dan hidungnya terpotong dikuburkan dalam satu makam. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Setelah itu Rasulullah saw bersama sahabat-sahabatnya kembali ke Madinah. Haminah, putri Jahasy dan saudara perempuan Abdullah menemui Rasulullah saw. Ketika Rasulullah menyampaikan kabar mengenai kesyahidan Abdullah, Haminah berkata, <i><span style="font-family: Tahoma;">“Inna lillahi wa inna ilahi raji’un</span></i>, saya memohonkan ampun kepada Allah atas kesalahan-kesalahannya.” Setelah itu ia bertanya mengenai kabar Hamzah. Ketika mendengar kabar kesyahidan Hamzah, ia kembali mengucapkan hal yang sama dan memohon kepada Allah agar dosa-dosa keduanya diampuni-Nya</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><b><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Perempuan-perempuan Anshar dan Hamzah</span></b></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Ketika kembali dari Uhud ke Madinah, Rasulullah saw melihat perempuan-perempuan kaum Anshar menangis dan mengucurkan air mata atas kesyahidan keluarga mereka sendiri di tempat yang bernama “Bani Abdul Syahl” dan “Bani Dzapar”. Rasulullah saw pun turut bersedih melihat itu dan bertanya, “Tetapi mengapa perempuan-perempuan itu tidak menangis untuk Hamzah?” (21) Sa’ad bin Ma’adz dan Usaid bin Hadhir mendengar perkataan Rasulullah saw ini lalu kemudian mendekati perempuan-perempuan itu dan berkata, “Pergilah kalian ke masjid dan turutlah berduka atas kesyahidan Hamzah, paman Rasulullah.” Mereka pun pergi melakukan apa yang dianjurkan. Rasulullah saw bersabda, “Semoga Allah merahmati mereka, kembalilah dan janganlah kamu enggan merasakan penderitaan orang lain."(22) Rasulullah saw juga bersabda, "Semoga Allah merahmati kaum Anshar, sekarang saya mengetahui, betapa mereka memiliki kepedulian dan perasaan sepenanggungan, persilakan mereka kembali." </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Perempuan kaum Anshar sampai sekarang (kurun ketiga Hijriyah) jika ada diantara keluarga mereka yang meninggal dunia, mereka lebih dulu bersedih dan menangis atas meninggalnya Hamzah baru kemudian menangisi keluarganya sendiri. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Salam atasmu wahai paman Rasulullah dan salam Allah pula atasmu. Salam atasmu wahai yang telah gugur di jalan Allah!. Salam atasmu wahai Singa Allah dan singa Rasul-Nya! Kami bersaksi bahwa engkau telah berjihad di atas agama Allah dan telah mempersembahkan jiwa ragamu dalam membantu perjuangan Rasulullah. Semoga engkau mendapat kemuliaan di sisi Allah Swt. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Ayat 19 surah Al-Hajj turun di saat perang Uhud tengah berkecamuk, sewaktu Imam Ali dan Hamzah berhasil membunuh Syaibah, Allah Swt berfirman, <i><span style="font-family: Tahoma;">"Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka."</span></i> Sebagaimana halnya surah Ad-Dukhan ayat 16, Surah Al-Qamar ayat 45, Surah Al-Hajj ayat 55 dan Az-Zariyat ayat 45 turun berkenaan dengan perang Badar.</span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hamzah, penghulu para syuhada adalah teladan dalam hal keimanan, pengorbanan dan keberanian. Kecintaannya kepada Rasulullah dan jasanya yang besar terhadap Islam membuat namanya abadi dan akan terus hidup sepanjang sejarah. <span id="goog_378241088"></span></span></div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-75150706275584633682012-04-12T19:01:00.000-07:002012-04-12T19:01:56.960-07:00CINTA DALAM ISLAM<div style="background-color: #eeeeee; color: red;"><span style="font-size: x-large;">B</span>anyak orang berbicara tentang masalah ini tapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya secara syar’i. Dan kapan seseorang itu keluar dari batasan-batasan tadi. Dan seakan-akan yang menghalangi untuk membahas masalah ini adalah salahnya pemahaman bahwa pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan berkaitan dengan perzinahan, perkataan yang keji. Dan hal ini adalah salah. Tiga perkara ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk menjaga dan mendorong kehormatan dan kemuliaannya. Aku memandang pembicaraan ini yang terpenting adalah batasannya, penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat ini ada dalam setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari tiga hal ini sesuai dengan apa yang mereka maknai </div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;"><b> </b><br />
Cinta yaitu <i>Al-Widaad</i> yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan itu tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang diantara suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh karena itu, Rasulullah Sawmenganjurkan pada orang yang meminang untuk melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin Su’bah r.a berkata : “Aku telah meminang seorang wanita”, lalu Rasulullah Sawbertanya kepadaku : “<i>Apakah kamu telah melihatnya ?” Aku berkata : “Belum”, maka beliau bersabda : “Maka lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu pada akhirnya akan lebih menambah kecocokan dan kasih sayang antara kalian berdua”</i></div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka tentang “cinta” dan apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa cinta itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan rusak yang diantara mereka menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling duduk, bermalam, saling bercanda, saling menari, dan minum-minum, bahkan sampai mereka berzina di bawah semboyan cinta. Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah cinta. Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah Swt :</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;"><i>["Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,..."] Ali-’Imran : 14</i></div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk cinta pada syahwat ini, maka manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah tersebut dalam hadits bahwa Nabi Saw bersabda :</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;"><i>["Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian : wanita dan wangi-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat"] HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi.</i></div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah Swt tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas r.a berkata : telah bersabda Rasulullah Saw:</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;"><i>["Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pernikahan"]</i></div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rusak atau keji, maka Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan pandangan, karena ‘pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua sebab-sebab yang mengantarkan pada fitnah, dan kekejian, seperti berduaan dengan orang yang bukan mahramnya, bersenggolan, bersalaman, berciuman antara lelaki dan wanita, karena perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati Allah Swt.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya : apabila lelaki dan wanita saling pandang memandang atau berduaan atau duduk cerita panjang lebar, lalu cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta, maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya disiksanya, karena hal itu berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk menguasai hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab karena apa yang dia lakukan. Dan karena keduanya melakukan sebab-sebab yang menyampaikan pada ‘cinta’, seperti perkara yang telah kami sebutkan. Dan keduanya akan dimintai tajawab, dan akan disiksa juga dari setiap keharaman yang dia perbuat setelah itu.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan olsebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana akan dijelaskan dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam keadaan yang mutlak, sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua sebab-sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan mengantarkan pada bahaya-bahaya yang banyak, namun …..sangat sedikit mereka yang selamat.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;"><b>Rindu </b><br />
Rindu itu ialah <i>cinta yang berlebihan</i>, dan ada rindu yang disertai dengan menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu disertai kerendahan dan kehinaan.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami tentang cinta maka rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai dengan menjaga diri padanya dan menyembunyikannya dari orang-orang, maka padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam kitab <i>Haasyi’ah Marakil Falah</i> dari <i>Imam Suyuthi</i> yang mengatakan bahwa termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang yang mati dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan disembunyikan dari orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang haram sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat. Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap <i>afaf</i> (<span style="text-decoration: underline;">menjaga diri</span>) dan menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapat pahala.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;"><b>Cemburu </b><br />
Cemburu ialah <i>kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain</i> <i>dalam hak-haknya</i>, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu termasuk sifat yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki atau wanita.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan sangat marah ketika suaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab perempuan tidak akan menerima madunya karena kecemburuannya pada suami, dia senang bila diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai suaminya, dia tidak akan peduli. Kita tekankan lagi disini bahwa seorang wanita akan menolak madunya, tetapi tidak boleh menolak hukum syar’i tentang bolehnya poligami. Penolakan wanita terhadap madunya karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan dan pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan terjadi kecuali karena kelalaian dan kesesatan. Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu-ragu, dan dia yakin bahwa padanya ada semua kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap suaminya serta ketidaksenangan terhadap madunya.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari yang jelita matanya yang Allah Swt jadikan mereka untuk orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini untuk orang mukmin atau mengingkari hal-hal tersebut, karena dorongan cemburu. Maka kami katakan padanya :</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">• Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.<br />
• Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.<br />
• Bahwasanya Allah Swt telah mengkhususkan juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski kita tidak mengetahui secara rinci.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Surga merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti firman Allah Swt</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;"><i>["Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan"] As-Sajdah : 17</i></div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada apa-apa yang mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin dan mukminat dari apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan hidangan-hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya. Maka wajib bagi keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Swt yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak rela kalau mereka telanjang dan membuka tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka orang-orang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan dan keutamaan.</div><div style="background-color: #eeeeee; color: red; text-align: justify;">Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu pada keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu ‘Dayyuuts’. Sungguh ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar bin Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dari Abdullah bin Amr r.a, dari Nabi Saw bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman.</div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-17189473422734910762012-04-12T18:51:00.000-07:002012-04-12T18:51:47.236-07:00APA DUNIA ITU<span style="font-size: x-large;"> P<span style="font-size: x-small;">ada suatu hari RASULULLAH SAW,di tanya oleh seorang shohabat(tak di sebutkan namanya).Ya RASULALLAH apakah yang dinamakan dengan dunia itu?<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">maka RASULULLAH SAW Pun menjawab "<i>DUNIA ADALAH TEMPAT SESEORANG YANG TIDAK MEMEPUNYAI TEMPAT DI SYUGA.DUNIA ADALAH HARTANYA SESEORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI HARTA DI SYURGA.</i></span></span></span><i>.HANYA ORANG YANG TIDAK PUNYA AKAL SAJALAH YANG SUKA MENUMPUK NUMPUK HARTA DI DUNIA.HANYA ORANG YANG YANG TIDAK FAHAM SAJALAH YANG MAU DI SIBUKAN KESENANGAN DUNIA HANYA ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ILLMU SAJALAH YANG BERSEDIH KARENA KEHILANGAN DUNIA.HANYA ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI AKAL NURANI SAJALAH YANG MENGHINGAPI SIFAT HASUD HAYA KARENA DUNIA.HANYA ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI KEYAKINAN SAJALAH YANG MENGANGGAP DUNIA TUJUA UTAMANYA"</i><br />
<span style="font-size: x-large;">S</span>ubehanalllah wa na'udhzubillah himindzalik,semoga kita semua tidak termasuk orang-orang yang seperti itu,kita semua tahu memang dunia ini penuh dengan kemegahan,keindahan,dan kesenagan.tapi satu yang perlu kita ketahui,itu semua hanyalah bersifat fana(sementara)jadi janganlah kita semua sampai terlena akan kesenagan yang fana itu.marilah kita semua poles iman kita,dengan apa?yaitu dengan iman dn takwa.<br />
<span style="font-size: x-large;">M</span><span style="font-size: x-small;">emang </span> kehidupan dunia begitu megah dan mengiurkan,tapi kita semua perlu ingat,semua itu hanyalah sementara yang bersifat fana.jangan sampain kita semua terjerumus kedalam kefana'an tersebut,apalagi terlena sampai-sampai kita melupakan tujuan hidup kita yang hakiki yaitu mencari bekal tuk akhirat,yang mana akhirat merupakan hidup yang hakiki.sebagaimana yang ALLOH AWT firmankan dalam AL QUR'an surah yang artinya:"bermegah megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk kedalam kubur,janganlah begitu,kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu itu.dan janganlah begitu kelak kamu akan mengetahui,janganlah begitu jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,niscaya kamu akan melihat neraka jahim.dan sesungguhnya kamu akanmelihatnya dengan ainul yaqin, kemudian kamu pasti ditanyai tentang kenikmatan yang kamu megah megahkan didunia itu"<br />
FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-89883095756374459502012-03-29T01:33:00.000-07:002012-03-29T01:33:18.790-07:00PERNIKAHAN DALAM ISLAM<div style="text-align: center;"> <span style="background-color: #d5a6bd;"> </span><span style="background-color: #d5a6bd; color: lime;"> </span><span style="background-color: #d5a6bd; color: blue; font-size: x-large;">P</span><span style="background-color: #d5a6bd; color: blue;">ernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal.</span><br />
<div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat "ijab dan qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim".</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho" atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai "Mitsaqon gholizho". Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya : "Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat "Mitsaqon gholizho"." (Q.S An-Nisaa : 21).</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">II. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">III. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi, walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Sebaiknya sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk memastikan dengan benar, bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila yang mengidap penyakit berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa karena dengan sengaja menularkan penyakit kepada pasangannya.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Lalu apa yang harus dilakukan keduanya (suami-istri) dalam mengarungi bahtera rumah tangga? Bila suatu pernikahan dilandasi mencari keridhaan Allah SWT dan menjalankan sunnah Rosul, bukan semata-mata karena kecantikan fisik atau memenuhi hasrat hawa nafsunya, maka Allah akan menjamin kehidupan rumah tangga keduanya yang harmonis, penuh cinta, dan kasih sayang, seperti firman Allah dalam Q.S Ar-Rum : 21, sebagaimana yang sering kita dengar.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (Ar-Ruum : 21)</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Keterangan : </div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">- Istri-istri dari jenismu sendiri (berpasang pasangan), yaitu mempunyai ukuran yang sama, ukuran dalam bidang tujuan, ilmu, rohani, dll. Serta masing-masing dapat dengan baik memahami fungsinya, serta menjalankan kewajiban dan haknya dengan baik. Suami sebagai imam dalam rumah tangga, dan istri sebagai wakilnya.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Masa awal berumah tangga, dimana kita harus dapat menyamakan pandangan dengan cara beradaptasi dengan pasangan masing-masing, serta meningggalkan sifat individual.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">- Tentram, yaitu suatu masa berumah tangga dimana kita sudah saling memahami sifat pasangan masing-masing, serta mulai timbul perasaan tentram, seiring dan sejalan dalam mewujudkan tujuan berumah tangga.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">- Cinta, hal ini adalah tahap selanjutnya yang kita rasakan pada pasangan kita, dimana kita mencintai tidak hanya didasarkan atas keadaan fisik atau ekonomi semata, ataupun keadaan luar saja, tetapi telah timbul perasaan mencintai yang dalam, karena Allah SWT, yang tidak tergoyahkan oleh godaan-godaan yang ada. </div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">- Rahmah, adalah tahap akhir yang merupakan buah final dari semua perasaan, dimana pada tahap ini, kita benar-benar menjalankan pernikahan tanpa adanya halangan yang mengganggu, dan dapat terus berpasangan menuju ridho Allah SWT.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Tapi mengapa banyak sekali rumah tangga yang hancur berantakan padahal Allah telah menjamin dalam surat diatas? Hal ini tentunya ada kesalahan pada sang istri atau suami atau keduanya melanggar ketentuan Allah SWT.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Allah menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya menjalankan hak dan tanggung jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah, itulah yang akan dicatat sebagai ibadah.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">"Perjanjian Berat" Ijab Qobul, juga sebagai pemindahan tanggung jawab dari orang tua kepada suami. Pengantin laki-laki telah menyatakan persertujuannya atau menjawab ijab qobul dari wali pengantin perempuan denga menyebut ijab qobulnya. Itulah perjanjian yang amat berat yang Allah SWT ikut dalam pelaksanaannya. Hal ini sering dilupakan pasangan suami istri dan masyarakat.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Tanggung jwab yang berpindah tangan. Tanggung jawab wali terhadap seorang wanita yang dipindahkan kepada seorang laki-laki yang menikahi wanita tersebut, antara lain:</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">1. Tanggung jawab memberi nafkan yang secukupnya, baik lahir maupun batin,</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">2. Tanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang selayaknya,</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">3. mendidik akhlak dan agama dengan baik,</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">4. mengayomi, melindungi kehormatan dan keselamatan istrinya.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Setelah ijab qobul, suami menjadi pemimpin dalam rumah tangga yang akan menentukan corak masa depan kehidupan dalam rumah tangganya (suami sebagai imam).</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Dengan aqad nikah, Allah SWT memberikan kehormatan kepadanya untuk menjalankan misi yang mulia.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">Bismillahirrochmaanirrochiim.</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;"><br />
</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">1. Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada keduanya Allah memeperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-Nisaa : 1)</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">2. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur : 32)</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">3. Dan orang-orang yang tidak mampu berkawin hendaklah menjaga kesucian(dari)nya. Sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya. (An-Nuur : 33)</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">4. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum : 21)</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">5. Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhammu Maha Kuasa. (Al-Furqaan : 54)</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">6. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dari padanya Dia menciptakan istrinya agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya istrinya itu mengandung kandungan yang ringan dan teruslah dia merasa ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah Tuhannya seraya berkata "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (Al-Araaf :189)</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">7. Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya. (Ar-Rad : 8)</div><div style="background-color: #d5a6bd; color: #666666;">8. kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapapun yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapapun yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki) dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Asy-Syuura : 49-50)</div></div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-64777851351172318892012-03-29T01:08:00.000-07:002012-03-29T01:08:37.557-07:00BUDAYA INDONESIA YES,BARAT NO<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-7NNRQRddQkE/T3QVaHWai0I/AAAAAAAAADA/XF607mo7qWs/s1600/220px-Presiden_Sukarno.jpg.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-7NNRQRddQkE/T3QVaHWai0I/AAAAAAAAADA/XF607mo7qWs/s1600/220px-Presiden_Sukarno.jpg.png" /></a></div><b><span style="font-size: x-large;"> j</span></b>ika kita semua berbicara tentang budaya barat,tentu kita tidak lupa dengan gaya kepemimpinana Presiden RI yang pertama yaitu Bp.Presiden soekarno hatta,beliau pada era kepemimpinanya amatlah benci dengan kebudayaan barat AS(Amerika Serikat).<br />
jelas beliau benci kita semua tahu bagaimana gaya hidup Dan budaya mereka, MASYAALLOH begitu tidak mempunyai ektika dan moral bukan?bagaimana tidak budaya barat saya sebut sebagai budaya yang tidak bermoral,lihat gaya mereka berpakaian,berbicara dan bergaul,amat menyimpang dari ajaran tauhid kita(ISLAM),lihat gaya berpakaian mereka yang harusnya menutup aurat malah mengumbar aurat,ASTAUGHFIRULLAH...justru inilah yang disukai orang Indonesia sekarang terutama kaum wanita,kita lihat artis,model,tidak usah jauh-jauh,kita lihat disekeliling kita para pelajar putri,bahkan sntri putri mereka tak lepas dari gaya budaya barat padahal mereka semua merupakan generasi penerus muslimah indonesia.jika mereka seperti itu?lalu bagaimana dengan keturunan mereka?jelas akan lebih parah lagi,buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya,begitu juga dengan kebiasaan ini,akan menurun ke generasi selanjutnya bahkan lebih parah lagi..MasyaALLOH Na'udzubillahmindzalik.<br />
<span style="font-size: x-large;">K<span style="font-size: small;">ita kembali pada massa kepresidenan soekarno </span></span><a href="http://www.blogger.com/">fahmi religion program</a><span style="font-size: x-large;"><span style="font-size: small;">hatta,budaya kita orang Indonesia pada saat itu amatlah santun,bermoral,dan berektika.baik dari berpakaian,bergaul dengan lawan jenis,dan sopan santun masyaALLOh begitu luar biasa.asal kita tahu tekhnologi-tekhnologi orang-orang barat merupakan illmu kita orang islam yang mereka curi dari kita,semua itu merukan hasil olah pikiran ulama-ulama salafi kita dulu.jadi marilah kita rebut kembali apa yang menjadi hak kita,bagaimana caranya?yaitiu dengan cara memerangi budaya mereka,yaitu dengan membangkitkan kembali budaya asli kita dulu dan menumpas habis budaya barat baik dari pakaian dan gaya hidup kita.memang jika kita semua fikir memang sulit untuk keluar dari kebudayaan barat ini</span></span>,hampir semua kegiatan kita tidak lepas dari budaya barat bukan hanya dari pakaian saja tapi juga internet,twitter,dan facebook yang menjadi gandrungan pemuda pemudi Indonesia itu juga budaya barat.disini saya bukan berarti mengharamkan dan melarang itu semua, ini juga merupakan kemajuan yang mana kita sebagai orang islam tidak boleh tertinggal zaman.semua itu(facebook,twitter,dan internet)merupakan jajahan orang-orang Yahudi Nasrani secara halus kepada Akidah masyarakat indonesia yang mayoritas muslim.,mereka merusak fikiran kita melalui teknologi internet,dengan internet kita bisa melakukan dan mencari berbagai hal yang kita suka terutama hal-hal negativ seperti melihat gambar-gambar,video yang tidak layak dilihat oleh pelajar,semua itu sedikit demi sedikit merusak pola fikir kita,moral kita,akhlakulkarimah kita.mari kita lawan balik mereka dengan dunia maya pula,yaitu menggunakan dunia maya menjadi media kita berdebat agam,berdakwah,dan bertukar pendapat,itulah salah satu cara untuk melawan mereka yang menyerang kita dari sisi dunia maya.<br />
<span style="font-size: x-large;">J<span style="font-size: small;">ika berbicara tentang penggunakan dunia maya,seharusnya pemerintah meniru Negara china,yaitu mana pemerintah negara china membatasi atau memblokir Dunia maya dengan orang-orang barat AS.jadi tidak sembarang orang suka suka menggunakan internet tuk mencari situs situs yang tidak layak kita lihat</span></span> terutama seorang pelajar.di sini pemerintah harus berani meniru pemerintah china yang melakukan pembatasan internet dengan AS.Pemerintah harus berani menentang dan anti AS seperti apa yang dilakukan presiden RI pertama Bp.soekarno hatta yang sellu menentang AS,agar tercipta budaya asli kita yang bermoral bukan budaya barat yang bejat dan tak bermoral itu,kita sebagai pemuda dan pemudi penerus agama dan negara berani menentang mereka dan befikir,bertindak dewasa.Jangan mau kita terus di sesatakn dengan gaya hidup mereka yang seperti bintang,yang bergaul lawan jenis bebas seperti binatang,yang berpakaian seperti orang-orang gila!marilah kita semua bercita cita menjadi seorang presiden.,presiden yang memimpin melawan budaya barat tersebut,seperti apa yang di lakukan dan di contohkan Bp.presiden Soekarno Hatta.Mari kita dengan ALLOH HUAKBAR3x...kita lawanbrantas budaya barat dari tanah pertiwi ini,dan bankitkan kembali budaya kita Indonesia yang bermoral dan beragama.!!!ayo!!kita Islam,Islam adalah agama yang kuat jagan mau dikalahkan dan di permainkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani...FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-28492255928258900422012-03-27T21:46:00.000-07:002012-03-27T21:46:16.237-07:00CINTA DALAM ISLAM<div style="text-align: center;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: x-large;"> <span style="color: red;"> <span style="color: black;"> </span><span style="color: lime;"> </span></span><span style="color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; font-size: small;"><span style="background-color: magenta;"> B</span></span></span></span><span style="color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; font-size: small;"><span style="background-color: magenta;">anyak orang berbicara tentang masalah ini tapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya secara syar’i. Dan kapan seseorang itu keluar dari batasan-batasan tadi. Dan seakan-akan yang menghalangi untuk membahas masalah ini adalah salahnya pemahaman bahwa pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan berkaitan dengan perzinahan, perkataan yang keji. Dan hal ini adalah salah. Tiga perkara ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk menjaga dan mendorong kehormatan dan kemuliaannya. Aku memandang pembicaraan ini yang terpenting adalah batasannya, penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat ini ada dalam setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari tiga hal ini sesuai dengan apa yang mereka maknai.</span></span> </div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><br />
</span><span style="font-size: small;">Cinta yaitu <i>Al-Widaad</i> yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan itu tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang diantara suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh karena itu, Rasulullah Sawmenganjurkan pada orang yang meminang untuk melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin Su’bah r.a berkata : “Aku telah meminang seorang wanita”, lalu Rasulullah Sawbertanya kepadaku : “<i>Apakah kamu telah melihatnya ?” Aku berkata : “Belum”, maka beliau bersabda : “Maka lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu pada akhirnya akan lebih menambah kecocokan dan kasih sayang antara kalian berdua”</i></span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka tentang “cinta” dan apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa cinta itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan rusak yang diantara mereka menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling duduk, bermalam, saling bercanda, saling menari, dan minum-minum, bahkan sampai mereka berzina di bawah semboyan cinta. Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah cinta. Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah Swt :</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><i>["Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,..."] Ali-’Imran : 14</i></span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk cinta pada syahwat ini, maka manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah tersebut dalam hadits bahwa Nabi Saw bersabda :</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><i>["Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian : wanita dan wangi-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat"] HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi.</i></span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah Swt tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas r.a berkata : telah bersabda Rasulullah Saw:</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><i>["Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pernikahan"]</i></span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rusak atau keji, maka Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan pandangan, karena ‘pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua sebab-sebab yang mengantarkan pada fitnah, dan kekejian, seperti berduaan dengan orang yang bukan mahramnya, bersenggolan, bersalaman, berciuman antara lelaki dan wanita, karena perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati Allah Swt.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya : apabila lelaki dan wanita saling pandang memandang atau berduaan atau duduk cerita panjang lebar, lalu cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta, maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya disiksanya, karena hal itu berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk menguasai hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab karena apa yang dia lakukan. Dan karena keduanya melakukan sebab-sebab yang menyampaikan pada ‘cinta’, seperti perkara yang telah kami sebutkan. Dan keduanya akan dimintai tajawab, dan akan disiksa juga dari setiap keharaman yang dia perbuat setelah itu.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan olsebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana akan dijelaskan dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam keadaan yang mutlak, sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua sebab-sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan mengantarkan pada bahaya-bahaya yang banyak, namun …..sangat sedikit mereka yang selamat.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><b>Rindu</b><br />
Rindu itu ialah <i>cinta yang berlebihan</i>, dan ada rindu yang disertai dengan menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu disertai kerendahan dan kehinaan.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami tentang cinta maka rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai dengan menjaga diri padanya dan menyembunyikannya dari orang-orang, maka padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam kitab <i>Haasyi’ah Marakil Falah</i> dari <i>Imam Suyuthi</i> yang mengatakan bahwa termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang yang mati dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan disembunyikan dari orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang haram sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat. Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap <i>afaf</i> (<span style="text-decoration: underline;">menjaga diri</span>) dan menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapat pahala.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><b>Cemburu </b><br />
Cemburu ialah <i>kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain</i> <i>dalam hak-haknya</i>, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu termasuk sifat yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki atau wanita.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan sangat marah ketika suaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab perempuan tidak akan menerima madunya karena kecemburuannya pada suami, dia senang bila diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai suaminya, dia tidak akan peduli. Kita tekankan lagi disini bahwa seorang wanita akan menolak madunya, tetapi tidak boleh menolak hukum syar’i tentang bolehnya poligami. Penolakan wanita terhadap madunya karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan dan pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan terjadi kecuali karena kelalaian dan kesesatan. Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu-ragu, dan dia yakin bahwa padanya ada semua kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap suaminya serta ketidaksenangan terhadap madunya.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari yang jelita matanya yang Allah Swt jadikan mereka untuk orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini untuk orang mukmin atau mengingkari hal-hal tersebut, karena dorongan cemburu. Maka kami katakan padanya :</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">• Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.<br />
• Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.<br />
• Bahwasanya Allah Swt telah mengkhususkan juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski kita tidak mengetahui secara rinci.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Surga merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar ole</span></div><div style="color: black; text-align: center;"><span style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; font-size: small;">terbetik dalam hati manusia, seperti firman Allah Swt</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><i>["Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan"] As-Sajdah : 17</i></span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada apa-apa yang mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin dan mukminat dari apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan hidangan-hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya. Maka wajib bagi keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Swt yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak rela kalau mereka telanjang dan membuka tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.</span></div><div style="background-color: magenta; color: black; font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka orang-orang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan dan keutamaan.</span></div><div style="background-color: magenta; color: red; text-align: center;"><span style="color: lime;"><span style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; font-size: small;"><span style="color: black;">Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu pada keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu ‘Dayyuuts’. Sungguh ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar bin Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dari Abdullah bin Amr r.a, dari Nabi Saw bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan keluarganya dala</span>m kekejian at</span>au ker</span>usakan, dan keharaman.</div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-37479652330367616702012-03-24T20:23:00.000-07:002012-03-24T20:23:58.088-07:00ORANG ORANG YANG MATI SYAHID<span style="font-size: x-large;">J</span>ika kita berbicara mati syahid,SUBEHANALLAH..amat kita dambakan bukan?siapa yang tidak ingin mati dalam keadaan syahid.mati syahid merupakan matinya seorang musliem dalam medan pertempuran dalam membela aqidah islam,dan mati didalam medan tersebut.<span style="font-size: x-large;">g</span>olongan orang yang mati syahid selain dijalan ALLOH ada tujuh yaitu:<br />
<br />
<ol><li>Orang yang mati sebab penyakit perut.</li>
<li>Orang yang mati sebab tengelam</li>
<li>Orang yang mati sebab penyakit lambung</li>
<li>Orang yang mati penyebab penyakit tho'un</li>
<li>Orang yang mati sebab terbakar dalam api</li>
<li>Orang yan mati sebab tertimbun reruntuhan</li>
<li>Orang wanita mati sebab melahirkan,Rasulullah SAW bersabda:"Brang siapa yang di bunuh karena menjag hartanya,maka ia termasuk orang yang mati syahid.Barang siapa yang di bunuh karena membala diri,maka ia termasuk orang yang mati syahid.Barang siapa yang dibunuh karena membela agamanya,maka ia termasuk orang yang mati syahid,Barang siapa yang di bunuh karena membela keluwarganya ,maka ia termasuk orang yang mati syahid"<span style="font-size: large;">J</span>adi orang yang tergolonh mati syahid bukan sangit tentunya,tidak harus kita berperang untuk meraih derajat syahid.betul!? </li>
</ol><ol></ol>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-8701508385997926942012-03-24T19:48:00.000-07:002012-03-24T19:48:44.624-07:0020 MUSUH IBLIS<span style="font-size: x-large;">P</span>ada sutu hari RAsulullah SAW bertanya kepada iblis"berapa musuh musuhmu dari golonganku?"maka iblispun menjawab"musuh musuhku ada 20 yaitu":<br />
<br />
<ol><li>Engkau wahai Muhammad SAW sungguh aku sangat marah padamu dan kluwargamu</li>
<li>Orang alim yang mengamalakn ilmunya dan oarang orang yang berbuat kebaikan</li>
<li>Orang yang hafal AL-Quar'an ketiaka mengamalkan isi kandungannya </li>
<li>MUa'dzin yang mengumandangkan adzan dalam sholat lima waktu karena ALLOH SWT</li>
<li>Orang yang menci ntai orang orang fakir,oramg orang miskin,dan anak yatim</li>
<li>Orang yang memiliki kasih sayang</li>
<li>Orang yang rendah diri untuk kebenaran</li>
<li>Pemuda yang taat beribadah mulai dari kecil sampai dewasa</li>
<li>Orang yang selalau memakan barang halal</li>
<li>Orang muda yang saling menyayangi karena ALLOH AWT</li>
<li>Orang yang selalau melaksanakan sholat berjama'ah</li>
<li>Orang yang melaksanakan sholat dimalam hari disaat manusia tertidur</li>
<li>Orang yang menjaga dirinya dari hal hal yang diharomkan</li>
<li>Orang yang mau menasehati (mendo'akan)saudara saudaranya sedangkan hatinya hatinya tidak menyimpan kejelekan</li>
<li>Orang yang selalau menjaga wudlu'(kesucian)</li>
<li>Orang yang dermawan</li>
<li>Orang yang berbudi pekerti baik</li>
<li>Orang yang menyalkini bahwa ALLOH SAW telah menanggung rizqinya</li>
<li>Orang yang mau berbuat baik kepada perempuan janda yang faqir</li>
<li>Orang yang mau mempersiapakan diri untuk menyambut kematian dengan memperbanyak amal kebaikan(ibadah) </li>
</ol>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-64436102446575121782012-03-24T19:25:00.001-07:002012-03-24T19:25:59.425-07:0010 TEMAN IBLIS1.10 TEMAN IBLIS ANTARA<br />
<div> </div><div> <span style="font-size: large;">S</span>uatu hari Rasulullah SAW bertanya kepada iblis"Berapa kekasih mu dari golongan umatku?"</div><div>maka iblispun menjawab,kekasihku ada 10 golongan,yaitu: </div><div><ol><li>penguasa yang mendzolimi rakyatnya</li>
<li>Orang yang sombong</li>
<li>Orang yang kaya yang tidak mau memperdulikan darimana ia mencari harta dan dimana ia membelanjakannya.</li>
<li>Orang alim yang membenarkan atau membela penguasa yang dhzolim</li>
<li>Pedagag yang curang</li>
<li>Penimbun barang </li>
<li>Orang yang berbuat zina</li>
<li><span style="text-align: left;">Pemakan riba</span></li>
<li><span style="text-align: left;">Prang bahil yang tidak mau memperdulilakn darimana ia mendapatkan harta</span></li>
<li><span style="text-align: left;">Peminum khomr/arak </span></li>
</ol></div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-71445875086159942242012-03-18T07:23:00.000-07:002012-03-18T07:23:39.477-07:00ALAM KANDUNGAN<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">1.ALAM KANDUNGAN</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> <span style="font-size: x-large;">Y<span style="font-size: small;">aitu<span style="font-family: inherit;"> waktu di mana manusia masih dalam kandungan ibu,inilah awal terciptanya manusia,ALLO SWT menciptakan manusia dari sari pati tanah,dari sari pati itu ALLOH ciptakan mani yang di simpan dalam tempat yang kokoh yaitu di dalam rahim wanita.</span></span></span> </span>kemudian dari mani itu ALLOH ciptakan segumpal darah,dari segumpal darah tersebut ALLOh jadikan segumpal daging,dari segumpal daging itu ALLOH jadikan tulang belulang,lalu tulang belulang itu ALLOH bungkus dengan daging.na itulah ALLOH proses di mana ALLOH menciptakan atau membentuk manusia yang awalnya dari sari pati tanah yang mana ALLOH jadikan mani,dan membentuknya menjadi manusia.Didalam kandungan manusia yang masih berbebtuk janin sudah mempunyai kehidupan,dan di dalam kandunga manusia di situ amatlah sempit dan gelap sehingga belum tahu kondisi dan situasi.ALLOH SWT meniupkan ruh ke dalam janin yaitu pada saat janinn tersebut sudah berusia 120 hari,yatu ketika berwujud serekat daging,setelah itu ALLOH mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada embrio tersebut dan pada saat itu pula ALLOH menetapkan empat perkara:<br />
*Menuliskan ketetapan rizkinya<br />
*Menetapkan ajalnya<br />
*Menetapkan amalnya dan<br />
*Menetapkan menjadi orang celaka atau bahagia<br />
<span style="font-size: x-large;">S<span style="font-size: small;">etelah susah payah sang bunda mengandungnya selama sembilan bulan maka tibalah saat dimana janin tersebut melihat dunia<span style="font-family: inherit;"> dalam wujud yang lemah,tak punya daya apapa,tak punya harta.maka manusia akanmengalami fase kehidupan yang kedua,yaitu menjalani kehidupan yang fana ini.</span></span></span>jadi marialah kita ingat akan betapa susahnya seorang ibu yang mengandung kita selama sembialan bulan tanpa lelah,keluh kesah,dan tanpa pamrih...SUBEHANALLAh amat mulianya seorang anak yang sangat berbakti pada dua orang tuanya terutaman seorang ibu,dan amat nista dan durhakanya seorang anak yang membangkang orang tuanya apalagi membuar seorang ibu menangis.Marialah kita semua menjadi anak yang berbakti kepada orang tua kita terutaman seorang ibu,jika kita ingin mendapatkan ridho dari ALLOH SWT maka yang pertama kal;i kita lakukan yaitu mencari ridho orang tua terutama seorang ibu,yang menjadi pahlawan dan malaikat tuk kita semua di dunia yang fana ini.FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-83008545998494381652012-03-13T18:26:00.001-07:002012-03-13T18:26:36.280-07:00FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-11329267914003105212011-11-18T00:09:00.000-08:002011-11-18T00:09:47.781-08:00SEPULUH SHOHABAT YANG DIJAMIN MASUK SYURGA<div style="color: blue; text-align: right;">Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (<em>Asratul Kiraam</em>).</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>1. Abu Bakar Siddiq ra.</strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut : “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadiets.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>2. Umar Bin Khatab ra.</strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>3. Usman Bin Affan ra.</strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>4. Ali Bin Abi Thalib ra.</strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>5. Thalhah Bin Abdullah ra. </strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>6. Zubair Bin Awaam </strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>7. Sa’ad bin Abi Waqqas </strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>8. Sa’id Bin Zaid</strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi’.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>9. Abdurrahman Bin Auf</strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’.</div><div style="color: blue; text-align: right;"><strong>10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah</strong></div><div style="color: blue; text-align: right;">Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum MusLIM</div><div style="color: blue; height: 35px; text-align: right;"> <span></span></div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-63719392339584335162011-11-18T00:05:00.000-08:002011-11-18T00:05:20.343-08:00PAHLAWAN PERANG BADAR<span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Di antara sahabat Nabi saw yang terkenal paling pemberani adalah paman beliau sendiri, Hamzah bin Abdul Muthalib. Beliau seorang lelaki Arab yang paling berani, pejuang yang pantang mundur, dan komandan perang Islam yang cerdas dalam beberapa peperangan yang sangat menentukan masa depan Islam, seperti perang Badar dan Uhud. Dengan keahlian perangnya yang mumpuni, dia menjadi salah seorang penentu kemenangan perang Badar dengan beberapa sahabat Nabi lainnya yang gagah berani, meskipun saat itu jumlah pasukan kaum Muslimin sedikit. </span> <br />
<div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hamzah senantiasa berada di sisi kemenakannya sendiri, Nabi Muhammad saw dan di saat tersulit pun ia selalu setia membela risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Pemimpin dan pembesar Quraisy takut dan khawatir akan keberanian beliau. Dan ketakutan itu membuat mereka tidak punya nyali untuk mencegah laju dakwah Rasulullah saw. Sehingga bisa dikatakan, Hamzah memainkan peran penting dalam mempertahankan dan menjaga Islam serta membela Nabi demi keberlangsungan dan keabadian ajaran suci Islam. </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Selama di Mekkah, Hamzah membantu Rasulullah saw di saat-saat genting dengan sepenuh jiwa. Beliau rela berkorban dan tak segan-segan menjadikan dirinya sebagai tumbal saat berhadapan langsung dengan kaum musyrikin</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Beliau adalah putra Abdul Muthalib dan paman Rasulullah saw. Beliau lahir pada tahun keempat sebelum peristiwa pasukan gajah (Tahun Gajah) di kota Mekkah. Di tengah masa Jahilah dan tersebarnya akidah syirik pada penduduk Hijaz, beliau tetap berpegang pada ajaran lurus Nabi Ibrahim dan dikenal sebagai pemuda yang senantiasa memberikan perlindungan kepada orang-orang lemah</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">. </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Ayahnya adalah Abdul Muthalib dan ibunya anak perempuan dari Amru bin Zaid bin Lubaid yang bernama Salmi. </span></div><div style="text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Saudara Sepersusuan Rasulullah saw</span></strong></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hamzah sangat dekat dengan Nabi saw. Kedekatan ini tidak hanya dari sisi spiritual namun juga dari sisi material. Tsubah, budak Abu Lahab pernah menyusui Hamzah dan sewaktu menyusui anaknya yang bernama Masruh, ia juga menyusui Nabi saw selama beberapa hari. (1) Sehingga dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Hamzah dan Nabi adalah saudara sepersusuan</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Sewaktu Nabi saw memulai menyebarkan ajaran sucinya dan masyarakat secara bertahap menerima ajaran tauhid dan pesan-pesan Al-Qur’an, Hamzah pun sebenarnya telah mengetahui dan tertarik dengan kebenaran ajaran Ilahi dan dakwah kemenakannya, Muhammad saw. Namun demi kemaslahatan saat itu ia belum menampakkan keimanan dan keyakinannya. Ia seolah menunggu moment yang tepat untuk menunjukkan ketertarikan dan kecintaannya terhadap Islam dan Nabi Muhammad saw serta mendukung risalah Ilahi secara terang-terangan</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Karena Hamzah hidup bersama kaum musyrikin maka ia mengetahui pelbagai konspirasi mereka terhadap Nabi saw. Hal itulah yang membuatnya semakin tergugah dan tegar untuk membela Rasul saw. Setiap dakwah Islam semakin bertumbuh dan jumlah kaum Muslimin semakin bertambah maka perlawanan kaum musyrikin pun semakin hebat. Keteguhan dan ketegaran Nabi saw di jalan kebenaran dan syariat Ilahi begitu menggugah perasaan Hamzah. Beberapa tahun setelah masa pengangkatan Nabi berlalu, terbuka kesempatan bagi Hamzah untuk menunjukkan keimanan dan akidahnya. Sebagian mengatakan bahwa Hamzah masuk Islam pada tahun kedua pasca <em><span style="font-family: Tahoma;">bi’tsah</span></em> (masa pengangkatan Nabi), sebagiannya lagi menyakini pada tahun keenam pasca <em><span style="font-family: Tahoma;">bi’tsah</span></em>. Kisah mengenai masuk Islamnya beliau sangat menarik</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">:</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Setelah pengangkatan Muhammad saw menjadi Nabi, Hamzah juga mengucapkan syahadat dengan menyakini keesaan Allah Swt dan kebenaran agama yang dibawah oleh putra saudaranya. Setelah Hamzah masuk Islam, kaum Quraisy mengajukan beberapa permintaan/usulan kepada Rasulullah saw. Sebab mereka sadar bahwa laki-laki yang paling berani kini telah menyatakan keimanannya di hadapan Nabi saw, sehingga karena itu mereka tak lagi dapat mengharapkan dukungannya. Namun Nabi saw tak memenuhi satupun dari permintaan mereka. </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Usai Abu Jahal menyampaikan pidatonya di tengah-tengah Kabilah Quraisy, mereka memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Suatu hari Abu Jahal melihat Nabi di bukit Safa, lalu ia memaki Rasul. Nabi tetap saja berjalan menuju ke rumah beliau tanpa memperdulikan makian Abu Jahal. Budak Abdullah bin Jad’an yang menjadi saksi mata atas peristiwa tersebut melaporkannya kepada Hamzah. Tanpa berpikir panjang dan memikirkan akibatnya, Hamzah memutuskan untuk membalas perlakukan buruk yang didapat oleh kemenakannya. Di tengah perjalanan ia menemui Abu Jahal yang berada di tengah kerumunan orang-orang Quraisy. Tanpa memberikan kesempatan kepada yang lain untuk berbicara, ia mendekati Abu Jahal dan langsung menghantam kepalanya dengan cambuk, sehingga kepala Abu Jahal bersimbah darah. Hamzah pun berkata, “Berani kau menghina Rasulullah? Saya beriman dengan apa yang dikatakannya dan akan mengikuti jalan kemanapun dia pergi. Jika kau berani, silakan berhadapan denganku!” Dengan menghadap kepada orang-orang Quraisy, Abu Jahal berkata, “Saya telah berbuat buruk pada Muhammad, dan wajar Hamzah marah.” (2)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Ketika penyiksaan kaum Musyrikin kepada pengikut Nabi Muhammad saw semakin menjadi-jadi, beberapa sahabat beliau berhijrah ke Habasyah. Tidak berapa lama kemudian Nabi saw pun akhirnya memutuskan untuk berhijrah ke Madinah. Beberapa kelompok kaum Muslimin Yatsrib bertemu dengan Nabi saw di Mina saat mereka melaksanakan ibadah haji. Mereka berjanji bahwa jika sekiranya Rasulullah saw dan kaum Muslimin lainnya berhijrah ke Madinah maka mereka akan memberikan perlindungan terhadap umat Islam yang teraniaya tersebut. </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Demi kelancaran pertemuan dan keberlangsungan perjanjian tersebut, Hamzah melindungi dan menyembunyikan pertemuan tersebut dari kaum Musyrikin. Akhirnya, setelah satu dua tahun kemudian kaum Muslimin mendapat kesempatan dan peluang untuk berhijrah. Sebelum Rasulullah saw berhijrah, beberapa kelompok terlebih dahulu berhijrah ke Yatsrib dan Hamzah ikut di antara mereka. Setibanya di Madinah, mereka menunggu detik-detik kedatangan Nabi saw.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Akhirnya Nabi saw hijrah ke Madinah. Hijrah Nabi saw ini membuat kekuatan umat Islam semakin bertambah, sekaligus membuat permusuhan kaum Musyrikin melemah. Sampai akhirnya umat Islam dan kaum musyrikin saling berhadap-hadapan pada perang Badar. Pada perang yang pertama kali ini Sayyidina Hamzah mendapat gelar <em><span style="font-family: Tahoma;">asadullah wa asadurrasul</span></em> (singa Allah dan Rasul-Nya). Saat itu beliau diserahi amanah oleh Rasulullah untuk menjadi komandan perang dimana bendera perang ada di tangannya. Hamzah memimpin pasukan Islam yang hanya berjumlah 30 orang untuk berhadapan dengan 300 orang dari laskar Quraisy. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan, tahun pertama hijriyah. Meskipun tidak terjadi kontak fisik antara kedua kubu namun Hamzah merasa terhormat dan bangga ketika ditunjuk oleh Nabi sebagai pimpinan pasukan.</span></div><div style="text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Epik kepahlawanan dalam Peperangan </span></strong></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Perkembangan dakwah Islam yang pesat membuat kaum Quraisy semakin murka dan semakin meningkatkan penyiksaan dan permusuhan mereka terhadap umat Islam. Bahkan Abu Lahab, paman Nabi saw dan istrinya berkali-kali bersikap buruk terhadap Rasulullah saw, utamanya ketika mereka bertetangga dengan beliau. Nabi saw tidak mampu berbuat apa-apa ketika kepala dan wajah beliau dilempari berbagai kotoran dan sampah serta kotoran kambing. Hamzah pun membalas tindakan setimpal yang dilakukan oleh Abu Lahab.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Sariyah (perang yang tidak diikuti Nabi saw) pertama: Rasulullah saw berhijrah dari Mekah ke Madinah pada hari Senin 12 Rabiul Awal dan bendera pertama Rasulullah saw yang berwarna putih, pada bulan Ramadhan, awal bulan ketujuh tahun pertama Hijriyah, diserahkannya kepada Hamzah, pamannya. Abu Marshad Kannas bin Hushain Ganawi, termasuk orang pertama yang masuk Islam dan sekaligus teman sebaya Hamzah, mengikatkan bendera itu di pundaknya. Rasulullah saw mengutus Hamzah dengan 30 sahabat Muhajirin menuju ke medan perang untuk menghadapi 300 orang pasukan Quraisy. Pasukan Quraisy ini dipimpin oleh Abu Jahal. Saat itu pasukan musuh telah melakukan perjalanan dari Syam dan ingin kembali ke Mekah. Di salah satu desa di tepi laut merah dua pasukan ini bertemu. Mujaddi bin Amru Jahni yang memiliki hubungan baik dengan kedua belah pihak menjadi mediator dan berusaha keras agar kedua kelompok berunding dan mencegah terjadinya peperangan. </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Pada bulan Safar tahun awal Hijriyah, Rasulullah saw ikut serta dalam <em><span style="font-family: Tahoma;">Ghazwah</span></em> Abwa (perang yang diikuti Nabi saw) Abwa untuk pertama kalinya. Abwa adalah tempat yang berjarak 37 km di antara Mekah dan Madinah (3). Saat itu beliau memberikan bendera putih kepada Hamzah. Dalam <em><span style="font-family: Tahoma;">Ghazwah</span></em> ini, Rasulullah saw bertekad untuk menghadapi kafilah Quraisy, namun beliau tidak bertemu langsung dengan pasukan musuh</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Pada bulan Jumadil Akhir tahun kedua Hijriyah, Rasulullah saw berangkat menuju Gazhwa Dzul’asyirah dan lagi-lagi beliau memberikan bendera putih kepada Hamzah. Beliau bergerak bersama 150 pasukan sukarelawan Muhajirin. Kelompok pasukan ini memiliki 30 ekor unta dan mereka saling bergantian mengendarainya. Ketika Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya tiba di Dzul’asyirah, pasukan kaum kafir Quraisy telah melewatinya sejak beberapa hari sebelumnya. Ketika kembali pun, pasukan musuh melewati tepian pantai sehingga tidak bertemu dengan Rasulullah saw dan para sahabatnya</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;"> (4)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah terjadi perang antara kaum Muslimin dengan kaum kuffar Quraisy yang dikenal dengan nama perang Badar. Sewaktu Rasulullah saw merapikan barisan kaum Muslimin, tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan angin kencang ini bertiup berulang sampai beberapa kali. Angin kencang ini sebagai pertanda kedatangan para malaikat. Yang pertama, Malaikat Jibril dengan seribu malaikat lainnya datang menghadap Rasulullah saw, yang kedua Malaikat Mikail dengan seribu malaikat di sebelah kanan Rasulullah saw dan yang ketiga Malaikat Israfil dengan seribu malaikat disisi kiri Rasulullah saw. Kesemua malaikat ini mengenakan sorban (ikat kepala) yang terbuat dari cahaya yang berwarna hijau, kuning dan merah yang menggelantung sampai di pundak mereka, dan mereka menggantungkan bulu dan rambut di dahi unta-unta mereka. Rasulullah saw bersabda kepada sahabat-sahabatnya, bahwa mereka adalah malaikat-malaikat yang akan memberikan bantuan dan dukungan kepada kaum Muslimin. Para malaikat telah menandai diri mereka, maka kalian pun hendaklah melakukan hal yang sama. Lalu para sahabat mendandai topi besi yang dikenakan di kepala mereka dengan bulu onta(</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">5</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Orang yang pertama kali tiba di medan pertempuran dari kaum Muslimin adalah Muhajja` (budak yang dimerdekakan oleh Umar bin Khattab). Kaum musyrikin berteriak dengan keras, “Hai Muhammad, siapa saja yang punya hubungan dengan kami, kirimlah dia untuk berperang dengan kami.” Nabi Muhammad saw berkata kepada Bani Hasyim, “Bangkitlah! Berperanglah demi kebenaran yang dengannya Nabi kalian diutus dan mereka datang untuk memadamkan cahaya kebenaran itu.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">!!!”</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib dn Ubaidah bin Harits bin Muthalib keluar dari barisan dan menuju mereka. Karena ketiga orang tersebut mengenakan penutup kepala sehingga sulit untuk dikenali. Utbah berkata, “Berbicaralah sehingga kami dapat mengenali suara kalian!” Hamzah berkata, “Sayalah Hamzah, putra Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya.” Utbah berkata, “Ya, kamu adalah pembesar, lantas siapa dua orang bersamamu ini?” Hamzah menjawab, “Ali bin Abi Thalib dan Ubaidah bin Harits”. Utbah berkata, “Dua orang bersamamu juga adalah juga orang-orang besar</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Waktu itu Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Walid bin Utbah dan berhasil membunuhnya. Sementara Hamzah berduel dengan Utbah dan juga berhasil membunuhnya dengan hanya dua pukulan. Dan Ubaidah bin Harits sahabat Nabi yang paling muda saat itu berdiri menghadapi Syaibah. Syaibah memukulkan pedangnya pada kaki Ubaidah dan membuat pergelangan kaki Ubaidah terpotong. Melihat itu Hamzah, singa Allah dan Rasul-Nya bersama Ali segera menyerang Syaibah dan mereka berhasil membunuhnya.(</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">6</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Dalam perang ini, Abdurrahman bin Auf dan Bilal Habasyi berhasil menawan Umayyah bin Khalf dan anaknya. Bilal berkata, ”Waktu itu saya berada diantara Umayyah dan anaknya, kemudian saya menangkap mereka. Umayyah bertanya kepada saya, “Siapa diantara kalian yang menandai dadanya dengan bulu onta?”. Saya menjawab, “Hamzah bin Abdul Muthalib.” Ia berkata, “Hamzah membawa malapetaka atas diri kami.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Pertengahan Syawal tahun kedua Hijriyah. Kabilah Bani Qainuqa’, kelompok yang paling berani diantara kelompok kaum Yahudi yang berprofesi sebagai pandai besi memiliki ikatan perjanjian dengan Abdullah bin Ubay dan juga Rasulullah saw. Ketika terjadi perang Badar, kebencian dan rasa dengki membuat mereka memutuskan untuk membatalkan perjanjian. Allah Swt menurunkan surah Al-Anfal ayat 58 kepada Rasulullah saw, <em><span style="font-family: Tahoma;">“Dan jika engkau (Muhammad) khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berkhianat.”</span></em> (7)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Dengan turunnnya ayat ini, Rasulullah menjadi waspada terhadap Bani Qainuqa’. Beliau menyerahkan bendera ke tangan Hamzah dan memerintahkannya dengan beberapa pasukan untuk menghadapi mereka. Bani Qainuqa’ adalah kelompok Yahudi yang pertama kali melakukan pengkhianatan kepada Islam. Ketika Rasulullah saw baru melakukan pengepungan, kontan saja mereka merasa ketakutan, sehingga mereka pun menyerah kepada kaum Muslimin dan menyerahkan harta-harta mereka. Rasulullah saw bersabda, “Bebaskan mereka, Allah Swt telah melaknat mereka dan Abdullah bin Ubay”.(8)</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Perang Uhud: Akhir Syawal tahun kedua Hijriyah menjelang terjadinya perang Uhud. Hamzah, sebagai panglima perang—sebelum memulai perang— berkata, “Demi Allah Swt yang telah menurunkan Al-Qur’an, hari ini saya tidak akan menyentuh sedikit pun makanan sampai saya menghadapi lawan dalam peperangan.”(9)</span></div><div style="text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Hamzah bersama Kaum Muslimin</span></strong></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Di malam hari perang Uhud, Rasulullah saw tahu bahwa tidak lama lagi pamannya akan gugur sebagai syahid. Beliau pun berbincang dengan Hamzah dan menanyakan kembali keyakinannya mengenai ketauhidan dan kenabian serta risalah yang dibawanya. Hamzah kemudian menjawab dengan tegas dan kembali mengucapkan syahadat dengan lidahnya. Akhirnya Rasulullah saw bersabda kepadanya, “Hamzah adalah pemimpin para syuhada, singa Allah dan singa Rasul-Nya dan paman Nabi.” Sabda Nabi ini menebar aroma kesyahidan dan membuat dada Hamzah bergemuruh. Hamzah pun meneteskan air mata kebahagiaan. Rasulullah saw berdoa agar pamannya tetap tegar berdiri di jalan tauhid dan segala keraguan di dalam hatinya segera sirna.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Menjelang Perang Uhud, Hamzah berkata kepada Nabi saw, “Saya bersumpah atas nama Allah, tidak akan sedikitpun menyentuh makanan sebelum mengeluarkan semua musuh dari kota Madinah.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Perang Uhud terjadi pada bulan Ramadhan, kaum Muslimin berbaris dengan rapi di kaki gunung Uhud di bagian utara Madinah. Setelah perang satu lawan satu, maka dimulailah perang secara terbuka. Hamzah bertempur dengan gagah berani dan penuh dengan keimanan yang meluap-luap. Dengan dua pedang di tangannya, ia menyerang dengan penuh keberanian sambil berteriak, “Saya adalah singanya Allah.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">” </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Thalhah bin Abi Thalhah pembawa bendera kaum Musyrikin berteriak sambil menantang, “Siapakah yang berani berhadapan denganku?” Ali bin Abi Thalib bergegas mendekatinya dan menebaskan pedang ke arah kepalanya. Tebasan itu membuatnya keningnya terbelah dan mengucurkan darah sehingga akhirnya ia pun terjatuh dan terkulai ke tanah. Melihat itu, Rasulullah saw tersenyum seraya mengumandangkan takbir. Kaum Muslimin pun serentak mengumandangkan takbir yang sama. Bendera kaum musyrikin tersebut kemudian beralih ke tangan Utsman bin Abi Thalhah. Hamzah segera berlari ke arahnya, dan mengayungkan pedang ke bahunya. Tebasan pedang Hamzah mematahkan tangan dan bahunya, pedangnya terlepas dan paru-parunya terburai keluar. Hamzah kemudian kembali sembari mengumandangkan syair, “Saya putra pemberi minum jamaah haji.” (10)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Banyak kaum musyrikin yang terbunuh di perang tersebut di tangan Hamzah. Diantaranya adalah pemegang bendera laskar Bani Abduddar, Atha’ bin Abdu dan Utsman bin Abi Thalhah dan juga Saba’ bin Abdul `Uzzah dan Amru bin Fadlah. </span></div><div style="text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Wahsyi Habasyi</span></strong></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Jabir bin Mut’im mempunyai budak yang bernama Wahsyi yang sebagaimana orang-orang Habasyah lainnya terkenal pandai menombak dan jarang gagal mengenai sasaran ketika melemparkan tombaknya. Pada perang Uhud Jabir berkata kepada budaknya, “Pergilah bersama pasukan ini, dan jika kamu melihat pamannya Muhammad maka bunuhlah dia. Aku ingin membalas dendamku atas kematian pamanku Ta’imah bin Addi di perang Badar. Jika kamu berhasil membunuhnya maka kamu kubebaskan.” Hindun, anak Utbah juga meminta Wahsyi untuk membunuh salah satu dari Muhammad, Ali atau Hamzah untuk membayar kematian bapaknya. Wahsyi pun menjawab, “Saya sama sekali tidak bisa menemukan cara untuk membunuh Muhammad ataupun Ali pun. Mereka begitu lincah dan tangkas di medan perang. Namun Hamzah mudah terjebak dalam kemarahan dan emosional saat terjadi peperangan sehingga ia tidak memperhatikan lagi kondisi sekitarnya. Mungkin aku bisa membunuhnya dengan cara licik.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Wahsyi bercerita, “Saya pada perang Uhud selalu mengikuti Hamzah dari belakang. Dia berperang bagaikan singa liar yang menerkam jantung musuh-musuhnya. Saya bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan sehingga dia tidak bisa melihatku. Ketika dalam keadaan sibuk menghadapi musuh-musuhnya, saya pun semakin mendekat ke arah Hamzah. Dengan jarak yang menyakinkan sayapun melemparkan tombakku ke arahnya. Tombak itupun tertancap di tubuhnya. Ia hendak menyerang ke arahku, namun karena rasa sakit yang sangat ia pun berteriak tak berdaya hingga ruhnya terpisah dari badannya. Dengan penuh kehati-hatian saya pun mendekat ke arahnya. Setelah mengambil senjatanya, sayapun bergegas kembali ke pusat pasukan kaum Quraisy sembari menunggu saya dibebaskan.” (11)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Setibanya kembali di Mekkah, Wahsyi pun mendapat imbalan kebebasan setelah ia menjalankan tugasnya dengan baik. Pada hari Fathul Mekkah (penaklukan kota Mekkah) dia melarikan diri ke Thaif. Pada tahun ke Sembilan Hijriyah penduduk Thaif datang berbondong-bondong ke Madinah untuk menyatakan keislamannya. Wahsyi pun berencana kembali melarikan diri ke Syam atau Yaman. Namun ia mendapat kabar, siapapun yang bersyahadat benar dengan lidahnya dan menyatakan keislaman maka Nabi Muhammad saw tidak akan membunuhnya. Ia pun bergegas menghadap kepada Nabi Muhammad saw dan kemudian mengucapkan syahadat sebagai pernyataan keislamannya. Rasulullah saw memintanya untuk menceritakan bagaimana ia bisa membunuh Hamzah. Setelah diceritakan Rasulullah saw pun bersedih dan berkata kepada Wahsyi, “Mulai sekarang jangan perlihatkan lagi wajahmu di hadapanku.” Atas permintaan Rasulullah saw, Wahsyi pun menjauh dan tidak menampakkan diri di hadapan Rasulullah saw sampai kemudian beliau saw wafat. Sepeninggal Rasulullah saw, Wahsyi pun berkesempatan mengikuti perang melawan Musailamah. Dengan dibantu seorang sahabat dari kaum Anshar, Wahsyi berhasil membunuh Musailamah. Dengan penuh haru ia berkata, ”Saya telah membunuh manusia terbaik setelah Rasulullah saw, dan juga telah membunuh manusia paling buruk di dunia.”(12)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Akibat dari masa lalu yang gelap, Wahsyi sampai akhir hayatnya enggan untuk berhubungan dengan kaum Muslimin. Namanya dihapus dari deretan laskar kaum Muslimin karena sikapnya yang tidak baik dan karena banyak meminum minuman keras ia pun sering dijatuhi hukuman cambukan. Umar bin Khattab berkata, “Pembunuh Hamzah tidak akan lagi mendapat pembebasan dan tidak layak masuk dalam daftar orang-orang baik.” (13)</span></div><div style="text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Istri Abu Sufyan dan Kebenciannya terhadap Hamzah</span></strong></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hindun, anak perempuan Utbah memerintahkan kepada Wahsyi untuk membunuh Hamzah sebagai penebus darah ayahnya. Dan Wahsyi pun menyanggupinya. Hindun banyak membuat gelang kaki dan kalung leher dari telinga dan hidung para syuhada Islam yang gugur pada perang sebelum perang Uhud. Ia memberikan dan mengenakan semuanya itu pada Wahsyi dan meminta agar hati Hamzah diserahkan kepadanya. Mengenai perbuatan yang sangat tidak pantas dan menjijikkan ini, Abu Sufyan berkata, “Saya tidak pernah menyetujui perbuatan ini dan juga tidak pernah memerintahkannya.” Karena perbuatan buruk Hindun ini, ia mendapat julukan “pemakan hati”. Anak-anaknya pun dikenal dengan julukan anak dari si pemakan hati.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Nama Hindun semakin menjijikkan ketika ia yang notebene masih saudara sepupu Hamzah dan putri dari Utbah bin Abdul Muthalib berdiri di atas batu dan dengan penuh rasa dendam ia menguyah-nguyah hati Hamzah dan menelannya. Abu Sufyan pun ikut mendekati jasad Hamzah dan bertindak tidak senonoh tehadap mulut Hamzah. Pada saat itu Hulais bin Zabban yang kebetulan lewat di tempat itu melihat perbuatan yang tidak senonoh Abu Sufyan lalu ia berteriak, “Wahai orang-orang, lihatlah tokoh besar kabilah Quraisy ini dengan tanpa hati ia memperlakukan tidak senonoh kepada anak pamannya sendiri.” Abu Sufyan merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan berkata, “Apa yang saya lakukan ini tidak pantas kau lihat, dan ini juga bukan sebuah kesalahan besar.</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">”</span></div><div style="text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Kesedihan Rasulullah atas Syahidnya Hamzah</span></strong></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah saw pada perang Uhud berkali-kali menanyakan tentang keadaan pamannya. Salah seorang sahabat Rasulullah bernama Harits bin Shamah bermaksud untuk memberikan kabar kepada Rasulullah saw. Namun mengingat kondisi jenazah Hamzah yang begitu memprihatinkan, ia tidak sampai hati menyampaikannya kepada Rasulullah saw. Karena belum juga ada kabar, Rasulullah saw memerintahkan Sayidina Ali untuk mencarinya. Namun sewaktu Ali juga melihat jenazah Hamzah dalam kondisi tidak utuh lagi, ia pun terduduk disamping jenazah tersebut dengan penuh kesedihan. Beliau pun berat menyampaikan berita duka tersebut kepada Rasulullah saw</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">. </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah akhirnya mencari sendiri jasad Hamzah. Beliaupun menemukan jasad Hamzah penghulu para syuhada yang begitu mengenaskan. Beliau saw bersabda, “Tidak ada musibah yang lebih besar dari kematianmu dan tidak ada kesedihanku yang lebih sulit dari ini.” (14) Setelah itu, beliau berkata, “Jika sekiranya Allah memberiku kekuatan, aku akan membalas kematian Hamzah dan akan kubunuh 70 orang Quraisy dan akan kupong tubuh mereka.” Pada saat itu malaikat Jibril datang dan membacakan sebuah surah yang berbunyi, <em><span style="font-family: Tahoma;">“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.”</span></em> (15)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah saw setelah mendengar ayat tersebut bersabda, “Saya akan bersabar dan tidak akan membalas dendam.” Rasulullah saw pun mengambil jubahnya dan menutupi wajah Hamzah. Namun jubah itu terlalu pendek bagi Hamzah. Jika jubah itu menutupi kepala maka kaki Hamzah terlihat jelas, namun jika ditarik untuk menutupi kakinya, kepalanya akan terlihat. Karenanya Rasulullah menarik jubah tersebut menutupi kepala Hamzah dan menutupi kaki Hamzah dengan rerumputan dan ilalang. Rasulullah saw bersabda, “Sekiranya perempuan-perempuan Abdul Muthalib tidak bersedih, saya akan meninggalkan dia dalam keadaan seperti ini dan membiarkan binatang-binatang padang pasir memangsa dagingnya hingga sampai hari kiamat ia akan tetap berada dalam perut mereka. Semakin besar musibah yang dihadapinya, maka akan semakin besar pula pahala yang akan didapatnya.”(16)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah saw berdiri beberapa saat di sisi jenazah Hamzah dan berkata, “Jibril datang di sisiku dan memberikan kabar bahwa diantara penghuni tujuh lapisan langit tertulis, Hamzah bin Abdul Muthalib asadullah wa asadur rasuluhu (17) (Hamzah bin Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya).</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Diriwayatkan dari Rasulullah saw, “Barang siapa yang berziarah kepadaku namun tidak berziarah kepada pamanku Hamzah, sama halnya menyatakan permusuhan kepadaku.” (18)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Rasulullah saw memberikan gelar kepada Hamzah, Sayyidul Syuhada (penghulu para syuhada). Rasulullah saw begitu memuliakan kesyahidan Hamzah. Sewaktu meninggalkan bukit Uhud ingin kembali ke kota Madinah, Rasulullah saw menangis dan juga memerintahkan kepada keluarga kaum Anshar untuk pergi ke rumah Hamzah guna menangis dan meratap di sana. Kepada kaum Muslimin Rasulullah saw bersabda, “Pergilah kalian berziarah ke makam Hamzah”. Rasulullah saw pun selalu berkunjung dan menziarahi para syuhada Uhud, khususnya di makam Hamzah dan beliau selalu menyampaikan salam kepadanya.</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Sewaktu kaum musyrikin meninggalkan gunung Uhud, Rasulullah saw mendekati para syuhada. Beliau tidak memandikan jenazah Hamzah dan juga para syuhada lainnya. Beliau saw bersabda, “Kuburkanlah mereka bersama dengan darah-darah mereka tanpa harus dimandikan. Saya yang akan menjadi saksi mereka.” Jenazah Hamzah adalah jenazah yang pertama kali Rasulullah saw mengumandangkan takbir empat kali atasnya. Setelah itu, beliau memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk meletakkan jenazah para syuhada lainnya di sebelah Hamzah. Rasulullah saw melakukan sholat untuk setiap syuhada. Dan khusus untuk Hamzah, Rasulullah melakukan shalat sampai tujuh puluh kali. (19)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Atas perintah Rasulullah saw, Hamzah bersama Abdullah bin Jahasy, syuhada Uhud yang juga dimutilasi dimana telinga dan hidungnya terpotong dikuburkan dalam satu makam. (20)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Setelah itu Rasulullah saw bersama sahabat-sahabatnya kembali ke Madinah. Haminah, putri Jahasy dan saudara perempuan Abdullah menemui Rasulullah saw. Ketika Rasulullah menyampaikan kabar mengenai kesyahidan Abdullah, Haminah berkata, <em><span style="font-family: Tahoma;">“Inna lillahi wa inna ilahi raji’un</span></em>, saya memohonkan ampun kepada Allah atas kesalahan-kesalahannya.” Setelah itu ia bertanya mengenai kabar Hamzah. Ketika mendengar kabar kesyahidan Hamzah, ia kembali mengucapkan hal yang sama dan memohon kepada Allah agar dosa-dosa keduanya diampuni-Nya</span><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">.</span></div><div style="text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt;">Perempuan-perempuan Anshar dan Hamzah</span></strong></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Ketika kembali dari Uhud ke Madinah, Rasulullah saw melihat perempuan-perempuan kaum Anshar menangis dan mengucurkan air mata atas kesyahidan keluarga mereka sendiri di tempat yang bernama “Bani Abdul Syahl” dan “Bani Dzapar”. Rasulullah saw pun turut bersedih melihat itu dan bertanya, “Tetapi mengapa perempuan-perempuan itu tidak menangis untuk Hamzah?” (21) Sa’ad bin Ma’adz dan Usaid bin Hadhir mendengar perkataan Rasulullah saw ini lalu kemudian mendekati perempuan-perempuan itu dan berkata, “Pergilah kalian ke masjid dan turutlah berduka atas kesyahidan Hamzah, paman Rasulullah.” Mereka pun pergi melakukan apa yang dianjurkan. Rasulullah saw bersabda, “Semoga Allah merahmati mereka, kembalilah dan janganlah kamu enggan merasakan penderitaan orang lain."(22) Rasulullah saw juga bersabda, "Semoga Allah merahmati kaum Anshar, sekarang saya mengetahui, betapa mereka memiliki kepedulian dan perasaan sepenanggungan, persilakan mereka kembali." (23) </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Perempuan kaum Anshar sampai sekarang (kurun ketiga Hijriyah) jika ada diantara keluarga mereka yang meninggal dunia, mereka lebih dulu bersedih dan menangis atas meninggalnya Hamzah baru kemudian menangisi keluarganya sendiri. (24)</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Salam atasmu wahai paman Rasulullah dan salam Allah pula atasmu. Salam atasmu wahai yang telah gugur di jalan Allah!. Salam atasmu wahai Singa Allah dan singa Rasul-Nya! Kami bersaksi bahwa engkau telah berjihad di atas agama Allah dan telah mempersembahkan jiwa ragamu dalam membantu perjuangan Rasulullah. Semoga engkau mendapat kemuliaan di sisi Allah Swt. </span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Ayat 19 surah Al-Hajj turun di saat perang Uhud tengah berkecamuk, sewaktu Imam Ali dan Hamzah berhasil membunuh Syaibah, Allah Swt berfirman, <em><span style="font-family: Tahoma;">"Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka."</span></em> Sebagaimana halnya surah Ad-Dukhan ayat 16, Surah Al-Qamar ayat 45, Surah Al-Hajj ayat 55 dan Az-Zariyat ayat 45 turun berkenaan dengan perang Badar.(25)</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-C4FO_rqdh0c/TsYRsBpZjuI/AAAAAAAAACs/mzO6zqKHeQ0/s1600/message1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-C4FO_rqdh0c/TsYRsBpZjuI/AAAAAAAAACs/mzO6zqKHeQ0/s1600/message1.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Tahoma; font-size: 11pt; font-weight: normal;">Hamzah, penghulu para syuhada adalah teladan dalam hal keimanan, pengorbanan dan keberanian. Kecintaannya kepada Rasulullah dan jasanya yang besar terhadap Islam membuat namanya abadi dan akan terus hidup sepanjang sejarah. </span></div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-66264959850694507322011-11-18T00:01:00.000-08:002011-11-18T00:01:42.214-08:00PERANG SHIFFIN<b>Perang Shiffin</b> (Mei-Juli 657 Masehi) terjadi semasa zaman fitnah besar atau perang saudara pertama orang <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Islam" title="Islam">Islam</a> dengan pertempuran utama terjadi dari tanggal 26-28 Juli. Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyan" title="Muawiyah bin Abu Sufyan">Muawiyah bin Abu Sufyan</a> dan <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Talib" title="Ali bin Abi Talib">Ali bin Abi Talib</a> di tebing <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Furat" style="color: red;" title="Sungai Furat">Sungai Furat</a> yang kini terletak di <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Syria" title="Syria">Syria</a> (Syam).<br />
1 Shafar tahun 37 Hijriah, Perang Shiffin meletus. Perang ini terjadi antara pasukan Imam Ali melawan pasukan Muawiyah bin Abi Sufyan. Setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan, rakyat Madinah membaiat Imam Ali dan mengangkat beliau sebagai khalifah. Namun, Muawiyah, seorang <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gubernur" title="Gubernur">Gubernur</a> di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Damaskus" title="Damaskus">Damaskus</a>, menolak menerima kepemimpinan Imam Ali dan melakukan perlawanan bersenjata. Awalnya, Imam Ali berusaha melakukan perundingan demi mencegah pertumpahan darah di antara sesama <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Muslim" title="Muslim">muslim</a>. Namun, Muawiyah tetap membangkang dan pecahlah perang di sebuah daerah bernama Shiffin di tepi sungai Furat, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Irak" title="Irak">Irak</a>. Ketika pasukan Imam Ali hampir mencapai kemenangan, penasehat Muawiyah bernama <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Amru_bin_Ash" title="Amru bin Ash">Amru bin Ash</a> memerintahkan pasukannya agar menancapkan <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Quran" title="Al-Quran">Al-Quran</a> di tombak mereka dan menyerukan gencatan senjata atas nama Al-Quran. Imam Ali yang memahami tipuan ini memerintahkan pasukannya agar terus bertempur, namun sebagian kelompok menolak. Kelompok ini kemudian dikenal sebagai kelompok <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij" title="Khawarij">Khawarij</a>. Atas desakan kelompok Khawarij pula, perang dihentikan dan diadakan perundingan antara kedua pihak. Dalam perundingan ini, delegasi Muawiyah melakukan tipuan. Akibatnya, kekhalifahan kaum muslimin direbut dari tangan Imam Ali dan jatuh ke tangan Muawiyah<br />
Perang ini terjadi setelah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad" title="Muhammad">Muhammad</a> meninggal dan Ali bin Abi Thalib menjabat kekhalifahan dan memaksa <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Sufyan" title="Abu Sufyan">Abu Sufyan</a> untuk mengakui kekhalifahannya, dan perang ini terjadi di bukit Shiffin. Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Amru bin Ash dan Ali berhasil menjatuhkan dan melemparkan pedang Amru bin Ash, namun Amru yang menyadari kekalahan dan kematiannya, Amru dengan nekad membuka celananya, sehingga Ali yang akan menghujamkan pedang kearah Amar dan melihat perbuatan Amru, Ali bin Abi Thalib segera memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amru yang telanjang. Sehingga Amru dengan perbuatan memalukannya itu selamat dari tebasan pedang Ali dan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Zulfiqar&action=edit&redlink=1" title="Zulfiqar (halaman belum tersedia)">Zulfiqar</a> dan juga selamat dari kematian.<br />
Dalam sejarah kehidupan manusia-manusia besar tidak ada yang mampu menyamai sifat kesatriaan Ali bin Abi Thalib, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan walaupun dalam medan pertempuran dan ia adalah manusia yang tidak pernah mengambil keuntungan dari kelemahan lawannya walaupun hal itu bisa membawanya dalam kemenangan dan Ali bin Abi Thalib adalah manusia yang dalam medan perang tidak pernah menempatkan ego atau hasratnya untuk membunuh lawannya, namun dikarenakan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Allah" title="Allah">Allah</a> dan nabinya ia mempersembahkan ematian lawannya sebagai hujjah atau bukti pembangkangan lawannya terhadap ke-Esa-an Allah dan kenabian Muhammad.FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-28054710189926729122011-11-17T23:51:00.000-08:002011-11-17T23:51:29.491-08:00SEJARAH PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADITS<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-I3_KrtFHAPo/TsYOZQSIOcI/AAAAAAAAACM/LsRnxXFeAuM/s1600/188576_114746551934691_100001980391284_110736_5664409_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-I3_KrtFHAPo/TsYOZQSIOcI/AAAAAAAAACM/LsRnxXFeAuM/s1600/188576_114746551934691_100001980391284_110736_5664409_n.jpg" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-RvbPu5tu9GQ/TsYObC8sENI/AAAAAAAAACU/xbM6iuZ_npc/s1600/183470_114746821934664_100001980391284_110743_2347431_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-RvbPu5tu9GQ/TsYObC8sENI/AAAAAAAAACU/xbM6iuZ_npc/s1600/183470_114746821934664_100001980391284_110743_2347431_n.jpg" /></a></div><div class="Spasi12L Spasi12R" style="text-align: center;"><span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: small;"> </span><span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;">Pada masa permulaan Al-Qur’an masih diturunkan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menulis hadits karena dikhawatirkan akan bercampur baur dengan penulisan Al-Qur’an. Pada masa itu, disamping menyuruh menulis Al-Qur’an, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga menyuruh menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an.<br />
Pelarangan penulisan hadits ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:<br />
<br />
# “<i>Janganlah kamu menulis sesuatu dariku, dan barangsiapa telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an hendaklah ia menghapusnya, dan ceritakan dariku, tidak ada keberatan (kamu ceritakan apa yang kamu dengar dariku). Dan barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyediakan tempat duduknya di dalam neraka.</i>” (HR. Muslim)<br />
<br />
Jumhur Ulama berpendapat bahwa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang melarang penulisan hadits tersebut sudah dinasakh dengan hadits-hadits lain yang mengizinkannya antara lain hadits yang disabdakan pada ‘amulfath (tahun. VIII H) yang berbunyi: “<i>Tulislah untuk Abu Syah</i>”<br />
<br />
Demikian pula dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada sahabat Abdullah bin Amr yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengizinkan menuliskan hadits.<br />
<br />
Walaupun beberapa sahabat sudah ada yang menulis hadits, namun hadits masih belum dibukukan sebagaimana Al-Qur’an. Keadaan demikian ini berlangsung sampai akhir Abad I H. Umat Islam terdorong untuk membukukan hadits setelah Agama Islam tersiar di daerah-daerah yang makin luas dan para sahabat terpencar di daerah-daerah yang berjauhan bahkan banyak di antara mereka yang wafat.<br />
<br />
Tatkala Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah (tahun 99 s/d 101 H), beliau menginstruksikan kepada para Gubernur agar menghimpun dan menulis hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Instruksi beliau mengenai penulisan hadits ini antara lain ditujukan kepada Abubakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Madinah.<br />
<br />
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Dhuhal Islam, Abubakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm tidak lagi meneruskan penulisan hadits ini karena setelah khalifah wafat, dia tidak lagi menjabat sebagai Gubernur.<br />
<br />
Menurut pendapat yang populer di kalangan ulama hadits, yang pertama-tama menghimpun hadits serta membukukannya adalah Ibnu Syihab Az-Zuhri, kemudian diikuti oleh ulama-ulama di kota-kota besar yang lain.<br />
<br />
Penulisan dan pembukuan hadits Nabi ini dilanjutkan dan disempurnakan oleh ulama-ulama hadits pada abad berikutnya, sehingga menghasilkan kitab-kitab yang besar seperti kitab Al-Muwaththa’, Kutubus Sittah dan lain sebagainya.<br />
<a href="" name="PendapatParaUlamaTentangMengamalkanHaditsDhaif"></a> <br />
<b>B. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG MENGAMALKAN HADITS DHAIF/LEMAH<br />
</b><br />
Suatu hadits dikatakan dhaif apabila hadits tersebut sanadnya terputus atau ada cacat/cela pada perawinya, seperti: berbuat dusta, tersangka dusta (baik sangkaan itu dalam bidang meriwayatkan hadits atau lainnya), sering melakukan kesalahan, sering keliru, sering lengah, sering melakukan perbuatan maksiat, salah sangka, bertentangan dengan perawi yang lain yang lebih baik, jelek hafalannya, dll.<br />
<br />
Ulama-ulama hadits telah sepakat bahwa kita tidak boleh mengamalkan hadits dhaif dalam bidang hukum/menentukan hukum sesuatu. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang mempergunakannya dalam bidang:</span></div><br />
<ol style="text-align: center;"><span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;">
<li><b>Fadha ‘ilul A’mal (Keutamaan-Keutamaan Amal)</b><br />
Yaitu hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan-keutamaan amal yang sifatnya sunnah ringan, yang sama sekali tidak terkait dengan masalah hukum yang qath’i, juga tidak terkait dengan masalah aqidah dan juga tidak terkait dengan dosa besar. <br />
<br />
</li>
<li><b>At-Targhiib (Memotivasi)</b><br />
Yaitu hadits-hadits yang berisi pemberian semangat untuk mengerjakan suatu amal dengan janji Pahala dan Surga. <br />
<br />
</li>
<li><b>At-Tarhiib (Menakuti)</b><br />
Yaitu hadits-hadits yang berisi ancaman Neraka dan hal-hal yang mengerikan bagi orang yang mengerjakan suatu perbuatan. <br />
<br />
</li>
<li><b>Kisah-kisah Tentang Para Nabi Dan Orang-Orang Sholeh</b> <br />
<br />
</li>
</span>
<li><span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"><b>Do’a Dan Dzikir</b><br />
Yaitu hadits-hadits yang berisi lafazh-lafazh do’a dan dzikir.</span></li>
</ol><br />
<div class="Spasi12L Spasi12R" style="text-align: center;"><span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Menurut Al-Bukhari, Muslim, Abu Bakar Ibnul ‘Araby, Ibnu Hazm dan segenap pengikut Dawud Adz-Dzahiry: kita tidak boleh mengamalkan hadits dhaif dalam bidang apapun juga walaupun untuk menerangkan fadha ‘ilul a’mal, supaya orang tidak mengatas namakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, perkataan/perbuatan yang tidak disabdakan/diperbuat oleh beliau, dan supaya orang tidak mengi’tiqatkan sunnahnya sesuatu yang sebenarnya tidak dikerjakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau belum tentu dikerjakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang membawa akibat kita diancam oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam neraka karena berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau:<br />
<br />
# “<i>Barangsiapa menceritakan sesuatu hal daripadaku, padahal ia tahu bahwa hadits itu bukanlah dariku, maka orang itu termasuk golongan pendusta</i>.” (HR. Muslim)<br />
<br />
# “<i>Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyediakan tempat duduknya di neraka</i>.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br />
<br />
Syaikh Abu Syammah berpendapat bahwa seseorang tidak boleh menyebutkan suatu hadits dhaif melainkan ia wajib menerangkan kelemahannya. [Lihat al-Baits ‘ala Inkari Bida’ wal Hawadits (hal. 54) dan Tamaamul Minnah fiit Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah hal. 32-33.]<br />
<br />
Sedangkan menurut imam An-Nawawi dan sebagian ulama hadits dan para fuqaha: kita boleh mempergunakan hadits yang dhaif untuk fadha ‘ilul a’mal, baik untuk yang bersifat targhib maupun yang bersifat tarhib, yaitu sepanjang hadits tersebut belum sampai ke derajat maudhu (palsu). Imam An-Nawawi memperingatkan bahwa diperbolehkannya hal tersebut bukan untuk menetapkan hukum, melainkan hanya untuk menerangkan keutamaan amal, yang hukumnya telah ditetapkan oleh hadits shahih, setidak-tidaknya hadits hasan.<br />
<br />
Menurut Imam Asy-Syarkhawi dalam kitab Al-Qaulul Badi’, bahwa Ibnu Hajar memperbolehkan untuk mengamalkan hadits dhaif dalam bidang targhib dan tarhib dengan tiga syarat berikut:</span></div><br />
<ol style="text-align: center;"><span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;">
<li>Kedhaifan hadits tersebut tidaklah seberapa, yaitu: hadits itu tidak diriwayatkan oleh orang-orang yang dusta, atau yang tertuduh dusta atau yang sering keliru dalam meriwayatkan hadits. <br />
<br />
</li>
<li>Keutamaan perbuatan yang terkandung dalam hadits dhaif tersebut sudah termasuk dalam dalil yang lain (baik Al-Qur’an maupun hadits shahih) yang bersifat umum, sehingga perbuatan itu tidak termasuk perbuatan yang sama sekali tidak mempunyai asal/dasar. <br />
<br />
</li>
</span>
<li><span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;">Tatkala kita mengamalkan hadits dhaif tersebut, janganlah kita mengi’tiqadkan bahwa perbuatan itu telah diperbuat oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau pernah disabdakan beliau, yaitu agar kita tidak mengatas namakan sesuatu pekerjaan yang tidak diperbuat atau disabdakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.</span></li>
</ol><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Syarat yang kedua dan ketiga tersebut di atas sangat ditekankan dan ditegaskan oleh Ibnu Salam, sedangkan syarat yang pertama disetujui oleh semua ulama.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Imam Ahmad berkata: “Hadits dhaif itu lebih baik dari qiyas.” Yang dimaksud oleh Imam Ahmad dengan hadits dhaif tersebut adalah hadits yang setingkat dengan hadits hasan, karena pada masa Imam Ahmad belum ada pembagian hadits menjadi tiga kelompok, yaitu shahih, hasan dan dhaif. Yang ada baru pembagian hadits atas dua kelompok, yaitu shahih dan dhaif saja.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Pembagian hadits dari dua kelompok saja (hadits shahih dan hadits dhaif) menjadi tiga kelompok (hadits shahih, hadits hasan dan hadits dhaif) dilakukan oleh Imam At-Tirmidzi dan kemudian diikuti oleh ulama-ulama berikutnya, dimana hadits dhaif yang tidak seberapa kelemahannya dikelompokkan sebagai hadits hasan.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>C. PERNYATAAN PARA IMAM MADZHAB UNTUK MENGIKUTI SUNNAH DAN MENINGGALKAN YANG MENYALAHI SUNNAH</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <a href="" name="ImamAbuHanifah"></a> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>1. Imam Abu Hanifah rahimahullah (Imam Hanafi)</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Imam madzhab yang pertama adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Para muridnya telah meriwayatkan berbagai macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandung satu tujuan, yaitu kewajiban berpegang teguh pada Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan sikap taqlid/membeo pendapat-pendapat para imam bila bertentangan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ucapan beliau:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnu Abidin dalam Kitab Al-Hasyiah 1/63 dan Kitab Rasmul Mufti 1/4 dari kumpulan tulisan Ibnu Abidin. Juga oleh Syaikh Shalih Al-Filani dalam Kitab Iqazhu Al-Humam hlm. 62 dan lain-lain. Ibnu Abidin menukil dari Syarah Al-Hidayah, karya Ibnu Syahnah Al-Kabir, seorang guru Ibnul Humam, yang berbunyi:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> “Bila suatu Hadits shahih sedangkan isinya bertentangan dengan madzhab kita, yang diamalkan adalah Hadits. Hal ini merupakan madzhab beliau dan tidak boleh seorang muqallid menyalahi Hadits shahih dengan alasan dia sebagai pengikut Hanafi, sebab secara sah disebutkan dari Imam Abu Hanifah bahwa beliau berpesan: “Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku.” Begitu juga Imam Ibnu Abdul Barr meriwayatkan dari Abu Hanifah dan para imam lain pesan semacam itu]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnu ‘Abdul Barr dalam Kitab Al-Intiqa fi Dadhail Ats-Tsalasah Al-Aimmah Al Fuqaha hlm. 145, Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqqi’in II/309, Ibnu ‘Abidin dalam Hasyiyah Al-Bahri Ar-Raiq VI/293, dan Rasmu Al-Mufti hlm. 29 dan 32, Sya’rani dalam Al-Mizan I/55 dengan riwayat kedua, sedang riwayat ketiga diriwayatkan Abbas Ad-Darawi dalam At-Tarikh, karya Ibnu Ma’in VI/77/1 dengan sanad shahih dari Zufar. Semakna dengan itu diriwayatkan dari beberapa orang sahabatnya, yaitu: Zufar, Abu Yusuf, dan Afiyah bin Yazid, seperti termaktub dalam Al-Iqazh hlm. 52. Ibnul Qayyim menegaskan shahihnya riwayat ini dari Abu Yusuf II/344 dan memberi keterangan tambahan dalam Ta’liqnya terhadap Kitab Al-Iqazh hlm. 65, dikutip dari Ibnu ‘Abdul Barr, Ibnul Qayyim dan lain-lain]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Al-Filani dalam Kitab Al-Iqazh hlm. 50, menisbatkan kepada Imam Muhammad juga, kemudian ujarnya:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> “Hal semacam ini dan lain-lainnya yang serupa bukanlah merupakan sifat mujtahid, sebab dia tidak mendasarkan hal itu pada pendapat mereka, bahkan hal semacam ini merupakan sifat muqallid.”]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <a href="" name="ImamMalikBinAnas"></a> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>2. Imam Malik bin Anas (Imam Maliki)</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Imam Malik bin Anas menyatakan:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnu ‘Abdul Barr dan dari dia juga Ibnu Hazm dalam Kitabnya Ushul Al-Ahkam VI/149, begitu pula Al-Fulani hlm. 72]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Di kalangan ulama mutaakhir hal ini populer dinisbatkan kepada Imam Malik dan dinyatakan shahihnya oleh Ibnu ‘Abdul Hadi dalam Kitabnya Irsyad As-Salik I/127. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abdul Barr dalam Kitab Al-Jami’ II/291, Ibnu Hazm dalam Kitab Ushul Al-Ahkam VI/145, 179, dari ucapan Hakam bin Utaibah dan Mujahid. Taqiyuddin Subuki menyebutkannya dalam Kitab Al-Fatawa I/148 dari ucapan Ibnu ‘Abbas. Karena ia merasa takjub atas kebaikan pernyataan itu, ia berkata:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> “Ucapan ini diambil oleh Mujahid dari Ibnu ‘Abbas, kemudian Malik mengambil ucapan kedua orang itu, lalu orang-orang mengenalnya sebagai ucapan beliau sendiri.”]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Ibnu Wahhab berkata: “Saya pernah mendengar Malik menjawab pertanyaan orang tentang menyela-nyela jari-jari kaki di dalam wudhu, jawabnya: ‘Hal itu bukan urusan manusia.’” Ibnu Wahhab berkata: “Lalu saya tinggalkan beliau sampai orang-orang yang mengelilinginya tinggal sedikit, kemudian saya berkata kepadanya: ‘Kita mempunyai Hadits mengenai hal tersebut.’ Dia bertanya: ‘Bagaimana Hadits itu?’ Saya jawab: ‘Laits bin Sa’ad, Ibnu Lahi’ah, ‘Amr bin Harits, meriwayatkan kepada kami dan Yazid bin ‘Amr Al-Mu’afiri, dari Abi ‘Abdurrahman Al-Habali, dari Mustaurid bin Syaddad Al-Qurasyiyyi, ujarnya: Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggosokkan jari manisnya pada celah-celah jari-jari kakinya.’ Malik menyahut: ‘Hadits ini hasan, saya tidak mendengar ini sama sekali, kecuali kali ini.’ Kemudian di lain waktu saya mendengar dia ditanya orang tentang hal yang sama, lalu beliau menyuruh orang itu menyela-nyela jari-jari kakinya</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Muqaddimah Kitab Al-Jarh Wa At-Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hlm. 31-32 dan diriwayatkan secara lengkap oleh Baihaqi dalam Sunan-nya I/81]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <a href="" name="ImamSyafii"></a> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>3. Imam Syafi’i</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Riwayat-riwayat yang dinukil orang dari Imam Syafi'i dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus [Ibnu Hazm berkata dalam kitabnya VI/118:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> "Para ahli fiqh yang ditaqlidi telah menganggap batal taqlid itu sendiri. Mereka melarang para pengikutnya untuk taqlid kepada mereka. Orang yang paling keras dalam melarang taqlid ini adalah Imam Syafi'i. Beliau dengan keras menegaskan agar orang mengikuti Hadits-Hadits yang shahih dan berpegang pada ketetapan-ketetapan yang digariskan dalam hujjah selama tidak ada orang lain yang menyampaikan hujjah yang lebih kuat serta beliau sepenuhnya berlepas diri dari orang-orang yang taqlid kepadanya dan dengan terang-terangan mengumumkan hal ini. Semoga Allah memberi manfaat kepada beliau dan memperbanyak pahalanya. Sungguh pernyataan beliau menjadi sebab mendapatkan kebaikan yang banyak."] dan pengikutnya lebih banyak yang melaksanakan pesannya dan lebih beruntung.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Beliau berpesan antara lain.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku.</i>"</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [HR. Hakim dengan sanad bersambung kepada Imam Syafi'i seperti tersebut dalam kitab Tarikh Damsyiq, karya Ibnu 'Asakir XV/1/3, I'lam Al-Muwaqqi'in II/363-364, Al-Iqazh hlm. 100]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu Hadits dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang</i>"</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnul Qayyim II/361, dan Al-Filani hlm. 68]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits Rasulullah itu dan tinggalkanlah pendapatku itu</i>"</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Harawi dalam kitab Dzamm Al-Kalam III/47/1, Al-Khathib dalam Ihtijaj Bi Asy-Syafi'i VIII/2, Ibnu Asakir XV/9/1, Nawawi dalam Al-Majmu' I/63, Ibnul Qayyim II/361, Al-Filani hlm. 100 dan riwayat lain oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/107 dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya III/284, Al-Ihsan dengan sanad yang shahih dari beliau, riwayat semakna]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Bila suatu Hadits shahih, itulah madzhabku</i>"</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Nawawi, dalam Al-Majmu', Sya'rani I/57 dan ia nisbatkan kepada Hakim dan Baihaqi, Filani hlm. 107. Sya'rani berkata:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> "Ibnu Hazm menyatakan Haditst ini shahih menurut penilaiannya dan penilaian imam-imam yang lain."]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Kalian lebih tahu tentang Hadits dan para rawinya daripada aku. Apabila suatu Hadits itu shahih, beritahukanlah kepadaku biar di mana pun orangnya, apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku pergi menemuinya</i>."</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ucapan ini ditujukan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Adabu Asy-Syafi'i hlm. 94-95, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/106, Al-Khatib dalam Al-Ihtijaj VIII/1, diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir dari beliau XV/9/1, Ibnu 'Abdil Barr dalam Intiqa hlm. 75, Ibnu Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad hlm. 499, Al-Harawi II/47/2 dengan tiga sanad, dari ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dari bapaknya, bahwa Imam Syafi'i pernah berkata kepadanya: "..... Hal ini shahih dari beliau. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menegaskan penisbatannya kepada Imam Ahmad dalam Al-I'lam II/325 dan Fulani dalam Al-Iqazh hlm. 152." Selanjutnya, beliau berkata: "Baihaqi berkata: 'Oleh karena itu, Imam Syafi'i banyak mengikuti Hadits. Beliau mengambil ilmu dari ulama Hijaz, Syam, Yaman, dan Iraq'. Beliau mengambil semua Hadits yang shahih menurut penilaiannya tanpa pilih kasih dan tidak bersikap memihak kepada madzhab yang tengah digandrungi oleh penduduk negerinya, sekalipun kebenaran yang dipegangnya menyalahi orang lain. Padahal ada ulama-ulama sebelumnya yang hanya membatasi diri pada madzhab yang dikenal di negerinya tanpa mau berijtihad untuk mengetahui kebenaran pendapat yang bertentangan dengan dirinya." Semoga Allah mengampuni kami dan mereka."]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati</i>."</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/107, Al-Harawi 47/1, Ibnul Qayyim dalam Al-I'lam II/363 dan Al-Filani hlm. 104]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi Hadits Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak berguna</i>."</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy-Syafi'i hlm. 93, Abul Qasim Samarqandi dalam Al-Amali seperti pada Al-Muntaqa, karya Abu Hafs Al-Muaddib I/234, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/106, dan Ibnu Asakir 15/10/1 dengan sanad shahih]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku.</i>"</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnu Abi Hatim hlm. 93, Abu Nu'aim dan Ibnu 'Asakir 15/9/2 dengan sanad shahih]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Setiap Hadits yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri dari aku.</i>" </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnu Abi Hatim, hal. 93-94]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <a href="" name="ImamAhmadBinHanbal"></a> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>4. Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali)</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Ahmad bin Hambal merupakan seorang iman yang paling banyak menghimpun Haditsts dan berpegang teguh padanya., sehingga beliau benci menjamah koitab-kitab yang memuat masalah furu’ dan ra’yu [Ibnu Jauzi dalam Al-Manaqib hlm. 192 ]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Beliau menyatakan sebagai berikut :</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi’i, Auza’i, dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil.</i>”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Al- Filani hlm. 113 dan Ibnul Qayyim dalam Al-I’lam II/302]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Pada riwayat lain disebutkan:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Janganlah kamu taqlid kepada siapa pun dari mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi’in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima).” Kali lain dia berkata: “Yang dinamakan ittiba’ yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang daripara tabi’in boleh di pilih.</i>”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Abu Dawud dalam Masa’il Imam Ahmad hlm. 276-277].</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Pendapat Auza’i, Malik, dan Abu Hanifah adalah ra’yu (pikiran). Bagi saya semua ra’yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada Atsar (Hadits)</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnu Abdul Barr dalam Al-Jami’ II/149] </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Barangsiapa yang menolak Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berada di jurang kehancuran.</i>”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> [Ibnu Jauzi hlm. 142]</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>D. WAJIBKAH TERIKAT PADA SATU MADZHAB SAJA?</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <a href="" name="PendapatYangTidakMewajibkanBerpegangPadaSatuMadzhab"></a> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>1. Pendapat Mayoritas Ulama Ushul: Tidak Wajib Berpegang Pada Satu Madzhab Saja</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Mereka mengatakan bahwa sorang muslim tidak diwajibkan untuk berpegang kepada satu imam saja dalam semua masalah dan kejadian dalam kaitannya dengan hukum syariah. Tetapi bila dia ingin bertaqlid kepada hanya salah satu di antara mujtahid / madzhab itu, dibolehkan.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Menurut mereka seseorang dibenarkan untuk bermadzhab dengan madzhab tertentu seperti Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyyah, Al-Hanabilah dan madzhab fiqih lainnya. Tetapi tidak berarti dia harus terpaku secara terus menerus pada pendapat dalam madzhab itu saja.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Hal ini karena memang tidak ada perintah dari Allah maupun Rasul-Nya yang mewajibkan untuk berpegang kepada satu pendapat saja dari pendapat yang telah diberikan ulama. Yang ada justru perintah untuk bertanya kepada ahli ilmu secara umum, yaitu mereka yang memang memiliki kemampuan pemahaman syariat Islam, tetapi tidak harus terpaku pada satu orang atau madzhab saja.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui</i>.” (QS. An-Nahl: 43)</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # “<i>Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu, melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui</i>.” (QS. Al-Anbiya`: 7)</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu dan juga para tabi`in pun tidak terpaku pada satu pendapat saja dari ulama mereka. Mereka akan bertanya kepada siapa saja yang memang layak untuk memberi fatwa dan memiliki ilmu tentang hal tersebut. </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Maka tidaklah pada tempatnya bila kita saat ini membuat kotak-kotak sendiri dan mengatakan bahwa setiap orang harus berpegang teguh pada satu pendapat saja dan tidak boleh berpindah madzhab.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Bahkan pada hakikatnya, setiap madzhab besar yang ada itupun sering berganti pendapat juga. Lihatlah bagaimana dahulu Al-Imam Asy-Syafi’i merevisi madzhab qadimnya dengan madzhab jadid. </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang masih menggantungkan pendapat kepada masukan dari orang lain. Misalnya ungkapan paling masyhur dari mereka adalah: “<b>Apabila suatu hadits itu shahih, maka menjadi madzhabku</b>.” Itu berarti seorang imam bisa saja tawaqquf (belum berpendapat) atau memberikan peluang berubahnya fatwa bila terbukti ada dalil yang lebih kuat. Maka perubahan pendapat dalam madzhab itu sangat mungkin terjadi. </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Bila di dalam sebuah madzhab bisa dimungkinkan terjadinya perubahan fatwa, maka hal itu juga bermakna bahwa bisa saja seorang berpindah pendapat dari satu kepada yang lainnya. </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <a href="" name="PendapatYangMewajibkanBerpegangPadaSatuMadzhab"></a> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>2. Pendapat Yang Mewajibkan Berpegang Pada Satu Madzhab Saja</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Meski demikian, kita juga tidak mengingkari adanya pendapat sebagian dari ulama ushul yang mewajibkan seseorang untuk berpegang kepada satu madzhab saja. </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Dalilnya adalah bahwa seseorang wajib mengikuti apa yang menurutnya lebih rajih atau lebih mendekati kebenaran. Dan bila seseorang sudah yakin bahwa madzhab yang dianutnya itu yang paling rajih, maka tidak boleh baginya mencari pendapat di luar madzhabnya. </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Untuk argumentasi mereka ini, kita bisa menjawab bahwa tidak ada kewajiban bagi kita untuk harus selalu mengambil pendapat yang rajih. Terkadang untuk suatu kondisi darurat tertentu, kita masih dibolehkan untuk mengambil pendapat yang tidak rajih. </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Dan mengenai kebolehan mengambil yang marjuh (mafdhul) dan meninggalkan yang rajih (afdhal), ada beberapa ketetapan para ulama ushul, antara lain: </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # Al-Qadhi Atha’ bin Hamzah berkata,</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> “<i>Seorang qadhi boleh berpindah keluar madzhabnya oleh sebab darurat</i>.” </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # As-Shahkafi dalam Nash Ad-Dur Al-Mukhtar,</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> “<i>Seorang qadhi dibolehkan mengerjakan amal yang kurang masyhur dalam madzhabnya bila Sultan menetapkan hal itu</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # Al-Mi’raj ‘An Fakhril Ummah:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> “<i>Kebolehan amal dan fatwa dengan perkataan yang dhaif dalam keadaan darurat</i>.”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # Ad-Dasuqi al-Maliki berkata,</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> “<i>Dibolehkan beramal dengan yang dhaif bagi seseorang untuk masalah dirinya atau juga dalam fatwa bila dipastikan adanya kedaruratan oleh mufti itu.</i>”</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>E. PANDANGAN AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG PERBEDAAN PENDAPAT</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <a href="" name="KetidakUtamaanPerbedaanPendapat"></a> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>1. Ketidak-Utamaan Perbedaan Pendapat</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Janganlah kamu berselisih, karena kamu akan menjadi lemah dan hilang kewibawaan kamu</i>." (QS. Al-Anfal: 46)</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Janganlah kamu seperti orang-orang yang musyrik, yaitu mereka mencerai-beraikan agamanya dan bergolong-golongan. Dan setiap golongan berbangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.</i>" (QS. Ar-Rum: 31-32)</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Mereka terus-menerus berselisih kecuali orang yang mendapatkan rahmat dari Tuhannya.</i>" (QS. Hud: 118-119)</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa</i>." (QS. Al-An’am: 153)</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <a href="" name="MencariJalanKeluarApabilaTerjadiPerbedaanPendapat"></a> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> <b>2. Mencari Jalan Keluar Apabila Terjadi Perbedaan Pendapat</b></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # "<i>Jika kamu berselisih pendapat maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya</i>." (QS. An-Nisa’: 59)</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> # Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> “<i>Di kalangan orang-orang terdahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang, lalu dia mencari orang yang banyak ilmunya, kemudian dia ditunjukkan kepada seorang rahib, lalu dia mendatanginya, kemudian dia katakan bahwa dia telah membunuh 99 orang, apakah tobatnya bisa diterima? Rahib itu menjawab, Tidak bisa.” Laki-laki itu membunuh rahib tersebut, sehingga genaplah 100 orang yang telah dibunuhnya.</i></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"><i> </i></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"><i> Kemudian laki-laki itu mencari orang lain lagi yang paling banyak ilmunya, lalu dia ditunjukkan kepada seorang yang alim (berilmu), kemudian dia mengatakan bahwa dia telah membunuh 100 orang, apakah tobatnya bisa diterima? Orang alim itu menjawab, “Bisa. Tidak ada penghalang antara kamu dengan tobatmu. Pergilah ke daerah begini dan begini, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, lalu beribadahlah kepada Allah Azza wa Jalla bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu memang jelek.”</i></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"><i> </i></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"><i> Laki-laki itu pergi. Sesampainya di tengah perjalanan dia mati, maka malaikat Rahmat berbantahan dengan Malaikat Adzab. Kata malaikat Rahmat, “Orang ini pergi untuk bertobat dengan menghadap kepada Allah dengan sepenuh hati.” Kata malaikat Adzab, “Orang ini tidak berbuat kebaikan sama sekali.”</i></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"><i> </i></span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"><i> Kemudian mereka didatangi oleh satu malaikat lain dalam wujud manusia, lalu mereka meminta keputusan kepadanya. Kata dia, “Ukurlah jarak yang terdekat dengan orang yang mati ini dari tempat berangkatnya dan dari tempat tujuannya. Ke mana yang lebih dekat maka itulah keputusannya.” Ternyata hasil pengukuran mereka adalah bahwa orang yang mati tersebut lebih dekat ke tempat tujuannya, maka dia dalam genggaman malaikat Rahmat.</i>” (HR. Bukhari dan Muslim)</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di atas menjelaskan kepada kita bahwa:</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> 1. Para malaikatpun tidak terlepas dari perbedaan pendapat.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> 2. Perbedaan pendapat tidak dibiarkan berlangsung terus tanpa penyelesaian.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> 3. Perbedaan pendapat diselesaikan dengan mengambil cara/pendapat yang terbaik/ter-shahih.</span><br />
<span style="font-family: Comic Sans MS; font-size: x-small;"> </span>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-56216435101742409862011-11-11T23:45:00.000-08:002011-11-17T23:55:48.952-08:00VISI DAN MISI MAF 1 MRANGGEN DEMAK<div style="text-align: center;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-qXWxxuedaHA/TsYPeQjkK6I/AAAAAAAAACc/0rJ1me1mbGA/s1600/183002_114746498601363_100001980391284_110734_2144842_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-qXWxxuedaHA/TsYPeQjkK6I/AAAAAAAAACc/0rJ1me1mbGA/s1600/183002_114746498601363_100001980391284_110734_2144842_n.jpg" /></a></div><u><b>VISI, MISI DAN TUJUAN </b><br />
</u></div><ul><li> <b>VISI<br />
</b></li>
</ul><div style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"></div><div align="center" style="margin-left: 49.65pt;"><b>TERBENTUKNYA GENERASI ISLAM YANG BERWAWASAN IMAN DAN TAQWA, BERAKHLAKUL KARIMAH, BERPRESTASI DALAM PENDIDIKAN SERTA TERAMPIL BERBAHASA</b></div><ul><li> <b>MISI<br />
</b> <ul><li> Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan yang efektif sehingga potensi yang dimiliki peserta didik dapat berkembang secara optimal.</li>
<li> Mewujudkan pembentukan karakter peserta didik yang islami sehingga mampu mengaktualisasikan diri dalam masyarakat.</li>
<li> Meningkatkan prestasi peserta didik baik akademik maupun non akademik.</li>
<li> Meningkatkan pengetahuan dan profesionalisme tenaga kependidikan sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan.</li>
<li> Menciptakan suasana hubungan kekeluargaan antara Madrasah dengan masyarakat.</li>
</ul></li>
<li> <b>TUJUAN<br />
</b> <ul><li> Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran Aktif.</li>
<li> Mengembangkan potensi akademik, minat dan bakat Peserta Didikmelalui layanan bimbingan dan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler.</li>
<li> Membiasakan peserta didik untuk dapat berperilaku yang Islami di lingkungan madrasah.</li>
<li> Meningkatkan prestasi akademik Peserta Didikdengan nilai rata-rata 7,5.</li>
<li> Meningkatkan prestasi peserta didik di bidang bakat dan minat melalui kejuaraan dan kompetisi.</li>
</ul></li>
</ul>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-25288600531009432272011-11-11T23:12:00.000-08:002011-11-17T23:58:01.557-08:00SEJARAH PON-PES FUTUHIYYAH<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-ifU9EXuIT84/TsYP-5PdbAI/AAAAAAAAACk/m_t0cxqsKv4/s1600/188576_114746551934691_100001980391284_110736_5664409_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-ifU9EXuIT84/TsYP-5PdbAI/AAAAAAAAACk/m_t0cxqsKv4/s1600/188576_114746551934691_100001980391284_110736_5664409_n.jpg" /></a></div><b><i>Syekh Mushlih bin 'Abdur Rahman</i> </b><br />
<br />
<br />
<br />
Beliau wafat dan di makamkan di ma’la Makkah al Mukarromah di pemakaman yang kebetulan berdampingan dengan makam Sayyidatina Asma’ binti Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a, dekat/di depan kompleks makam Sayyidatina Khodijah r.a, istri Rosulillah s.a.w. Jama’ah haji Indonesia dari Mranggen dan Demak banyak yang ziarah kepada beliau dengan bantuan mukimin setempat. Beliau wafat pada bulan syawal 1981 Masehi, dengan mewariskan pon-pes Futuhiyyah yang besar untuk di lestarikan dan di kembangkan lebih lanjut. Dan Al-hamdulillah pon-pes Futuhiyyah Mranggen tetap lestari dan berkembang hingga saat ini. Semoga demikian seterusnya hingga akhir masa. Allahumma amiin.<br />
<b>I. Identitas Diri dan Keluarga</b><b> </b><br />
Syeikh K.H Muslih bin Syeikh K.H Abdurrohman dan Hj. Shofiyyah, asli/kelahiran suburan Mranggen Demak,pada tahun 1908 Masehi. Beliau adalah adik kandung dari Syeikh K.H Ustman bin Syeikh K.H Abdurrohman. Silsilah Syeikh K.H Muslih<br />
Dari Ayah :<br />
Muslih bin Abdurrohman din Qosidil haq bin R. Oyong Abdulloh Muhajir bin Dipo Kusumo bin P.Wiryo Kusumo / P.Sedo Krapyak bin P.Sujatmiko atau Wijil II / Notonegoro II bin P. Agung atau NotoProjo bin P.Sabrang bin P. Ketib bin P. Hadi bin K. S. Kali jogo,hingga Ronggolawe adipati Tuban I atau Syeikh Al-Jali / Syeikh Al-Khowaji, yang berasal dari Baghdad keturunan Saayyidina Abbas r.a paman Rasulullah s.a.w. Dari Ibu :<br />
Muslih bin Shofiyyah binti Abu Mi’roj wa binti Shodiroh hingga bersambung pada ratu Kalinyamat binti Trenggono Sultan Bintoro Demak II bin Sultan Bintoro I / R. Fatah bin R. Kertowijoyo / Darmokusumo Brawijaya I Raja Majapahit. Ratu Kalinyamat istri Sultan Hadliri yang berasal dari Aceh dan menjabat sebagai adipati Bintoro Demak di Jepara. Sedangkan istri Sultan Trenggono adalah puteri K. S Kalijogo dan istri Sultan Fatah / Ibu Sultan Trenggono adalah putri K.S Ampel Surabaya, Dzuriyyah Rasulullah s.a.w. Syeikh K.H Muslih Abdurrahman menikah dengan Nyai Marfu’ah binti K.H Siroj dan berputra :<br />
1. Al-Inayah, istri Syeikh K.H. Mahdum Zein.<br />
2. K.H. M.S. Luthfi Hakim Muslih Bc.Hk sebagai pengasuh utama I pon-pes Futuhiyyah sejak tahun 1971 Masehi.<br />
3. Faizah, istri Syeikh K.H. Muhammad Ridhwan.<br />
4. K.H Muhammad Hanif Muslih L.c sebagai pengasuh utama II pon-pes Futuhiyyah sejak tahun 1985 Masehi.<br />
5. Putra-putra lainnya meninggal sejak kecil.<br />
Setelah Nyai Marfu’ah wafat tahun 1959 Masehi, Syeikh K.H. Muslih Abdurrohman menikah lagi dengan Nyai Mu’minah Al-Hafidhoh / Al-Hamilah bin K.H. Muhsin ( ayah K.H. Muhibbin Al-Hafid, pengasuh pon-pes Al-Badriyyah Mranggen ) dan berputra :<br />
1. Qoni’ah istri K.H. Masyhuri, B.A.<br />
2. Masbahah, istri Syeikh K.H Abdurrahan Badawi / Syeikh Dur.<br />
Setelah Nyai Mu’minah wafat pada tahun 1964 Masehi, Syeikh K.H Muslim Abdurrahman menikah lagi dengan Nyai. Sa’adah binti H. Mahhmud, Randusari Semarang sampai sekarang beliau masih hidup, semoga thowil umur allah husnil khotimah fi tho’atillah fil alwi wal afiyah wassalamah was sa’adah fi daruun-min fadllillah wa rohmatillah Allahuma amiin.Begitu pula keluarga dan dzuriyyah syeikh K.H muslih, bani Abdurrohman dan para santri dan alumni pon-pes Futuhiyyah Mranggen dan cabang- cabangnya, para muhibbin beliau beliau erikut para pejuang Fi Sabillillah termasuk K.Habdurrahman Wahid (GUS Dur Presiden R.I ) dan keluarga masing-masing. Allahumma amiin. <b>II. PENDIDIKANNYA</b><b> </b><br />
Pendidikan Syeikh K.H. Muslih bin Abdurrahman, diperoleh dari : 1.Belajar pada orang tua sendiri, yaitu Syeikh K.H. Abdurrahman bin Qosidil Haq.<br />
2.Belajar di pondok pesantren termasuk madrasahnya Syeikh K.H. Ibrohim Yahya Brumbung Mranggen, disamping belajar pula saat pergi Haji bersama beliau.<br />
3.Belajar di pondok pesantren Mangkang kulon.<br />
4.Belajar di pondok pesantren Sarag Rembang milik Syeikh K.H. Zuber dan Syeikh Imam, disini beliau sambil belajar / santri kalong kepada Syeikh K.H Maksum, Lasem Rembang.<br />
5.Belajar-mengajar di pondok pesantren Termas Pacitan.<br />
6.Belajar ilmu thoriqoh dan bai’at mursyid di banten yaitu Syeikh Abdul Latif Al- Bantani<br />
7.Belajar kepada Syeikh Yasin Al-Fadani Al- Makky di Mekah.<br />
8.Belajar ilmu Ekonomi dan dagang.<br />
9.Belajar ilmu kemiliteran.<br />
Dari hasil pendidikannya tersebut Syeikgh K.H.Muslih bin Aburrahman termasuk Ulama’ Allamah Ahli ilmu-Kalam Bahasa Arab (Nahwu, Shorof, Balaqhoh, hingga ilmu Mantiq dan Arudh) Ahli Ilmu-Klam /Tauhid., Ahli Ilmu Tasawwuf –Ahli Ilmu Thoriqoh Mu’tabaroh hingga ahli pula dalam Ilmu Kepemimpinan Ilmu Kependidikan, Ilmu Siasah, Ilmu Hikmah Ilmu Jihad fi sabillillah termasuk Ilmu Kemiliteran. Oleh ksrns itu beliau sangat pantas menjadi Guru Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah Bahkan menjadi Syeikhul Mursidin atau guru para mursyid, sebab beliau telah memenuhi peryaratan sebagai guru Guru Mursyid sebagai mana yang dianjurkan oleh syyaidina Syeikh Abdul Qodir Al –Jaelani, r.a, yang mana seorang mursyid itu seharusnya : 1.Memiliki Ilmu Ulam’ ( Ahli Agama Islam )<br />
2.Memiliki Ilmu Siasah ( Politik Pemerintahan ).<br />
3.Memiliki Ilmu Hikmah ( Kebijaksanaan Ahli Hukum Islam ).<br />
Syeikh K.H. Muslih teryata belajar dan mengajar sebagaimana tersebut dalam manaqib As-Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani r.a, yaitu Tafsir dan ilmu Tafsirnya, Hadist dan ilmu Muthola’ah Hadistnya ilmu fiqh dan Hilafayahnya, ilmu Usuluddin ( ilmu kalam ) dan ilmu Ushulul Fiqh, ilmu Qiro’ah / Tawid, ilmu Nahwu, ilmu Shorof, ilmu Ma’ani, ilmu Bayan Badi’, ilmu arudl, ilmu Qowafi, ilmu Matiq dan ilmu tasawwuf / ilmu Thoriqoh. Ilmu – ilmu tersebut semuanya diajarkan di pon-pes madrasah, kecuali ilmuthoriqoh / ilmu Tasawwuf. Disamping ilmu-ilmu tersebut Syeikh K.H. Muslih Abdurrohman diwaktu mudanya juga rajin belajar ilmu-ilmu kanuragan dan ketabitan Islamy maupun do’a-do’a / aurrod yang khusus, tersasuk aurod khusus untuk memdapatkan Ilmu yang bermanfa’at lagi barokah. Ilmu yang manfa’at ialah ilmu yang dapat diamalkan sendiri ( dirinya dapat beribadah billah sesuai dengan ilmu yang diperolahnya, sebab fadlol dan rhmat Allah s.w.t ). Sedang ilmu yang barokah ialah ilmu yang sudah dapat ditularkan kepada orang lain, baik melalui pendidikan dan pengajaran maupun nasehat, baik secara langsung maupun tidak langsung ( melalui tulisan dalam buku / kitab yang disusun, digandakan dan dibaca oleh orang lain ). Selain belajar ilmu-ilmu tersebut beliau sempat belajar bagaimana cara mengajar yang baik ( guru yang berhasil ) dan bagaimana menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran sistem klasikal ( madrasah ) saat beliau mondok di Termas, Pacitan. Sebelum beliau di Termas, sepulang dari pondok Sarang beliau bersama kakaknya, yaitu Syeikh K.H. Utsman bin Abdurrohman sempat belajar dagang pakaian jadi di pasar Mranggen,selama satu tahun, atas perintah orang tuanya agar merasakan bagaimana susahnya orang bekerja mencari rejeki ( dalam setahun kerja, teryata tidak laba dan tidak rugi ) setelah itu beliau berangkat ke Terma memenuhi perintah Syeikh K. H. Maksum Lalem sekalian ingin menambah ilmu dan pengalaman.<br />
<b>III. PERJUANGAN </b><b> </b><br />
Syeikh K.H. Muslih Abdurrohman selain berjuangan demi terwujudnya suatu pribadi yang baik serta menjadi ulama pejuang islami, ternyata beliau juga berjuang fisabilillah di sisi yang lain, yaitu : 1.Menjadi pengasuh pendidikan pesantren, termasuk Pengajian dan Bai’at Thoriqoh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah .<br />
2.Mendirikan / menyelenggarakan Pendidikan Masdrasah/ Sekolah Futuhiyyah<br />
3.Menjadi Pengasuh Utama Pon-Pes Futuhiyyah<br />
4.Memperluas lokasi / Areal Pondok Pesantren<br />
5.Merehab dan membangun Prasarana Pondok Pesantren, termasuk membangun Masjid An-Nur dikonplek Pon-Pes Futuhiyyah.<br />
6.Menjadi Anggota Pengurus G.P Ansor Mranggen dan Lasykar Hizbullah Mranggen<br />
7.Menjadi Pengurus Jam’iyyah N.U<br />
8.Menjadi Komandan Barisan Sabilillah, sektor Semarang Timur.<br />
9.Ikut Mendirikan dan menjadi pengurus Jam’iyyah Thoriqoh Mu’tabaroh Indonesia.<br />
10.Mendirikan dan menjadi Pengurus Jam’iyyah Thoriqoh Nahdiyyah<br />
11.Mendirikan Madrasah Aliyah Persiapan F.H.I UNNU Mranggen<br />
12.Mendirikan F.H.I UNNU Fikal Surakarta di Mranggen<br />
13.Mendirikan atau menyelenggarakan Madrasah dan Sekolah Formal. <b>IV. MENJADI PENGASUH PON-PES FUTUHIYYAH</b><b> </b><br />
Sebelum Syeikh K.H. Muslih mondok kembali di Pondok Pesantren Termas, beliau sempat mukim dirumah yaitu Suburan Mranggen kira-kira pada tahun 1931 Masehi selama satu tahun, setelah kembali dari mondok di Pondok Pesantren Sarang. Pondok Pesantren yang telah direhabilitasi pada tahun 1927 Masehi, atas perintah Syeikh K.H. Abdurrohman, telah berhasil menampung puluhan santri, namun aktifitas Madrasah tersebut menjadi berhenti, setelah diminta oleh N.U cabang Mranggen . Akhirnya Syeikh K.H. Muslih berusaha mendirikan kembali Madrasah Diniyyah Awaliyyah Futuhiyyah di konplek Pon-Pes Futuhiyyah dengan tikat tidak boleh diminta oleh N.U lagi. Jika N.U ingin mengelola Madrasah lagi supaya mendirikan sendiri. Selang beberapa waktu, Pon-Pes Futuhiyyah mendirikan Madrasah dua kali pada tahun 1927 dan 1929 Masehi. Selama dua kali mendirikan, dua kali pula diminta oleh N.U. Cabang Mranggen dengan cara Bedol Madrasah, Murid dan Gurunya di pindah tempat, yang kemudian dikelola oleh N.U Cabang Mranggen dan dua Kali pula terhenti. Setelah Madrasah yang didirikan oleh Syeikh K.H. Muslih berjalan lancar, satu tahun kemudian diserahkan oleh adik beliau, yaitu Syeikh K.H. Murodi setelah mukim kembali dari mondok di Lasem dan para gurunya, dengan pesan agar tak boleh dipindah lagi, karena beliau akan Mondok lagi ke Termas. N.U. cabang Mranggen, akhirnya mendirikan sendiri Madrasah Diniyyah Awaliyyah dan dapat hidup hingga sekarang, di Kauman Mranggen, yang dikenal kemudian dengan nama Madrasah Ishlahiyyah. Syeikh K.H. Muslih saat datang di Termas, langsung diminta oleh Syeikh K.H. Ali Maksum (Krapyak Yogya), selaku kepala Madrasah di Termas saat itu, untuk mengajar kelas di ajar oleh Syeikh K.H. Ali Maksum (kelas Alfiyyah Ibnu Malik). Semula Syeikh K.H. Muslih menolak, dengan alasan belum mampu mengajar Alfiyyah. Beliau tetap dipaksa dan dibujuk dengan kata-kata nanti saya ajari oleh Syeikh K.H. Ali Maksum. Setelah itu, Beliau akhirnya bersedia. Namun Ternyata Syeikh K.H. Ali Maksum hanya sekali mengajar Syeikh K.H. Muslih sebagai persiapan mengajar Alfiyyah, yaitu pada malam sebelum esok harinya mengajar, lalu beliau menghilang. Dengan berat hati Syeikh K. H. Muslih mengajar dikelas yang ditinggalkan Syeikh K.H . Ali Maksum. Dan kira-kira setengah bulan kemudian, Syeikh K.H. Ali Maksum Baru muncul dan bertanya kepada murid – murid kelas tersebut, bagaimana hasil kerja Ustadt baru, murid-murid menjawab baik dan puas, setelah itu Syeikh K.H. Muslih di tetapkan guru kelas tersebut. Suka duka Syeikh K.H. Muslih tidak menghalangi untuk berenovasi menjadi guru yang baik dan ini terbukti saat dimana santri-santri senior yang ada di Termas tidak disuruh mengajar, justru santri barunya yang disuruh mengajar, yaitu Syeikh K.H. Muslih, maka oleh santri-santri senior tersebut, kursi tempat duduknya di rawe ( diberi bulu buah rawe agar gatal-gatal, hingga tidak jadi mengajar ). Dengan berbekal Ilmu yang lebih luas dan pengalaman selama menjadi guru madrasah Tsanawiyyah di Termas itulah akhirnya Syeikh K.H. Muslih pulang dan mukim kembali di Suburan Mranggen kira-kira pada tahun 1935 Masehi, dengan tekad akan mengembangkan pondok pesantren Futuhiyyah Suburan Mranggen. Dan Al-Hamdulillah pada tahun 1936 Masehi berdirilah Madrasah Ibtida’iyyah yang bukan M.I, karana pelajarannya sudah setingkat dengan Madrasah Wustho dan Madrasah Tsanawiyyah yang diselenggarakan pada pagi hari. Mengenai bagaimana tekhnis pengumuman P.M.B yang dilakukan saat itu, sementara saat itu tidak ada radio, tidak ada stensil, tidak ada mesin tulis apalagi fotocopy, tetapi yang jelas, madrasah tersebut penuh dengan murid dan pondoknya semakin banyak jenis santri mukimnya, baik yang berasal dari desa-desa wilayah kecamatan Mranggen dan sekitarnya hingga Gubug-Purwodadi, hal ini terjadi karena tersiarnya berita bahwa di pondok Suburan Mranggen telah muncul Kiai yang alim.<br />
Sesudah tahun 1950 Masehi pon-pes Futuhiyyah semakin berkembang santri mukimnya semakin bertambah ( antara 300 – 400 orang ), di samping santri lajo yang masih belajar di madrasah maupun sambil mengaji wetinan, berikut datangnya santri pengajian thoriqoh yang dibuka mulai tahun 1950 Masehi. Adapun penyebabnya adalah bervariatif, mungkin Syeikh K.H. Muslih dikenal sebagai Kiai yang enak ngajinya, atau karena adanya aktivitas da’wah dari para mubalighin, termasuk Syeikh K.H. Abdul Hadi yang malang melintang berda’wah seantero Jawa Tengah,dan sebagainya.<br />
Singkatnya, apa yang telah terwujud itu adalah fadlol dan rohmat Allah s.w.t. yang harus diyakini berkat syafa’at ahli silsilah Ilmu Islami aurod mujahadah dan riyadloh, termasuk dzikir thoriqoh, khususnya Syeikh K.H. Ibrohim. Yahya Brumbung, Syeikh K.H. Abdurrohman wa ushulih, Syeikh K.H. Hadi Giri Kusumo, Syeikh Abu Mi’roj Sapen, serta para auliya’-syuhada’ tanah Jawa hingga Walisembilan dan K.S. Fatah beserta pengikutnya, Syeikh Abdul Qodir Al0Jaelani r.a dan ahli silsilahnya hingga Rasulullah s.a.w.<br />
Syeikh K.H. Muslih Abdurrohman selaku pimpinan / pengasuh pon-pes Futuhiyyah harus berjuang pula mencukupi kebutuhan Prasarana dan Sarana pondok pesanten termasuk keperluan dalam menyelenggarakan madrasah, seiring pribadi beliau menggerakkan pulapartisipasi aktif dalam pembangunan pondok pesantren futuhiyyah baik dari santrinya, para wali santri maupun masyarakat baik dalam bentuk sumbangan tenaga, material maupun uang. Adapun sumber – sumber yang lain berasal dari sumbangan pemerintah. Pada masa hidup beliau, partisipasi santri besar sekali dalam pembangunan pondok pesantren Futuhiyyah, sebagai pengalaman ilmu, ikut andil dalam jariyyah, bersatu dan bergotong royng secara ikhlas merealisasi program pembangunan sekaligus nyadong berkah dari Allah s.w.t. Untukkeperluan hidupnya di dunia dan akhirat kelak<br />
<br />
<i>Syekh KH. Hanif Mushlih</i><br />
Berawal dari perdebatan dengan kawannya, ulama yang satu ini mulai menulis buku unik, yang menjadikan rujukan lawannya sebagai bahan “memukul” balik. Buah selalu jatuh tak jauh dari pohonnya, begitulah peribahasa yang tepat disematkan kepada kiai yang satu ini. Mewarisi tradisi ayah, paman dan kakaknya, ia adalah mursyid salah satu thariqah besar. Ia juga mewarisi keterampilan dan kegemaran ayahnya menulis risalah-risalah agama yang kemudian dibukukan. Karya-karyanya menyoroti topik-topik yang menjadi perdebatan dalam umat Islam, seperti tahlilan, tarawih, ziarah kubur dan sebagainya. Uniknya, dalam membela masalah-maalah “kontroversial” tersebut ia mengedepankan sumber-sumber yang selama ini sering dijadikan rujukan oleh kalangan yang menentangnya. Menurutnya, kalangan yang anti terhadap ritual kaum nahdliyyin selama ini bertindak tidak adil, karena dalam mengutip pendapat para ulama salaf hanya mengambil bagian-bagian yang menguntungkannya saja. Sedangkan keterangan pendapat berikutnya yang lebih luas justru diabaikan karena menolerir pendapat yang dijadikan rujukan oleh kaum nahdliyyin. Sukses dengan enam buku pertamanya, saat ini ia tengah menyelesaikan penulisan buku tentang tawassul. Tentu dengan mengedepankan sumber-sumber dari ulama yang sebelumnya dicap anti tawassul.<br />
Cukup menarik sekali apa yang dilakukan oleh sanga kiai di sela-sela kesibukannya mengasuh sebuah pesantren besar, membimbing murid-murid thariqahnya dan menjadi anggota legislatif di propinsinya. Siapakah ulama yang kreatif tersebut? Dialah K.H. Muhammad Hanif Muslih, Lc., pengasuh Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak, jawa Tengah, yang juga mursyid Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah. Diwawancarai alKisah di rumahnya yang terletak di tengah kompleks Pesantren Futuhiyyah, kiai yang nada bicaranya lembut ini bertutur panjang lebar tentang latar belakang penulisan buku-bukunya, kiprah keulamaannya serta sekelumit perjalanan hidupnya. Penulisan buku pertamanya yang mengangkat topik tahilan, kenang Kiai Hanif, berawal dari kunjungan seorang tamu yang tidak lain adalah kawannya semasa mengaji di Pesantren Futuhiyyah. Sang tamu yang juga pernah menjadi menantu pamannya itu bertanya, “Di Arab Saudi ada tahlilan atau tidak?” Kiai Hanif yang alumnus Universitas Madinah itu terkejut dan mencoba membaca tujuan pertanyaan tersebut. “Sebenarnya sampeyan menanyakan tentang tahlilan, seperti yang lazim di negeri kita ini, atau tentang sampainya hadiah pahala mayyit?,” sang tuan rumah bertanya balik.<br />
<b>Perdebatan Tertulis</b><b> </b><br />
Akhirnya sang tamu mengaku, bahwa inti pertanyaannya adalah yang kedua, tentang sampaikah hadiah pahala untuk orang meninggal. Kiai Hanif pun lalu menjelaskan, bahwa tahlilan dalam arti membaca La ilaha illallah dan menghadiahkan pahalanya kepada orang meninggal juga diamalkan oleh sebagian besar golongan di Saudi. Mendengar jawaban itu sanga tamu pun membantah dan terjadilah perdebatan sengit hingga larut malam. Belum puas dan tuntas, perdebatan berlanjut hingga beberapa malam berikutnya. Pendengaran sang tamu yang sudah agak terganggu membuat Kiai Hanif harus bersuara keras dalam menjelaskan pendapatnya. Giliran Istri Kiai Hanif yang protes, anak mereka yang masih kecil tidak bisa tidur karena terganggu oleh suara keras mereka. Akhirnya kiai Hanif memutuskan untuk menulis penjelasannya secara panjang lebar dalam sepucuk surat.<br />
Melalui surat menyurat, perdebatan pun kembali berlanjut dengan seru, sampai akhirnya sang tamu menyerah, dan menyudahi perdebatan itu. “Sudahlah, Kang. Sekarang kita beramal menurut keyakinan masing-masing. Yang jelas keyakinan saya ini mengacu kepada ulama anu, anu dan anu,” katanya dengan nada merendahkan. Kiai Hanif tidak terima dengan nama-nama ulama yang dicatut sang teman sebagai narasumbernya. Dengan penasaran ia lalu melacak kitab rujukan sang lawan, memfotokopi pendapat para ulama yang disebut-sebut dan mempelajarinya dengan lebih seksama. Hasilnya? “Ternyata kebanyakan mereka hanya mengutip ucapan para ulama hanya pada bagian yang mendukung pendapatnya saja. Sementara sisa keterangannya yang mendukung aktivitas tahlil dipotong dan dianggap tidak ada,” kata Kiai Hanif. Belakangan hasil kajian dan penulusurannya tentang dalil-dalil tahlil dan pendapat para ulama tersebut sering dipinjam rekannya sesama kiai untuk dijadikan bahan rujukan diskusi. Karena kerap berpindah-pindah tangan dan dikhawatiran hilang, akhirnya Kiai Hanif memutuskan untuk mencetaknya dalam bentuk buku. Kebetulan ketika itu Rabithah Ma’ahidil Islamiyyah (RMI), organisasi persatuan pesantren NU, bersedia mencetaknya. Sukses dengan buku pertama, Kiai Hanif pun mulai ketagihan mengkaji dan menulis tema-tema serupa. Ketika ada orang yang bertanya tentang hukum tarawih dua puluh rakaat, misalnya, ia pun menjawabnya dengan menulis sebuah buku. Tentu dilengkapi dengan kutipan pendapat para ulama yang dianggap menentang praktik tarawih 20 raka’at, yang tanpa potongan di sana-sini.Sejak itu berturut-turut ia menulis beberapa buku lagi. Dan saat ini ia tengah menyelesaikan buku terahirnya yang mengupas kontroversi seputar masalah tawassul. Dari pengalamannya menulis, Hanif menyimpulkan, “Kelemahan kita ini adalah karena sering menggampangkan segala urusan. Pokoknya kalau sudah diajarkan dan diamalkan oleh kiainya, dianggap cukup. Tanpa perlu ikut menyusuri dasar hukumnya, atau taqlid buta.” Ditambah lagi kebanyakan kiai juga nggampangke, tambahnya. Kalau mengutip kitab cukup dengan mengambil pendapat ulamanya, tanpa menukilkan dasar Al-Quran dan haditsnya. “Makanya dalam forum bahtsul masail saya selalu mengusulkan untuk mencantumkan juga dasar hukum dari Al-Quran dan haditsnya. Biar anak-anak kita nggak mudah tergoda oleh kelompok yang menganggap kita sesat dengan dalih pendapat kita lemah karena hanya berdasarkan keterangan ahli fiqih. Sementara pendapat mereka lebih kuat karena langsung mengambil dari Al-Quran dan hadits. Padahal, kitab fiqih adalah penjabaran dari hukum Al-Quran dan hadits,” kata Kiai Hanif bersemangat. <b>Dicekoki Paham Wahhabi</b><br />
Berbincang-bincang dengan Kiai Hanif Muslih memang sangat menyenangkan. Wawasannya yang luas ditopang dengan pengetahuan agamanya yang dalam. K.H. Muhammad Hanif lahir di Mranggen pada bulan Desember 1955 sebagai anak keempat dari sebelas bersaudara putra pasangan K.H. Muslih Abdurrahman dan Nyai Hj. Marfu’ah. Ayahnya adalah ulama besar pada era 1950an hingga wafatnya pada tahun 1981. Mbah Muslih juga pernah menduduki posisi rais ‘am di Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Jatman), organisasinya para pengamal thariqah di tanah air. Meski anak ulama pengasuh pesantren, oleh orang tuanya pendidikan dasar agama Hanif kecil lebih banyak diserahkan kepada para pengajar madrasah di lingkungan pesantrennya. Hanya setiap bulan Ramadhan, Hanif mengikuti pengajian kitab yang diasuh langsung oleh sang ayah di masjid Pesantren Futuhiyyah. Kelas duduk di kelas tiga Madrasah Aliyah, Hanif diajak kakak iparnya, Kiai Muhammad Ridwan untuk menunaikan ibadah haji, dengan menumpang kapal laut. Tepat ketika usai menuntaskan seluruh rangkaian ibadah haji, Hanif menerima surat dari sang ayah yang memerintahkannya untuk tetap tinggal dan menuntut ilmu di Tanah Suci. Namun karena waktu masa penerimaan murid baru baru saja usai, terpaksa Hanif harus menunggu tahun ajaran baru berikutnya. Selama hampir setahun itu ia menghabiskan waktu dengan bekerja sebagai sekretaris seorang syaikh yang memiliki usaha pengelolaan haji di siang hari. Di rumah sang syaikh itu pula Hannif tinggal bersama beberapa kawan Indonesianya. Dan malam harinya, usai shlat maghrib, ia mengikuti pengajian Tafsir Ibnu Katsir di Babussalam, Masjidil Haram yang diasuh oleh Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Tahun 1976 Hanif mendaftarkan diri di Universitas Madinah dengan ijazah Madrasah Aliyah Futuhiyyah yang dikirimkan ayahnya. Namun sayangnya, almamaternya waktu itu belum mu’adalah (disetarakan) di Saudi. Karena itu ia harus mengulang sekolah lagi selama setahun di kelas tiga Madrasah Aliyyah Madinah. Baru pada tahun berikutnya, 1977, ia bisa masuk Universitas Madinah. Bersamaan dengan Hanif ada lima alumnus Pesantren Futuhiyyah lain yang diterima di Universitas Madinah. Kebetulan kelimanya juga berasal dari daerah Mranggen. Mereka pun lalu bersepakat akan mengambil jurusan yang berbeda-beda, agar saat kembali ke tanah air nanti akan bersama-sama memperkaya pesantren almamater dengan keilmuan yang beragam. “Ternyata, setelah pulang ke tanah air, semua teman-teman saya diambil menantu oleh para kiai dari berbagai daerah. Tinggal saya saja yang masih tinggal di Mranggen,” kenang Kiai Hanif sambil terkekeh.. Dalam rembugan itu, Hanif sendiri kebagian tugas mengambil jurusan Bahasa Arab, yang terus digelutinya hingga meraih gelar Lc. Banyak hal berkesan yang dialami Kiai Hanif ketika belajar di negeri yang dikuasai oleh kelompok Wahhabi. Di antaranya adalah upaya mencekoki mahasiswa dengan paham Wahhabi. Untungnya, menurut Kiai Hanif, waktu itu masih banyak dosen di Universitas Madinah yang non wahhabi dan berasal dari luar Saudi. “Hanya mata kuliah aqidah saja diampu oleh dosen-dosen asli Saudi yang berpaham Wahhabi, Itu pun mata kuliahnya jarang diminati oleh mahasiswa, karena cara mengajar mereka rata-rata kurang enak,” ungkapnya kemudian.<br />
<b>Pilihan Allah</b><b> </b><br />
Kebetulan pengawasan terhadap kegiatan ekstra kampus saat itu juga belum seketat sekarang. “Jaman saya dulu masih ada organisasi KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama) yang diantara kegiatannya adalah tahlilan, barzanjen dan manaqiban,” kenangnya. Usai menyelesaikan program S1-nya, Hanif pulang ke tanah air pada bulan Desember 1982 untuk membantu kakaknya, K.H. Luthfi Hakim, mengasuh pesantren Futuhiyyah. Kebetulan setahun sebelumnya, 1981, ayah mereka wafat di Tanah Suci ketika tengah menunaikan umrah Ramadhan. Tak ingin nantinya pusing mencari pendamping hidup, sebelum pulang ke tanah air Hanif pun berpesan kepada sang kakak untuk mencarikan jodoh baginya. Alhamdulillah, kata Kiai Hanif, proses itu tidak memakan waktu lama. Ketika ia tiba di tanah air seorang calon istri sudah menunggunya. Dan tepat bulan maret 1983 ia pun dinikahkan dengan Fashihah gadis asal kendal yang sedang nyantri di Jombang.<br />
Dari perkawinan tersebut Kiai Hanif dianugerahi empat anak yang mewarisi semangat belajarnya yang menyala-nyala. Dalam mendidik anak, Kiai Hanif mengikuti tradisi keluarganya. Dari tingkat MI sampai MTs harus di Futuhiyyah, setelah baru anak-anaknya disuruh nyantri di pesantren lain. “Terserah mereka maunya di mana. Kalau ternyata belum ada gambaran, biasanya saya ajak mereka keliling ke pesantren-pesantren sambil melihat-lihat.” Kiai Hanif mengaku tidak mau memaksakan kehendak kepada anak, apalagi memaksa mereka menjadi ulama. “Menjadi ulama atau tidak itu adalah pilihan Allah. Tugas saya sebagai orang tua hanya membekali anak dengan ilmu dan mengarahkan,” kata Kiai Hanif bersungguh-sungguh. Sebagai putra ulama besar yang terkenal di Nusantara, banyak kenangan berkesan yang dialami Hanif bersama sang ayah. Hal yang paling berkesan dari ayahnya yang ulama sufi adalah kedisiplinan dan kewira’iannya. Kiai Muslih, menurut Hanif, sangat tidak menyukai gemerlap kehidupan dunia. “Seumur hidupnya Abah tidak pernah terdengar bernyanyi. Beliau juga tidak mau memiliki televisi, karena takut melenakannya dari Allah SWT,” kenang Kiai Hanif. “Jika belakangan Mbah Muslih menyuruh saya membeli radio, hal itu tidak lain karena setiap bulan Ramadhan beliau ingin mendengarkan adzan maghrib langsung dari Masjid Jami’ Baiturrahman, Semarang, yang selalu direlay oleh RRI.” Pernah juga suatu ketika Hanif yang sedang menunggu abahnya pulang mengajar di masjid bernyanyi-nyanyi di ruang tamu. Tanpa ia sadari, ayahnya masuk dan terus memandanginya tanpa ekspresi marah. Dengan lembut Mbah Muslih berucap, “Opo kowe wis ora eling mati, Le? (Apa kamu sudah tidak ingat mati, Nak?)”. Meski dikenal sebagai ulama yang linuwih dan waskita, ayahnya juga tidak pernah mengajarkan ilmu yang macam-macam kepada para santri apalagi keluarga. Ketika terjadi gegeran tahun 1966-1970, misalnya, banyak kiai yang mengijazahkan ilmu hikmah kepada santri-santrinya. Namun tidak dengan Kiai Muslih. Ulama sufi itu hanya menganjurkan santri-santrinya untuk memperbanyak berdoa memohon perlindungan kepada Allah.<b> </b><br />
<b>Gudang Ilmu Hikmah</b><b> </b><br />
Namun sebagaimana anak-anak seusianya, Hanif sangat penasaran terhadap ilmu hikmah. Karena tidak berani meminta kepada ayahnya, ia pun mengikuti teman-temannya berguru ilmu kanuragan kepada beberapa kiai ahli hikmah yang tinggal di sekitar Mranggen. Lucunya, begitu tahu Hanif adalah anak Kiai Muslih Mranggen, tak ada satu pun kiai yang mau memberikan ijazahnya kepada bocah itu. “Minta saja sama ayahmu,” kata mereka, “Beliau itu gudangnya ilmu hikmah.” Betapa sedihnya Hanif mendengar penolakan itu. Untungnya tak lama kemudian desanya kedatangan tamu, seorang kiai ahli hikmah dari Jawa Timur, yang mau memberikan ijazah berbagai ilmu hikmah kepada siapa saja. Dengan semangat Hanif lalu ikut berguru. Ia mendapat ijazah sebuah amalan yang harus disertai puasa. Tak disangka, ternyata lelakonnya itu ketahuan sang abah. Hanif pun dipanggil ke kamar pribadi Kiai Muslih dan dimarahi. “Kalau kamu senang mempelajari ilmu hikmah, nanti abah sendiri yang akan menjajal ilmu kamu,” bentak Kiai Muslih. Tentu saja wajah Hanif langsung pucat pasi karena ketakutan. “Ilmu hikmah itu tidak usah dipelajari,” lanjut Mbah Muslih. “Yang penting sekarang kamu belajar ilmu agama dan ilmu pengetahuan sebaik-baiknya. Setelah menjadi orang alim, lalu kamu mengajar agar ilmumu mendapat keberkahan. Setelah itu insya Allah semua ilmu hikmah akan datang sendiri.” Uniknya, meski marah, Kiai Muslih tidak menyuruh Hanif menghentikan puasanya. Sebaliknya, Sang Allamah justru menambah sebuah wirid yang dimaksudkan sebagai penyeimbang amalan ilmu hikmahnya tersebut. Ketika disinggung mengenai aktivitas kethariqahannya, Kiai Hanif mengaku sudah ditawari untuk berbai’at oleh ayahnya sejak ia masih kuliah di Madinah. Namun waktu ia yang merasa belum siap menolak tawaran abahnya. Ketika sang ayah wafat, dan Hanif pulang ke tanah air, kakaknya, Kiai Luthfi Hakim juga menawarinya untuk dibai’at. Namun lagi-lagi Kiai Hanif menolak karena merasa belum siap. Ia merasa sebagian besar waktunya saat itu habis untuk mengurus Rabithah Ma’ahidil Islamiyyah (RMI) Jawa Tengah yang selama tiga periode dipimpinnya. “Selain itu, saat itu juga saya merasa masih banyak maksiat,” ungkap Kiai Hanif merendah. Sejak pulang dari Madinah, Kiai Hanif dan Kiai Luthfi memang berbagi tugas. Sang kakak konsentrasi di dalam pondok mengurus santri dan thariqah. Dan Hanif yang kebagian tugas urusan luar pesantren dan masalah keumatan. Namun pada tahun 2003, tepat dua tahun sebelum Kiai Luthfi wafat, Hanif dipanggil sang kakak dan diultimatum, “Mau atau tidak mau, sekarang juga kamu saya bai’at.” Kiai Hanif yang sudah merasa semakin tua dan lebih tenang pun menerima. Ia menjalani tarbiyyah (pendidikan sufistik) dari sang kakak dan pamannya K.H. Ahmad Muthohhar yang juga diangkat sang ayah menjadi mursyid. Tak lama menjalani tarbiyyah, Hanif telah dianggap cukup dan diangkat menjadi khalifah, kemudian mursyid penuh.<br />
<b>Mursyid Pengganti</b><br />
Meneruskan tradisi ayahnya, yang menjelang wafat mengangkat adiknya K.H. Ahmad Muthohhar Abdurrahman, putranya K.H. Luthfil Hakim, dan menantunya K.H. Makhdum Zein. K.H. Muhammad Ridwan, dan Kiai Abdurrahman Badawi sebagai pengganti, tak lama setelah dua mursyid seniornya wafat Kiai Hanif juga mengumpulkan keponakan-keponakannya. Lima ustadz muda yang merupakan putra lima mursyid sebelumnya itu ditawari untuk dibai’at dan dididik menjadi calon mursyid pengganti. Namun diantara kelimanya hanya K.H. Said Lafif bin Luthi Hakim saja yang bersedia, sementara yang lain mengaku belum siap. Baru belakangan, putra K.H. Ahmad Muthohhar menyusul. Maka jadilah tiga mursyid itu yang secara bersamaan meneruskan tradisi kethariqahan Qadiriyyah wan Naqsyabandiyyah di Mranggen. Selain membimbing di pesantrennya, belakangan Kiai Hanif juga sering menghadiri undangan murid-muridnya, untuk memimpin tawajjuhan (penhgajian thariqah) dan membai’at murid-murid baru. Saat ini murid TQN Mranggen memang telah tersebar hingga ke pulau-pulau lain di Nusantara, terutama Sumatera. “Saya cuma meneruskan langkah Kiai Luthfil Hakim,” kata Kiai Hanif. Dalam kehidupan modern ini, menurut Kiai Hanif Muslih, setiap orang idealnya masuk ke dalam salah satu thariqah yang mu’tabarah. Sebab seiring kemajuan zaman, problematika kehidupan yang dihadapi umat islam menjadi semakin kompleks. “Dan dalam banyak kompleksitas itu menyebabkan banyak orang yang menderita stress. Di sinilah thariqah menawarkan sebuah solusi kedamaian dan ketentraman dengan pendekatan diri kepada Allah,” tutur Kiai Hanif. Demikianlah sekelumit lagi tentang ulama unik dari pesantren, yang terus berkarya dalam ruang lingkup yang semakin sempit dikepung kemajuan zaman. Menutup perbincangan siang itu, Kiai Hanif berharap, thariqah akan semakin banyak diamalkan dan akan semakin menentramkan jiwa banyak orang. Amin.<br />
<i>Sejarah Pon. Pes. FUTUHIYYAH</i><br />
A. PERIODE AWAL<br />
Didirikan oleh Simbah KH. Abdurrahman bin Qosidil Haq bin Abdullah Muhajir, kurang lebih pada tabun 1901. Secara outentik tahun berdirinya belum dapat dipastikan, karena tidak ditemukan data yang kongkrit. Hanya saja menurut cerita orang-orang tua, bahwa pada hujan abu akibat meletusnya gunumg Kelud di permulaan abad 20, Pondok Pesantren Futuhiyyah sudah berdiri, walaupun santrinya masih relatif sedikit, hanya dari daerah Mranggen dan sekitamya. Mereka datang ngaji ke Pondok hanya pada malam hari karena pada pagi harinya harus pulang kerumah untuk membantu orang tua mereka, oleh karena itu disebut santri kalong. Bermula hanya sebuah surau ( langgar ) yang sebagian digunakan untuk tempat ibadah, mengaji dan musyawarah, sebagian lagi digunakan tempat tinggal oleh santri.<br />
Mereka belajar secara sederhana dan traditional sekali, Yang diajarkan pada mulanya hanya : membaca Al-Qur'an, fashalatan, kitab-kitab tatjamah atau kitab makna gandul, membiasakan bacaan Maulud Diba' - Barzanji, bimbingan untuk mempraktekkan tasawwuf dengan melakukan dzikir ala Thariqoh Qodiriyah wa-n Naqsyabandiyah dan diajak berguru kepada Simbah KH. Ibrahim bin H. Thohir Surodadi Menggolo, Brumbung (KH. Abdurrahman adalah badal Thoriqoh Qodiriyah wan Naqsyabandiyah simbah KH. Ibrahim).<br />
B. PERODE PERTENGAHAN<br />
Simbam. KH. Abdurrahman mengasuh Pondok Pantren Futuhiyyah hingga akhir hayatnya pada tahun 1942 { peringatan hari wafat “Haul” nya diselenggarakan setiap tanggal 12 Dzulhijjah }.<br />
Tahun 1926 bertepatan dengan lahimya Nahdlatul Ulama di Surabaya yang diikuti dengan berdirinya cabang NU di daerah Demak, KH Utsman Abdurrahman dengan bantuan beberapa teman pengurus NU Mranggen, mendirikan Madrasah Diniyah Awaliyah.<br />
Mulai Tahun 1927 tanggung jawab pengelolaan Pondok Pesantren yang sudah mendirikan pindidikan formal tersebut diserahkan kepada putera-putera beliau. Dan beliau masih membimbing, mengarahkan dan mengontrol, Hal tersebut beliau lakukan, karena diharapkan untuk menjadikan mereka sebagai kader-kadet yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat mengharumkan nama baik agama, nusa, bangsa dan keluarga. Dan putera yang pertama kali beliau serahi estafet kepemimpinan ialah putera sulung beliau, yaitu KH. Utsman Abdurrahman sepulangnya dari Pondok Pesantren KH. Ma’shum Lasem, Rembang,<br />
Pada awalnya KH. Utsman masih mempunyai banyak waktu untuk mengurus Pondok Pesantren maupun Madrasah dan sekaligus mengurus Jam'iyah Nahdlatul Ulama Cabang Mranggen, namun sete1ah urusan NU semakin menuntut pengabdiannya lebih banyak, terutama dalam pembinaan generasi muda dengan menyelenggarakan pelatihan silat dan kesenian rodatan serta tabligh ke desa desa pedalaman, akhimya urusan Pondok Pesantren dan Madrasah beliau serahkan kepada adiknya ; KH. Muslih Abdurrahman ( putera kedua KH. Abdlurrahman ) yang kebetulan saat itu sedang liburan dari Pondok Pesantren Sarang Rembang. Selama dua tahun ; 1931-1932, KH. Muslih Abdurrahman harus mengemban amanat yang diberikan Orang tua dan kakaknya untuk mengelola dan mengembangkan Pondok Pesantren dan Madrasah.<br />
Semangatnya yang tinggi dalam menuntut dan mendalami iImu membuat KH. Muslih Abdurrahman setelah mengejawantah Pondok Pesantren dan Madrasah selama 2 tahun, beliau kembali ke Pondok Pesantren Termas, dan untuk pengelolaan Pondok dan Madrasah diserahkan kepada adiknya : KH. Murodi Abdurrahman (Putra ketiga KH. Abdurrahman).<br />
Sedangkan KH. Ustman juga mendirikan Pondok Pesantren sendiri khusus putri, yang terletak di JaIan Raya Mranggen dengan nama ANNURIYAH. Dibawah kepemimpinan KH. Muslih yang kedua inilah, Pondok Pesantren Futuhiyyah setapak demi setapak mulai berkembang dan mulai menjadi tujuan para santri dari berbagai daerah yang menetap/mukim di pondok. Kamar ( gothaan ) santri mulai dibangun dan didirikan, Langgar (surau/Musholla) dibangun menjadi Masjid.<br />
<br />
<span class=""><img alt="" class="photo_img img" src="http://a2.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/71834_135905799795347_135367786515815_219060_2307225_n.jpg" /></span>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-65007253205001695492011-11-07T08:14:00.000-08:002011-11-07T08:14:48.842-08:00SEJARAH ALI BIN BIN ABI THALIBAli kecil adalah anak yang malang. Namun, kehadiran Muhammad SAW telah memberi seberkas pelangi baginya. Ali, tidak pernah bisa bercurah hati kepada ayahnya, Abi Thalib, selega ia bercurah hati kepada Rasulullah. Sebab, hingga akhir hayatnya pun, Abi Thalib tetap tak mampu mengucap kata syahadat tanda penyerahan hatinya kepada Allah. Ayahnya tak pernah bisa merasa betapa nikmatnya saat bersujud menyerahkan diri,kepada Allah Rabb semesta sekalian alam.<br />
<br />
Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput iman begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, ia kemudian bertekad kuat untuk tak mengulang kejadian ini buat kedua kali. Ia ingin, saat dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tak lagi menangisi ayahnya seperti tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak cuma dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tak mampu ia lindungi nanti...di hari akhir,karena ketiaadaan iman di dalam dadanya.<br />
<br />
Betul-betul pahit, padahal Ali tahu bahwa ayahnya sangatlah mencintai dirinya dan Rasulullah. Saat ayahnya, buat pertama kali memergoki dirinya sholat berjamaah bersama Rasulullah, ia telah menyatakan dukungannya. Abi Thalib berkata, ""Janganlah kau berpisah darinya (Rasulullah), karena ia tidak mengajakmu kecuali kepada kebaikan".<br />
<br />
Sejak masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia Rasulullah. Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada kesetiaannya. Ia telah hadir bersama Rasulullah sejak awal dan baru berakhir saat Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada. Ali adalah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam berbagai peperangan genting, saat diri Rasulullah terancam.<br />
<br />
Kecintaan Ali pada Rasulullah, dibalas dengan sangat manis oleh Rasulullah. Pada sebuah kesempatan ia menghadiahkan kepada Ali sebuah kalimat yang begitu melegenda, yaitu : "Ali, engkaulah saudaraku...di dunia dan di akhirat..."<br />
<br />
Ali, adalah pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan maupun melalui tindak-tanduk beliau. "Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAWW) sebagaimana anak kecil selalu membuntuti ibunya. Setiap hari ia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulai dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang masa-masa indah bersama Rasulullah tidak lama setelah Rasulullah wafat.<br />
<br />
Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata,"Tanpa Ali, Umar sudah lama binasa"<br />
<br />
Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat rumahnya telah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata, jika kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah ditemani Abu Bakar seorang.<br />
<br />
Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar, perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, beliau memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan " Yaa...ahlul Badar..."), Ali menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana badai gurun.<br />
<br />
Perang Badar adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan pertama-tama Rasulullah menunjukkan dedikasinya terhadap apa yang disebut dengan iman. Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para sahabat. Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang gundah. Sebuah doa, semirip ultimatum, yang setelah itu tak pernah lagi diucapkan Rasulullah..."Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul...jika Engkau tak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di muka bumi ini..."<br />
<br />
Dalam berbagai siroh, disebutkan bahwa musuh kemudian melihat jumlah pasukan muslim seakan tiada batasnya, padahal jumlah sejatinya tidaklah lebih dari 30 gelintir. Pasukan berjubah putih berkuda putih seperti turun dari langit dan bergabung bersama pasukan Rasulullah. Itulah, kemenangan pasukan iman. Dan Ali, menjadi bintang lapangannya hari itu.<br />
<br />
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi penyelamat karena dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam setelah satu demi satu para sahabat bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi Rasulullah yang kala itu terjepit hingga gigi RAsulullah bahkan rompal dan darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi kritis.<br />
<br />
Perang Uhud meski pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud, Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir. Kedukaan yang tak terperi, sebab Hamzah-lah yang selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat. Buah manisnya adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid, panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga akhir hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar terhadap kemenangan dan perkembangan Islam.<br />
<br />
Bagi Ali sendiri, perang Uhud makin menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Sebab di perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka ayahnya, juga Ali, berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah.<br />
<br />
Juga di perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang pertama yang sifatnya psyco-war. Ali kembali menjadi pahlawan, setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan debu pasir dan dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu. Rasulullah SAW bahkan bersabda: “Manifestasi seluruh iman sedang berhadapan dengan manifestasi seluruh kekufuran”.<br />
<br />
Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali menyudahinya dengan kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini, membuat Rasulullah SAW pada sebuah kesempatan : “Peperangan Ali dengan ‘Amr lebih utama dari amalan umatku hingga hari kiamat kelak”.<br />
<br />
Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang TAbuk. Kehadiran Ali di Mekkah, meski seorang diri, telah berhasil memporakporandakan rencana buruk itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah mereka.<br />
<br />
Perubahan drastis ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Ia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali benar-benar terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah, "jika aku ini adalah kota ilmu, maka Ali adalah pintu gerbangnya". Dari ahli pedang menjadi ahli kalam (pena). Ali begitu tenggelam didalamnya, hingga kemudian ia 'terbangun' kembali ke gelanggang untuk menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.<br />
<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Kenangan Bersama Fatimah Az-Zahra</span><br />
Sejatinya, sosok Fatimah telah lama ada di hati Ali. Ali-lah yang mengantarkan Fatimah kecil meninggalkan Mekkah menyusul ayahnya yang telah dulu hijrah. Ali pula yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa Fatimah menangis tersedu-sedu setiap kali Rasulullah dizhalimi. Ali bisa merasakan betapa pedihnya hati fatimah saat ia membersihkan kotoran kambing dari punggung ayahnya yang sedang sholat, yang dilemparkan dengan penuh kebencian oleh orang-orang kafir quraisy.<br />
<br />
Bagi Fatimah, sosok rasulullah, ayahnya, adalah sosok yang paling dirindukannya. Meski hati sedih bukan kepalang, duka tak berujung suka, begitu melihat wajah ayahnya, semua sedih dan duka akan sirna seketika. Bagi Fatimah, Rasulullah adalah inspirator terbesar dalam hidupnya. Fatimah hidup dalam kesederhanaan karena Rasulullah menampakkan padanya hakikat kesederhanaan dan kebersahajaan. Fatimah belajar sabar, karena Rasulullah telah menanamkan makna kesabaran melalui deraan dan fitnah yang diterimanya di sepanjang hidupnya. Dan Ali merasakan itu semua. Karena ia tumbuh dan besar di tengah-tengah mereka berdua.<br />
<br />
Maka, saat Rasulullah mempercayakan Fatimah pada dirinya, sebagai belahan jiwanya, sebagai teman mengarungi kehidupan, maka saat itulah hari paling bersejarah bagi dirinya. Sebab, sesunguhnya, Fatimah bagi Ali adalah seperti bunda Khodijah bagi Rasulullah. Teramatlah istimewa.<br />
<br />
Suka duka, yang lebih banyak dukanya mereka lewati bersama. Dua hari setelah kelahiran Hasan, putra pertama mereka, Ali harus berangkat pergi ke medan perang bersama Rasulullah. Ali tidak pernah benar-benar bisa mencurahkan seluruh cintanya buat Fatimah juga anaknya. Ada mulut-mulut umat yang menganga yang juga menanti cinta sang khalifah.<br />
<br />
Mereka berdua hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan yang sampai mengguncang langit. Penduduk langit bahkan sampai ikut menangis karenanya. Berhari-hari tak ada makanan di meja makan. Puasa tiga hari berturut-turut karena ketiadaan makanan pernah hinggap dalam kehidupan mereka. Tengoklah Ali, dia sedang menimba air di pojokkan sana, Setiap timba yang bisa angkat, dihargai dengan sebutir kurma. Hasan dan Husein bukan main riangnya mendapatkan sekerat kurma dari sang ayah.<br />
<br />
Pun, demikian tak pernah ada keluk kesah dari mulut mereka. Bahkan, mereka masih bisa bersedekah. Rasulullah...tak mampu menahan tangisnya... saat mengetahui Fatimah memberikan satu-satunya benda berharga miliknya, seuntai kalung peninggalan sang bunda Khodijah, ketika kedatangan pengemis yang meminta belas kasihan padanya. Rasulullah, yang perkasa itu, tak mampu menyembunyikan betapa air matanya menetes satu persatu...terutama mengingat bahwa kalung itu begitu khusus maknanya bagi dirinya... dan fatimah rela melepasnya, demi menyelamatkan perut seorang pengemis yang lapar, yang bahkan tidak pula dikenalnya.<br />
<br />
Dan lihatlah...langit tak diam. Mereka telah menyusun rencana. HIngga, melalui tangan para sahabat, kalung itu akhirnya kembali ke Fatimah. Sang pengemis, budak belaian itu bisa pulang dalam keadaan kenyang, dan punya bekal pulang, menjadi hamba yang merdeka pula. Dan yang terpenting adalah kalung itu telah kembali ke lehernya yang paling berhak...Fatimah.<br />
<br />
Namun, waktu terus berjalan. Cinta di dunia tidaklah pernah abadi. Sebab jasad terbatasi oleh usia. Mati. Sepeninggal Rasulullah, Fatimah lebih sering berada dalam kesendirian. Ia bahkan sering sakit-sakitan. Sebuah kondisi yang sebelumnya tidak pernah terjadi saat rasulullah masih hidup. Fatimah seperti tak bisa menerima, mengapa kondisi umat begitu cepat berubah sepeninggal ayahnya. Fatimah merasa telah kehilangan sesuatu yang bernama cinta pada diri umat terhadap pemimpinnya. Dan ia semakin menderita karenanya setiap kali ia terkenang pada sosok yang dirindukannya, Rasulullah SAW.<br />
<br />
Pada masa ketika kekalutan tengah berada di puncaknya, Fatimah teringat pada sepenggal kalimat rahasia ayahnya. Pada detik-detik kematian Rasulullah...di tengah isak tangis Fatimah...Rasulullah membisikkan sesuatu pada Fatimah, yang dengan itu telah berhasil membuat Fatimah tersenyum. Senyum yang tak bisa terbaca. Pesan Rasulullah itu sangatlah rahasia, dia hanya bisa terkatakan nanti setelah Rasulullah wafat atau saat Fatimah seperti sekarang ini...terbujur di pembaringan. Ya, Rasulullah berkata, "Sepeninggalku, ...diantara bait-ku (keluargaku), engkaulah yang pertama-tama akan menyusulku..."<br />
<br />
Kini, Fatimah telah menunggu masa itu. Ia telah sedemikian rindu dengan ayahanda pujaan hatinya. Setelah menatap mata suaminya, dan menggenggam erat tangannya...seakan ingin berkata, "kutunggu dirimu nanti di surga...bersama ayah...", Fatimah Az-Zahro menghembuskan nafasnya yang terakhir.<br />
<br />
Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya... dalam deraian air mata... Ali menguburkan jasad istrinya tercinta itu...yang masih belia itu...sendiri...di tengah malam buta...Ali tidak ingin membagi perasaannya itu dengan orang lain. Mereka berdua larut dalam keheningan yang hanya mereka berdua yang tahu. Lama Ali terpekur di gundukan tanah merah yang baru saja dibuatnya. Setiap katanya adalah setiap tetes air matanya. Mengalir begitu deras. Hingga kemudian, dengan dua tangan terkepal. Ali bangkit berdiri...dan berteriak sekeras-seKerasnya sambil menghadap langit...." A L L A H U ... A K B A R".<br />
<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Pertempuran Antar Sahabat</span><br />
Amirul Mukminin Ali ra., kemudian berkonsentrasi membenahi kondisi umat. Terutama pada sisi administrasi pemerintahan, ekonomi dan stabilitas pertahanan. Beberapa reformasi fundamental, seperti penggantian pejabat dan pengambilan kembali harta yang pernah diberikan oleh khalifah sebelumnya (Ustman bin Affan) menyulut kontroversi. Terutama, dalam kacamata awam, Ali tak pula kunjung menyeret pelaku pembunuhan Khalifah Ustman ke pengadilan.<br />
<br />
Yang harus dihadapi Ali tak tanggung-tanggung, sahabatnya sendiri. Sahabat yang dulu pernah berjuang bersama Rasulullah menegakkan Islam, kini berada dalam barisan yang hendak melawannya. Bahkan ada pula sahabat yang dulu membaiatnya menjadi khalifah. kini turut pula menghadangnya. Kondisi yang betul-betul pahit.<br />
<br />
Ali tidak pandang bulu. Baginya hukum menyentuh siapa saja. Tidak ada istilah 'orang kuat' di mata Ali. BAgi beliau, "orang lemah terlihat kuat dimataku, saat aku harus berjuang keras mengembalikan hak miliknya yang terampas. Orang kuat terlihat lemah di mataku, saat aku terpaksa mengambil sesuatu darinya yang bukan menjadi haknya".<br />
<br />
Di masa Khalifah Ali, pusat pemerintahan di pindahkan ke Kuffah. Dari sini kemudian ia mengendalikan wilayah Islam, yang saat itu telah meluas termasuk Syam. Kondisi saat itu benar-benar membutuhkan ketegasan. Sebagai khalifah terakhir dalam bingkai Khulafa Ar-rasyidin, Ali dihadapkan pada masa pelik. Dimana akar dari permasalahannya adalah makin bertambahnya Islam dari segi jumlah namun makin berkurang pula dari segi kualitas. Interest pribadi (nafs), kesukuan (nasionalisme sempit) yang dibalut atas nama agama, menjadi awal mulanya masa kemunduran Islam.<br />
<br />
Ketidaksempurnaan informasi yang diterima bunda Aisyah di Mekkah terhadap beberapa kebijakan Khalifah Ali telah membuatnya menyerbu Kuffah. Perang Jamal (Unta), demikian sejarah mencatatnya. Sebab bunda Aiysah ra memimpin perang melawan Ali dengan menunggangi Unta. Bersama Aisyah, turut pula sahabat Zubair bin Awam dan Thalhah. Di akhir peperangan, Khalifah Ali menjelaskan semuanya, dan Asiyah dipulangkan dengan hormat ke Mekkah. Ali mengutus beberapa pasukan khusus untuk mengawal kepulangan bunda Aisyah ke Mekkah.<br />
<br />
Berikutnya adalah Perang Shiffin. Bermula dari GUbernur Syam, Muawiyyah bin Abu Sofyan yang menyatakan penolakannya atas keputusan Ali mengganti dirinya sebagai gubernur. Kondisi serba tak taat ini membuat Ali masygul. Mereka bertemu dalam Perang Siffin. Dan di saat-saat memasuki kekalahannya, pasukan Syam kemudian mengangkat Al-Quran tinggi-tinggi dengan tombaknya, yang membuat pasukan Kufah menghentikan serangan. Dengan cara itu, kemudian dibukalah pintu dialog.<br />
<br />
Perundingan inilah yang kemudian membawa babak baru dalam kehidupan Ali, bahkan dunia Islam hingga saat ini. Sebuah tahkim (arbitrase) yang menurut sebagian pihak membuat Ali di bagian pihak yang kalah, namun menunjukkan kemuliaan hati Ali di sisi lain. Syam mengutus Amru Bin 'Ash yang terkenal dengan negosiasinya dan Ali mengutus Abu Musa Asyari, yang terkenal dengan kejujurannya. Ali nampak betul-betul berharap terhadap perundingan ini dan menghasilkan traktat yang membawa kedamaian diantara keduanya. Namun, kelihaian mengolah kata-kata dari pihak Syam membuat arbitrase itu seperti mengukuhkan kemunduran Ali sebagai khalifah dan menggantikannya dengan Muawiyah.<br />
<br />
Dan ini menimbulkan ketidakpuasan dari beberapa elemen di pasukan Ali. Dari sini, lahirlah para Khawarij yang kelak kemudian, bertanggung jawab terhadap kematian Khalifah Ali.<br />
<br />
Khawarij itu, Tiga untuk Tiga... Mereka membentuk tim berisi tiga orang yang tugasnya membunuh tiga orang yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap perundingan tersebut. Abdurahman bin Muljam ditugasi untuk membunuh Ali bin Thalib, Amr bin Abi Bakar ditugasi untuk membunuh Muawiyah, dan Amir bin Bakar ditugasi untuk membunuh Amr bin Ash. Mereka kemudian gagal membunuh tokoh-tokoh ini, kecuali Abdurahman bin Muljam.<br />
<br />
Menjelang wafatnya Khalifah Ali ra, Ali sempat bermuram durja. Sebab, penduduk Kuffah termakan propaganda dan kehilangan ketaatan kepada dirinya. Saat Ali meminta warga Kuffah untuk mempersiapkan diri menyerbu Syam, namun warga Kuffah tak terlalu menanggapi seruan itu. Ini berdampak psikologis amat berat bagi Ali. Tidak hanya sekali dua kali. tapi acapkali seruan Khalifah Ali di anggap angin lalu oleh warga Kufah.<br />
<br />
Karena itu, Ali sempat berkata," “Aku terjebak di tengah orang-orang tidak menaati perintah dan tidak memenuhi panggilanku. Wahai kalian yang tidak mengerti kesetiaan! Untuk apa kalian menunggu? Mengapa kalian tidak melakukan tindakan apapun untuk membela agama Allah? Mana agama yang kalian yakini dan mana kecemburuan yang bisa membangkitkan amarah kalian?”<br />
<br />
Pada kesempatan yang lain beliau juga berkata, “Wahai umat yang jika aku perintah tidak menggubris perintahku, dan jika aku panggil tidak menjawab panggilanku! Kalian adalah orang-orang yang kebingungan kala mendapat kesempatan dan lemah ketika diserang. Jika sekelompok orang datang dengan pemimpinnya, kalian cerca mereka, dan jika terpaksa melakukan pekerjaan berat, kalian menyerah. Aku tidak lagi merasa nyaman berada di tengah-tengah kalian. Jika bersama kalian, aku merasa sebatang kara.”<br />
<br />
"Jika bersama kalian, aku merasa sebatang kara". Pernyataan pedih mewakili hati yang pedih. Dalam kehidupan kekinian, mungkin bertebaran di tengah-tengah kita pemimpin-pemimpin baru atau anak-anak muda berjiwa pembaharu yang dalam hatinya sama dengan dalamnya hati Ali ra saat mengucapkan kalimat itu. Mereka menawarkan jalan cerah tapi, kita umatnya memilih kegelapan yang nampak menyilaukan. Kita abai terhadap ajakan mereka, dan malah mungkin memusuhinya...mengisolasinya. Ahhh...semoga kita terhindar dari kelakuan keji itu...<br />
<br />
Usaha Khalifah Ali ra untuk menyusun kembali peta kekuatan Islam sebenarnya telah diambang keberhasilan. Satu demi satu yang dulunya tercerai berai telah kembali berikrar setia pada beliau. Namun , Allah berkehendak lain, setelah berjuang keras sekitar 5 tahun menjaga amanah kepemimpinan umat, dan setelah melewati berbagai fitnah dan deraan, Khalifah Ali menyusul kekasih hatinya, Rasulullah SAW dan FAtimah Az-Zahra menghadap Sang Pencipta, Allah SWT.<br />
<br />
Hari itu, tanggal 19 ramadhan tahun 40 H, saat beliau mengangkat kepala dari sujudnya, sebilah pedang beracun terayun dan mendarat tepat di atas dahinya. Darah mengucur deras membahasi mihrab masjid. “Fuztu wa rabbil ka’bah. Demi pemilik Ka’bah, aku telah meraih kemenangan.”, sabda Ali di tengah cucuran darah yang mengalir. Dua hari setelahnya, Khalifah Ali wafat. Ia menemui kesyahidan seperti cita-citanya. Seperti istrinya, Ali juga dimakamkan diam-diam di gelap malam oleh keluarganya di luar kota Kuffah.<br />
<br />
Di detik-detik kematiannya, bibir beliau berulang-ulang mengucapkan “Lailahaillallah” dan membaca ayat, “Faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah. Waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarah.” yang artinya, “Siapapun yang melakukan kebaikan sebiji atompun, dia akan mendapatkan balasannyanya, dan siapa saja melakukan keburukan meski sekecil biji atom, kelak dia akan mendapatkan balasannya.”<br />
<br />
Beliau sempat pula mewasiatkan nasehat kepada keluarganya dan juga umat muslim. Di antaranya : menjalin hubungan sanak keluaga atau silaturrahim, memperhatikan anak yatim dan tetangga, mengamalkan ajaran Al-Qur’an, menegakkan shalat yang merupakan tiang agama, melaksanakan ibadah haji, puasa, jihad, zakat, memperhatikan keluarga Nabi dan hamba-hamba Allah, serta menjalankan amr maruf dan nahi munkar.<br />
<br />
Islam telah ditinggalkan oleh satu lagi putra terbaiknya. Pengalaman heroik hidupnya telah melahirkan begitu banyak kata-kata mulia yang mungkin akan pula menjadi abadi. Ia menjadi inspirasi bagi setiap pemimpin yang ingin membawa bumi ini pada ketundukan kepada Allah SWT.<br />
<br />
Saat ia dicerca dari banyak arah, lahirlah perkataan beliau : “Cercaan para pencerca tidak akan melemahkan semangat selama aku berada di jalan Allah”.<br />
<br />
Saat beliau mesti menerima kenyataan pahit berperang dengan sahabatnya sendiri, dan juga mendapatkan persahabatan dari oarng yang dulunya menjadi musuh,lahirlah : "Cintailah sahabatmu biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi penentangmu pada suatu hari, dan bencilah musuhmu biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi sahabatmu pada suatu hari".<br />
<br />
Beliau juga sangat menghormati ilmu. Tidak terkira banyaknya, kalmat bijak yang keluar dari mulutnya tentang keutamaan mencari ilmu. Ia juga menyarankan orang untuk sejenak merenungi ilmu dan hikmah-hikmah kehidupan. Kata beliau, "Renungkanlah berita yang kau dengar secara baik-baik (dan jangan hanya menjadi penukil berita), penukil ilmu sangatlah banyak dan perenungnya sangat sedikit".<br />
<br />
Khalifah Ali ra adalah sebuah legenda. He is a legend. Dan legenda tidak akan pernah mati. Bisa jadi, saat lilin-lilin di sekitar kita mulai padam satu persatu, dan kita kehilangan panduan karenanya, maka pejamkanlah saja sekalian matamu. Hadirkan para legenda-legenda Islam itu, termasuk beliau ini, dalam benakmu dan niscaya ia akan menjadi penerang bagimu...seterang-terangnya cahaya yang pernah ada di muka bumi.FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2875783881263676953.post-38898046716672822972011-11-07T08:02:00.001-08:002011-11-07T08:02:32.454-08:00SEJARAH UTSMAN BIN AFFAN<strong>Utsman bin Affan </strong>(sekitar <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/574" title="574"><span style="color: black; text-decoration: none;">574</span></a> – <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/656" title="656"><span style="color: black; text-decoration: none;">656</span></a>) adalah sahabat <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Nabi_Muhammad_SAW" title="Nabi Muhammad SAW"><span style="color: black; text-decoration: none;">Nabi Muhammad SAW</span></a> yang merupakan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Khulafaur_Rasyidin" title="Khulafaur Rasyidin"><span style="color: black; text-decoration: none;">Khulafaur Rasyidin</span></a> yang ke-3. Nama lengkap beliau adalah Utsman bin affan Al-Amawi Al-Quarisyi, berasal dari Bani Umayyah. Lahir pada tahun keenam tahun Gajah. Kira-kira lima tahun lebih muda dari Rasullulah SAW. <br />
<div class="MsoNormal">Nama panggilannya Abu Abdullah dan gelarnya Dzunnurrain (yang punya dua cahaya). Sebab digelari Dzunnuraian karena Rasulullah menikahkan dua putrinya untuk Utsman; Roqqoyah dan Ummu Kultsum. Ketika Ummu Kultsum wafat, Rasulullah berkata; “Sekiranya kami punya anak perempuan yang ketiga, niscaya aku nikahkan denganmu.” Dari pernikahannya dengan Roqoyyah lahirlah anak laki-laki. Tapi tidak sampai besar anaknya meninggal ketika berumur 6 tahun pada tahun 4 Hijriah.</div><div style="text-align: justify;"><span id="more-83"></span>Menikahi 8 wanita, empat diantaranya meninggal yaitu Fakhosyah, Ummul Banin, Ramlah dan Nailah. Dari perkawinannya lahirlah 9 anak laki-laki; Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ashgar, Amru, Umar, Kholid, al-Walid, Sa’id dan Abdul Muluk. Dan 8 anak perempuan.</div><div class="MsoNormal">Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar, yaitu sesudah Islamnya Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haristah. Beliau adalah salah satusahabat besar dan utama Nabi Muhammad SAW, serta termasuk pula golongan as-Sabiqun al-Awwalin, yaitu orang-orang yang terdahulu Islam dan beriman.</div><div class="MsoNormal">Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi dermawan. Beliau adalah seorang pedagang kain yang kaya raya, kekayaan ini beliau belanjakan guna mendapatkan keridhaan Allah, yaitu untuk pembangunan umat dan ketinggian Islam. Beliau memiliki kekayaan ternak lebih banyak dari pada orang arab lainya.<br />
</div><div class="MsoNormal">Ketika kaum kafir Quarisy melakukan penyiksaan terhadap umat islam, maka Utsman bin Affan diperintahkan untuk berhijrah ke Habsyah (Abyssinia, Ethiopia). Ikut juga bersama beliau sahabat Abu Khudzaifah, Zubir bin Awwam, Abdurahman bin Auf dan lain-lain. Setelah itu datang pula perintah Nabi SAW supaya beliau hijrah ke Madinah. Maka dengan tidak berfikir panjang lagi beliau tinggalkan harta kekayaan, usaha dagang dan rumah tangga guna memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya. Beliau Hijrah bersama-sama dengan kaum Muhajirin lainya.</div><div class="MsoNormal">Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.</div><div class="MsoNormal">Suasana sempat tegang ketika Utsman tak kenjung kembali. Kaum muslimin sampai membuat ikrar Rizwan – bersiap untuk mati bersama untuk menyelamatkan Utsman. Namun pertumpahan darah akhirnya tidak terjadi. Abu Sofyan lalu mengutus Suhail bin Amir untuk berunding denganNabi Muhammad SAW. Hasil perundingan dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah.</div><div class="MsoNormal">Semasa Nabi SAW masih hidup, Utsman pernah dipercaya oleh Nabi untuk menjadi walikota Madinah, semasa dua kali masa jabatan. Pertama pada perang Dzatir Riqa dan yang kedua kalinya, saat Nabi SAW sedang melancarkan perang Ghatfahan.<br />
Utsman bin Affan adalah seorang ahli ekonomi yang terkenal, tetapi jiwa sosial beliau tinggi. Beliau tidak segan-segan mengeluarkan kekayaanya untuk kepentingan Agama dan Masyarakat umum.</div><div class="MsoNormal">Sebagai Contoh :</div><ol type="1"><li class="MsoNormal">Utsman bin Affan membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.</li>
<li class="MsoNormal">Memperluas Masjid Madinah dan membeli tanah disekitarnya.</li>
<li class="MsoNormal">Beliau mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya ekspedisi tersebut.</li>
<li class="MsoNormal">Pada masa pemerintahan Abu Bakar,Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.</li>
</ol><div class="MsoNormal"><strong>Masa Kekhalifahan</strong></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah atas dasar musyawarah dan keputusan sidang Panitia enam, yang anggotanya dipilih oleh khalifah Umar bin khatab sebelum beliau wafat. Keenam anggota panitia itu ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tiga hari setelah Umar bin khatab wafat, bersidanglah panitia enam ini. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa diantara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Sidangpun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Maka Utsman bin Affan menjadi khalifah ketiga dan yang tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun 24 H. Pengumuman dilakukan setelah selesai Shalat dimasjid Madinah.</div><div style="text-align: justify;">Masa kekhalifannya merupakan masa yang paling makmur dan sejahtera. Konon ceritanya sampai rakyatnya haji berkali-kali. Bahkan seorang budak dijual sesuai berdasarkan berat timbangannya.</div><div style="text-align: justify;">Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara. Hal ini belum pernah dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Abu Bakar dan Umar bin Khotob biasanya mengadili suatu perkara di masjid.</div><div style="text-align: justify;">Pada masanya, khutbah Idul fitri dan adha didahulukan sebelum sholat. Begitu juga adzhan pertama pada sholat Jum’at. Beliau memerintahkan umat Islam pada waktu itu untuk menghidupkan kembali tanah-tanah yang kosong untuk kepentingan pertanian.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunnyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakai untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopelpun sempat dikepung.</div><div class="MsoNormal">Prestasi yang diperoleh selama beliau menjadi Khalifah antara lain :</div><ol type="1"><li class="MsoNormal">Menaklukan Syiria, kemudian mengakat Mu’awiyah sebagai Gubernurnya.</li>
<li class="MsoNormal">Menaklukan Afrika Utara, dan mengakat Amr bin Ash sebagai Gubernur disana.</li>
<li class="MsoNormal">Menaklukan daerah Arjan dan Persia.</li>
<li class="MsoNormal">Menaklukan Khurasan dan Nashabur di Iran.</li>
<li class="MsoNormal">Memperluas Masjid Nabawi, Madinah dan Masjidil Haram, Mekkah.</li>
<li class="MsoNormal">Membakukan dan meresmikan mushaf yang disebut Mushaf Utsamani, yaitu kitab suci Al-qur’an yang dipakai oleh seluruh umat islam seluruh dunia sekarang ini. <span style="color: black;">Khalifah Ustman membuat lima salinan dari Alquran ini dan menyebarkannya ke berbagai wilayah Islam.</span></li>
<li class="MsoNormal">Setiap hari jum’at beliau memerdekakan seorang budak (bila ada)</li>
</ol><div class="MsoNormal"><strong>Sebab-sebab Terjadinya Kekacauan dalam Pemerintahan Utsman </strong></div>Pada mulanya pemerintahan Khalifah Utsman berjalan lancar. Hanya saja seorang Gubernur Kufah, yang bernama Mughirah bin Syu’bah dipecat oleh Khalifah Utsman dan diganti oleh Sa’ad bin Abi Waqqas, atas dasar wasiat khalifah Umar bin Khatab.<br />
Kemudian beliau memecat pula sebagian pejabat tinggi dan pembesar yang kurang baik, untuk mempermudah pengaturan, lowongan kursi para pejabat dan pembesar itu diisi dan diganti dengan famili-famili beliau yang kredibel (mempunyai kemampuan) dalam bidang tersebut.<br />
Tindakan beliau yang terkesan nepotisme ini, mengundang protes dari orang-orang yang dipecat, maka datanglah gerombolan yang dipimpim oleh Abdulah bin Saba’ yang menuntut agar pejabat-pejabat dan para pembesar yang diangkat oleh Khalifah Utsman ini dipecat pula. Usulan-usulan Abdullah bin Saba’ ini ditolak oleh khalifah Utsman. Pada masa kekhalifan Utsman bin Affan-lah aliran Syiah lahir dan Abdullah Bin Saba’ disebut sebagai pencetus aliran Syi’ah tersebut.<br />
Karena merasa sakit hati, Abdullah bin Saba’ kemudian membuat propoganda yang hebat dalam bentuk semboyan anti Bani Umayah, termasuk Utsman bin Affan. Seterusnya penduduk setempat banyak yang termakan hasutan Abdullah bin Saba’. Sebagai akibatnya, datanglah sejumlah besar (ribuan) penduduk daerah ke madinah yang menuntut kepada Khalifah, tuntutan dari banyak daerah ini tidak dikabulkan oleh khalifah, kecuali tuntutan dari Mesir, yaitu agar Utsman memecat Gubernur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah, dan menggantinya dengan Muhammad bin Abi Bakar.<br />
<div class="MsoNormal">Karena tuntutan orang mesir itu telah dikabulkan oleh khalifah, maka mereka kembali ke mesir, tetapi sebelum mereka kembali ke mesir, mereka bertemu dengan seseorang yang ternyata diketahui membawa surat yang mengatasnamakan Utsman bin Affan. Isinya adalah perintah agar Gubernur Mesir yang lama yaitu Abdulah bin Abi sarah membunuh Gubernur Muhammad Abi Bakar (Gubernur baru) Karena itu, mereka kembali lagi ke madinah untuk meminta tekad akan membunuh Khalifah karena merasa dipermainkan.</div><div class="MsoNormal">Setelah surat diperiksa, terungkap bahwa yang membuat surat itu adalah Marwan bin Hakam. Tetapi mereka melakukan pengepungan terhadap khalifah dan menuntut dua hal :</div><ol type="1"><li class="MsoNormal">Supaya Marwan bin Hakam di qishas (hukuman bunuh karena membunuh orang).</li>
<li class="MsoNormal">Supaya Khalifah Utsman meletakan jabatan sebagai Khalifah.</li>
</ol><div class="MsoNormal">Kedua tuntutan yang pertama, karena Marwan baru berencana membunuh dan belum benar-benar membunuh. Sedangkan tuntutan kedua, beliau berpegang pada pesan Rasullulah SAW; “<em>Bahwasanya engkau Utsman akan mengenakan baju kebesaran. Apabila engkau telah mengenakan baju itu, janganlah engkau lepaskan” </em><br />
</div><div class="MsoNormal">Setelah mengetahui bahwa khalifah Utsman tidak mau mengabulkan tuntutan mereka, maka mereka lanjutkan pengepungan atas beliau sampai empat puluh hari. Situasi dari hari kehari semakin memburuk. Rumah beliau dijaga ketat oleh sahabat-sahabat beliau, Ali bin Thalib, Zubair bin Awwam, Muhammad bin Thalhah, Hasan dan Husein bin Ali bin Abu Thalib. Karena kelembutan dan kasih sayangnya, beliau menanggapi pengepung-pengepung itu dengan sabar dan tutur kata yang santun.</div><div class="MsoNormal">Hingga suatu hari, tanpa diketahui oleh pengawal-pengawal rumah beliau, masuklah kepala gerombolan yaitu Muhammad bin Abu Bakar (Gubernur Mesir yang Baru) dan membunuh Utsman bin Affan yang sedang membaca Al-Qur’an. Dalam riwayat lain, disebutkan yang membunuh adalah Aswadan bin Hamrab dari Tujib, Mesir. Riwayat lain menyebutkan pembunuhnya adalah Al Ghafiki dan Sudan bin Hamran.</div><div class="MsoNormal">Beliau wafat pada bulan haji tahun 35 H. dalam usia 82 tahun setelah menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.</div><div class="MsoNormal">Wallahu A’lam.</div>FAHMI ALI MASYKUR RELIGIONhttp://www.blogger.com/profile/01049416126361720907noreply@blogger.com0